Lihat ke Halaman Asli

Adjie Firmansyah

Haii, saya Adjie Firmansyah, dari Bantul, Yogyakarta. Saya membuat Artikel untuk tugas kampus mata pelajaran Pancasila yang diampu Dosen Ibu Setiati Widi.

Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, Penyimpangan Sila Ke-2 ?

Diperbarui: 9 November 2020   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut data International Electoral System Foundation pada 25 Agustus 2020, akibat pandemi COVID-19, lebih dari 111 pemilu dan referendum telah dilaksanakan di 65 negara / wilayah.

Namun, Indonesia telah memutuskan Pilkada pada tahun 2020 akan tetap dilanjutkan. Pemungutan suara akan dilakukan pada 9 Desember 2020. Penyelenggara pemilu, pemerintah, dan Partai Demokrat optimistis pemilu bisa digelar melalui prosedur kesehatan yang ketat. Namun, saat masih berlangsungnya pendaftaran calon kepala daerah dan pemilihan tatap muka, banyaknya pelanggaran peraturan kesehatan, ditambah dengan peraturan yang dianggap tidak lengkap, membuat banyak orang khawatir pilkada bisa menjadi kelompok baru penyebaran Covid-19. Dan mengancam kredibilitas pemilu.

Menyikapi keprihatinan tersebut, KPU menyampaikan komitmennya untuk terus meningkatkan persiapan pilkada, pertama dengan menerbitkan dua peraturan baru KPU, PKPU Nomor 13 Tahun 2020, yang menyangkut pelaksanaan periode yang sama pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19. Pemilu, ini merupakan amandemen PKPU 6/2020 dan PKPU. Amandemen Nomor 11 Tahun 2020 tentang PKPU Nomor 4/2017 yang mengatur tentang penerapan social distancing yang ketat, pengukuran suhu tubuh, pengaturan bilik suara tersendiri bagi pemilih yang suhu tubuhnya di atas 37 derajat Celcius, serta melakukan sosialisasi dan simulasi pemungutan suara. Bersosialisasi dan simulasikan kebersihan dan penggunaan masker.

Komisioner KPU Viryan Aziz menjelaskan, keputusan melanjutkan pemilu bukanlah pilihan yang mudah. Belum bisa dipastikan kapan puncak pandemi akan terjadi. Karena itu, pihaknya terus memantau perkembangan kasus positif Covid-19.

Ada yang mengira pemilu ditunda, dan Kuomintang menggunakan alasan itu. "Yang bisa kita lakukan adalah adaptasi teknologinya, sudah kita uji, dan masyarakat bisa mengaplikasikannya dengan baik. Kemudian kita akan lanjutkan dengan simulasi pencoblosan untuk mensimulasikan bagaimana masyarakat biasanya menunggu di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Jaga jarak, sesuaikan waktu kehadiran, dll.

Pelaksanaan pilkada selama pandemi juga akan meningkatkan anggaran. Viryan mengatakan, KPU mengajukan tambahan anggaran sekitar Rp 4,7 triliun untuk pembelian alat pelindung diri (APD) petugas, swab test untuk deteksi virus covid-19, persiapan logistik, tambahan TPS, dll.

KPU berkeyakinan implementasi kesepakatan kesehatan dapat meminimalisir kemungkinan penyebaran virus yang mungkin terjadi saat pemilu. "KPU terus mendorong sosialisasi dan edukasi. Kita perlu bersaing antara penularan (virus) dan resistansi obat. Jika kita benar-benar melaksanakan kesepakatan kesehatan, kita akan mengekang kemungkinan penularan, dan kita bisa menghilangkan Covid-19. Ini bukan apa-apa. Hal-hal yang mudah membutuhkan pendidikan.

Ia tak mau, jika pandemi semakin parah, pilkada bisa saja diundur. Artinya, pemilu tidak serentak. Namun, sebenarnya hal ini tergantung kondisi masing-masing daerah.

Pilkada yang akan digelar serentak tahun 2020 akan digelar di 207 daerah, dimana 9 di antaranya adalah pilkada provinsi dan 261 kabupaten / kota. Saat ini, tahap pilkada sudah memasuki tahap kampanye terbuka calon kepala daerah.Kampanye akan digelar mulai 26 September hingga 5 Desember 2020.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline