Lihat ke Halaman Asli

Titik Nadir Produksi Minyak Indonesia

Diperbarui: 28 Agustus 2015   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berbicara soal Sektor Hulu Migas selama ini hanya didominasi oleh para ahli, namun Kompasiana bersama SKK Migas mengajak Kompasianer untuk ikut belajar mengenai SKK Migas. Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Serba Guna SKK Migas, Gedung City Plaza Komplek Wisma Mulia Lt. P9, Jalan Gatot Subroto No. 42, Jakarta dihadiri oleh 30-an Kompasianer dari berbagai daerah.

Kegiatan yang bekerjasama dengan SKK Migas ini adalah ketiga kalinya dilaksanakan. Karena itu ada beberapa kompasianer yang sudah paham mengenai pekerjaan SKK Migas. Hal ini yang disampaikan oleh Pak Elan Biantoro pada pembukaan kegiatan. Menurutnya beberapa kompasianer sudah pernah mengikuti kegiatan SKK Migas sebelumnya yang dibawakan oleh Pak Dudi. Hal ini juga diamini oleh Moderator dari Kompasiana, Wardah Fajri.

Pembicaraan Pak Elan sangat menarik. Sebagai seorang profesional yang sudah bekerja selama 25 tahun dalam bidang perminyakan, sudut pandang beliau sangat menguggah. Dengan tema “Kontribusi Sektor Hulu Migas terhadap Indonesia”, pembicaraan ini sangat mencerahkan.

Pada slide pertama, beliau menjelaskan mengenai aspek hulu migas yang membantu dan menyediakan energi untuk Industri. “Industri sektor hulu migas tidak hanya sebagai pemasukan negara, namun memiliki efek berantai (lokomotif suplai nasional),” ujarnya.

Kemudian ia menjelaskan mengenai berita miring yang sering digembor-gemborkan oleh media nasional, bahwa SKK Migas seringkali dianggap Neoliberal atau digenggam oleh pihak asing, padahal itu salah. Dalam pengelolaan sektor hulu migas nasional, SKK Migas berfungsi sebagai pengawas dan pengendali. Jika ada investor asing yang ingin bekerjasama dengan SKK Migas, mereka harus melalui banyak tahapan.

“Tahapan pertama adalah tahap eksplorasi selama 0-6 tahun, pada tahan ini investor akan menanggung semua resiko yang terjadi. Jika ada kesalahan apapun, tidak akan diganti rugi oleh Pemerintah. Sehingga Pemerintah tidak rugi apapun, hanya kontraktor yang mengalami kerugian,” jelas alumni S1 Geologi ITB ini.

Selain itu ada pembagian yang adil dalam pembagian keuntungan kepada kontraktor, yaitu 85% untuk pemerintah dan 15% untuk investor. Ini adalah hasil pembagian dari Cost Recovery sumber daya minyak yang sudah dikeluarkan oleh kontraktor. Sedangkan untuk pembagian sumber daya gas, dibagi 70% untuk negara dan 30% untuk kontraktor.

Yang menjadi menarik adalah bagaimana pandangan Pak Elan terhadap sumber migas yang berada di daerah perbatasan. Ada beberapa titik sumber minyak yang berada di perbatasan dan menjadi titik krusial yang dipertahankan oleh SKK Migas. Sebut saja titik Blok Ambalat di perairan Sulawesi, Blok Natuna yang berada di perairan Riau dan juga Blok Masela yang berbatasan dengan Australia.

Selain itu data yang diberikan oleh Pak Elan mengenai cadangan minyak Indonesia juga sangat mencengangkan. Ternyata cadangan minyak Indonesia hanya 3.6 milliar barel, jauh dibawah Venezuela yang cadangan minyaknya mencapai 300 milliar barel. Jika diandaikan, cadangan minyak Indonesia hanya sepersepuluh dari negara-negara penghasil minyak. Dengan pengandaian 800-900 ribu barel setiap hari, hal ini jika dikalkulasikan bisa habis dalam waktu 20 tahun lagi. Hal ini menjadi salah satu fokus SKK Migas dalam penyediaan minyak. Karena itu ada pilihan cadangan untuk memproduksi gas nasional.

Tur Emergency Response Center

Setelah mendapatkan penjelasan oleh Pak Elan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan tur ke kantor Emergency Response Center di Wisma Mulia Lantai 28. Kami dipandung oleh Bapak Ruyke untuk lebih mengetahui fungsi ruangan ERC tersebut. menurut Pak Ruyke ada beberapa hal hingga ruang ERC digunakan misalnya ada Riot, pemogokan kerja, maintance dalam pengeboran, dan lain –lain. “Ada tiga aspek yang dinilai penting untuk dimasukkan dalam daftar Crisis, yaitu aspek yang berhubungan dengan produksi, berdampak pada lingkungan dan berdampak pada manusia,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline