Sekitar tahun 2014, Tiongkok dikabarkan telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap etnis Uyghur. Penangkapan dan penahanan massal secara paksa, kala itu dilakukan oleh pemerintah Tiongkok terhadap masyarakat Uyghur. Masyarakat, media, dan organisasi HAM internasional mengungkapkan kekhawariran mereka terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uyghur di Xinjiang, China. Mulai saat itu, masyarakat Internasional memberikan perhatian khusus kepada etnis Uyghur di Xinjiang, China.
Ketegangan hubungan antara Pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur telah berlangsung selama beberapa dekade, dan memiliki akar permasalahan yang mendalam. Oleh karena itu, untuk memahami ketegangan hubungan antara pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur tidak dapat dilihat dari faktor perbedaan agama saja, akan tetapi banyak faktor yang turut menjadi akar permasalahan dari hubungan Pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur. Terlebih, Etnis Uyghur telah tinggal diwilayah Xinjiang selama berabad-abad, yang dimana wilayah ini memiliki sejarah yang panjang terkait bagian dari jalur sutra Tiongkok, yang dikenal sebagai jalur penting untuk perdagangan dan pertukaran budaya antara Timur dan Barat.
Uyghur adalah kelompok etnis Muslim yang berbicara dalam bahasa Turki dan tinggal di wilayah Xinjiang, yang secara historis memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dan budaya di Asia Tengah. Sejak akhir abad ke-20, ketegangan antara pemerintah Tiongkok dan komunitas Uyghur semakin meningkat. Pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa mereka berusaha untuk memerangi ekstremisme dan separatisme, sementara banyak pihak internasional dan organisasi hak asasi manusia melihat tindakan pemerintah sebagai bentuk penindasan terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
Awal Mula Ketegangan antara Pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur di Xinjiang
Uyghur adalah kelompok etnis Muslim yang berbicara dalam bahasa Turki dan tinggal di wilayah Xinjiang, yang secara historis memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dan budaya di Asia Tengah. Sejak akhir abad ke-20, ketegangan antara pemerintah Tiongkok dan komunitas Uyghur semakin meningkat. Setelah Xinjiang menjadi bagian dari Republik Tiongkok pada awal abad ke-20, dan setelah kejatuhan Dinasti Qing. Selama periode ini, ketegangan mulai muncul antara pemerintah pusat dan populasi Uyghur yang merasa terpinggirkan. Penamaan "Uyghur" pun merupakan penamaan dari Pemerintah Tiongkok untuk kaum yang menduduki wilayah Xinjiang. Arti dari kata "Uyghur" tersendiri memiliki arti yang buruk yakni sial dan menyesatkan, ketegangan antara Pemerintah Tiongkok dengan etnis Uyghur pun dimulai pada saat ini.
Ketegangan antara etnis Uyghur dan Tiongkok juga didasarkan pada saat perang dunia kedua, masyarakat Xinjiang termasuk etnis Uyghur ingin melepaskan diri dari Tiongkok dan bergabung dengan Uni Soviet. Akan tetapi, usaha mereka tersebut berhasil digagalkan oleh Pemerintah Tiongkok. Hal ini, menjadi kecurigaan dan ketakutan mendalam pemerintah Tiongkok terhadap upaya separatisme yang dilakukan oleh etnis Uyghur, kecurigaan dan ketakutan tersebut berlangsung hingga saat ini. Sejak saat itu juga, perlakuan pemerintah Tiongkok terhadap Etnis Uyghur dan Han sangat berbeda.
Pemerintah Tiongkok banyak menaruh kecurigaan terhadap etnis Uyghur, mereka dinilai rentan terkena radikalisme. Pemerintah Tiongkok memiliki anggapan bahwa sewaktu-waktu Etnis Uyghur akan kembali menjadi pemberontak dan berupaya untuk memisahkan diri dari Tiongkok. Oleh sebab itu, pemerintah Tiongkok memberikan perlakuan dan pengawasan yang sangat ketat terhadap etnis Uyghur dan Pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebagai salah satu usaha mereka untuk memerangi ekstremisme dan separatisme, sementara banyak pihak internasional dan organisasi hak asasi manusia melihat tindakan pemerintah sebagai bentuk penindasan terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
Terlebih, Xinjiang merupakan salah satu wilayah yang strategis, baik mengenai sumber daya alam nya maupun letak wilayah yang menjadi penghubung perdangangan dan pertukaran budaya dari Timur ke Barat dan sebaliknya. Hal ini, tentunya membuat pemerintah China semakin protektif terkait wilayah Xinjiang. Karena, wilayah ini berkontribusi cukup besar untuk pemerintah Tiongkok.
Kamp Pendidikan Ulang: Dampak Sosial dan Budaya untuk Etnis Uyghur
Pemerintah Tiongkok mendapatkan perhatian dari masyarakat internasional, hal ini disebabkan karena pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Pendidikan ulang untuk etnis Uyghur. Etnis Uyghur yang dianggap telah terpapar akan nilai-nilai ekstremisme, radikalisme, dan separatisme, ditangkap secara paksa dan ditahan di kamp-kamp yang sudah dibangun oleh pemerintah Tiongkok. Terdapat beberapa kamp-kamp di wilayah Karakax, kamp ini diiisi oleh banyak etnis Uyghur.