Lihat ke Halaman Asli

Menimbang Kebijakan Nusantara Sehat

Diperbarui: 21 Juli 2016   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: web Nusantara Sehat. http://nusantarasehat.kemkes.go.id/

Kemarin, 20 Juli 2016, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menutup penerimaan peserta baru Nusantara Sehat periode ke-dua pada tahun 2016. Dibutuhkan tenaga kesehatan dari beragam profesi yang akan ditempatkan di 92 lokus Puskesmas di seluruh Indonesia. Penempatan Nusantara Sehat periode ke-dua ini menyusul 194 orang tenaga kesehatan yang telah ditempatkan pada periode pertama tahun 2016 bulan Juni lalu.

Tahun sebelumnya, tahun 2015, Kementerian Kesehatan telah memberangkatkan setidaknya 694 orang tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan sejumlah tersebut ditempatkan di 120 lokus Puskesmas pada 48 kabupaten/kota di 15 provinsi di seluruh Indonesia.

Pendekatan penempatan Nusantara Sehat yang berbasis tim (team based) dirasakan cukup membuat tim ini mumpuni di lapangan. Ada sekitar lima sampai sembilan jenis tenaga kesehatan yang terlibat, yang diharapkan mampu menangani masalah kesehatan dalam tiga ranah, yaitu secara preventif, promotif dan kuratif.

Arah Kebijakan Pemerintah Jokowi

Dalam pemerintahan Jokowi, dengan visi nawa citanya selalu menggarisbawahi pembangunan yang ditekankan untuk dilakukan dari pinggiran. Pengarusutamaan pembangunan melalui wilayah pinggiran menuju ke wilayah tengah ini patut diapresiasi, tak terkecuali untuk bidang kesehatan. Pemerintah Jokowi ingin negara hadir pada setiap jengkal tanah di Indonesia, di pelosok atau di perbatasan sekalipun.

Bagaimana dengan Nusantara Sehat? Penempatan tenaga kesehatan berbasis tim ini ditempatkan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), dan juga wilayah Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Tentu saja kebijakan Nusantara Sehat dengan penempatan yang demikian sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat, membangun dari pinggiran.

Disparitas atau kesenjangan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan memang hal yang benar-benar menjadi masalah di Indonesia. Penelitian terbaru yang dilakukan Laksono, dkk (2016) menemukan fakta bahwa kesenjangan itu terjadi pada hampir semua aspek. Kesenjangan aksesibilitas pelayanan kesehatan terjadi antara wilayah kabupaten dengan wilayah kota. Kesenjangan juga terjadi antara wilayah miskin dan non miskin.

Kesenjangan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ini setidaknya terjadi pada indikator supply (jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan rasio tenaga kesehatan), indikator barrier (waktu tempuh, biaya transportasi dan kepemilikan asuransi), serta indikator demand (cakupan pelayanan rawat jalan dan rawat inap).

Satu-satunya sub indikator yang tidak ditemukan kesenjangan adalah indikator supply antara wilayah kategori miskin dan non miskin. Sementara antara wilayah kabupaten dan kota masih terdeteksi adanya kesenjangan.

Kebijakan Pemadam Kebakaran

Tidak ada yang salah dengan nawa cita kebijakan membangun dari pinggiran. Justru kebijakan ini sudah sangat ditunggu mereka yang sudah terlalu lama merasa dianaktirikan. Hanya saja kebijakan populis semacam Nusantara Sehat lebih terlihat sebagai kebijakan ‘pemadam kebakaran’. Hanya mengatasi masalah disparitas aksesibilitas pelayanan kesehatan di wilayah pinggiran dalam jangka pendek. Diperlukan kebijakan lain yang menjamin sistem pelayanan kesehatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline