Filsafat modern dimulai pada zaman Rene Descartes (1596-1650 M) dan Francis Bacon (1561-1626 M). Akan tetapi, peran dominan Descartes lebih tampak karena berupaya mengembangkan aspek-aspek epistemologi dalam era baru filsafat Barat.
Ruang pemikiran dimana Descartes hidup sangat berperan dalam mempengaruhi pemikiran-pemikirannya. Di bawah ini akan disebutkan beberapa aspek yang mempengaruhi pikiran-pikirannya:
- Lahirnya penemuan-penemuan baru ilmiah yang dimotori oleh Copernicus, Johannes Kepler, dan Galileo;
- Penciptaan teleskop yang berefek pada penolakan beberapa asumsi-asumsi yang tidak benar pada masa lalu;
- Penemuan benua Amerika dan perubahan teori terhadap bentuk bumi;
- Direbutnya ibukota Yunani dan dikenalnya budaya ilmiah kaum muslimin oleh Eropa;
- Dibentuknya mazhab baru Protestan oleh Martin Luther (1483 – 1546 M) dan berkurangnya kekuasaan gereja;
- Lahirnya teolog baru seperti Francis Bacon dan bangkitnya aliran baru melawan pemikir-pemikir lama yang diiringi oleh penolakan filsafat Aristoteles;
- Munculnya beberapa pandangan yang menolak secara mutlak pemikiran filsafat yang kemudian berujung pada Skeptisisme yang dipelopori oleh Francisco Sanches (1551-1623 M).[1]
Walhasil, faktor-faktor yang disebutkan di atas dan beberapa faktor lain yang tidak disebutkan, saling berpengaruh satu sama lain yang kemudian mengerucut pada kemunculan dimensi-dimensi keraguan terhadap agama, etika, dan keyakinan yang ekstrim atas ilmu-ilmu empirik. Semua kenyataan ini, menjadikan epistemologi sebagai pokok pembahasan tersendiri dalam era baru filsafat Barat.
1. Rene Descartes (1596-1650 M)[2]
Persoalan-persoalan yang dilontarkan oleh Descartes untuk membangun filsafat baru antara lain:
- Apakah kita bisa menggapai suatu pengetahuan yang benar?
- Metode apa yang digunakan mencapai pengetahuan pertama?
- Bagaimana meraih pengetahuan-pengetahuan selanjutnya?
- Apa tolok ukur kebenaran pengetahuan?[3]
Descartes menjadikan hal yang tergamblang, penggabungan, analisa, dan keraguan segala sesuatu dalam mencapai pengetahuan pertama sebagai metode sempurna dalam menggapai pengetahuan-pengetahuan selanjutnya.
Dalam tingkatan keraguan, pertama-tama meragukan segala yang diperoleh oleh panca indra, menganggap bahwa kita dalam kondisi tidur atau mengkhayal, dan tertipu oleh setan. Intinya, kita mesti meragukan apa yang diyakini dan harus sampai pada puncak keraguan. Setelah mencapai puncak keraguan, langkah selanjutnya adalah menemukan pengetahuan pertama, dan terus mencari ilmu secara bertahap dengan pengetahuan pertama tersebut.[4][5]
Tahapan kedua, perjalanan dari ragu ke yakin. Pada tahapan ini, Descartes berkata, “Saya ragu pada setiap sesuatu, namu saya tidak bisa meragukan keraguan saya itu, saya yakin pada keraguan saya sendiri dan dikarenakan keberadaan keraguan ini, saya sampai pada suatu keyakinan terhadap eksistensi peragu.[6]
Menurut Descartes, tolok ukur hakikat itu ialah kegamblangan dan keterpisahan, yakni setiap perkara seperti keraguan, sedemikian gamblang dan terpisah satu dengan lainnya sehingga tidak bisa diragukan lagi, inilah pengetahuan hakiki.[7]