Lihat ke Halaman Asli

UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tidak Berpihak dan Bertentangan dengan HAM, Aturan Dulu Baru Nyawa?

Diperbarui: 20 April 2022   21:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tanggal 16 Maret 2022, Media Indonesia dihebohkan dengan cerita pilu tentang meninggalnya seorang warga Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan bernama Amiludin (55 th) saat menjalani perekaman elektronik KTP (e-KTP) di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Bulukumba demi keperluan administrasi untuk mengurus  kartu peserta BPJS Kesehatan. 

Amiludin saat itu sedang mengalami sakit, dimana dia harus dioperasi dan penyakitnya memerlukan biaya yang cukup besar jika tidak menggunakan kartu peserta BPJS Kesehatan. 

Berdasarkan diagnosa dokter, dia mengalami penyumbatan usus yang membuatnya sempat menjalani perawatan di RSUD Sultan Daeng Radja Sulawesi Selatan selama 3 hari. Namun, hal itu terhalang dengan kondisi Amiluddin yang tidak memiliki kartu identitas dan kartu BPJS Kesehatan. 

Pihak keluarga memutuskan membawa Amiludin ke Kantor Catatan Sipil guna melakukan perekaman e-KTP sebagai syarat dalam pengurusan dan pemilikan kartu peserta BPJS Kesehatan, dalam kondisi yang sangat lemah. 

Dia melakukan proses perekaman data untuk kartu identitas elektroniknya, tetapi sebelum e-KTP miliknya diterbitkan, dia lebih dahulu meninggal dunia di Kantor Dinas Dukcapil Bulukumba.

Mengapa itu sampai terjadi? Seakan nyawa dapat ditukar dengan selembar kartu peserta kesehatan agar dapat terlayani kesehatannya? Sangat ironi kasus ini bagi sebuah negara besar seperti Indonesia, yang ternyata masih ada warganya belum merdeka untuk menggunakan haknya dan menikmati kesehatan secara gratis seperti yang di gembar geborkan oleh Slogan Layanan kesehatan BPJS. Dimana hadirnya Pemerintah bagi warganya? Sekali lagi, mengapa ini sampai terjadi?

Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengatur bahwa, “sanksi administratife sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. denda; dan/atau, c. tidak mendapat layanan publik tertentu”. 

Pasal ini mengisyaratkan jika ada warga Indonesia yang tidak atau belum mempunyai kartu BPJS, maka akan terkena sanksi administrasi berupa tidak akan diterbitkan kepengurusan keperluannya jika belum memiliki atau terdaftar sebagai peserta BPJS. Padahal sebagai warga negara memiliki hak untuk melakukan kepentingan hidupnya di tanah Indonesia. 

Begitu hebatnya kepemilikan kartu peserta BPJS kesehatan ini hingga dapat mengatur hak kehidupan seseorang dalam menjalankan kehidupan primernya sehari hari. 

Hak seseorang untuk mendapatkan fasilitas kesehatan adalah hal yang utama, terlepas dia adalah peserta BPJS Kesehatan atau bukan, seharusnya pelayanan kesehatan harus diprioritaskan dibandingkan mengurus proses administrasi. hak seseorang untuk mendapatkan fasilitas kesehatan adalah hal yang utama, terlepas dia adalah peserta BPJS Kesehatan atau bukan.

Hak Asasi Manusia dibidang Kesehatan diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Pasal 28 butir A berbunyi "setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Serta Pasal 28 H pada ayat 1, yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, yang artinya setiap warga negara juga berhak mendapatkan pelayanan termasuk kesehatan yang layak yang diselenggarakan oleh pemerintah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline