Lihat ke Halaman Asli

Natal dan Fatwa

Diperbarui: 24 Desember 2015   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Handphone bergetar tanda sebuah pesan masuk yang kurang lebih isinya adalah haram mengucapkan natal kepada umat Nasrani, aku tidak kaget. Membuka facebook dan di laman depan ada postingan yang bernada serupa..aku jadi termenung dan bertanya -reaksiku. Sedikit cerita, aku mempunyai latar belakang teman dari pelbagai golongan, ras dan agama. Ada dari kalangan aktivis gereja, pesantren, pendeta hindu, kejawen dan lain-lain. Dihari ini bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad perayaan muludan dikampungku cukup meriah. Tradisi weh-wehan dikampungku cukup menarik untuk diliput sebagai berita di televisi siang tadi. Bukan saja umat muslim yang ikut meramaikan namun beberapa etnis Tionghoa yang tinggal dan menetap disini yang notabene beragama Nasrani ikut tradisi ini -jajanannya banyak hehe. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa setiap tahun pada hari natal ada saja segelintir orang yang mengatasnamakan agama tertentu membuat slogan dan fatwa yang mendiskreditkan suatu golongan lain?..

Pluralisme adalah isu yang panas mengundang reaksi emosional orang-orang tertentu mungkin lupa apa kata Cak Nun tentang ibadah muammallah dan ibadah mahdloh (syariat), tentang serambi Mekkah dan serambi Madinah. Kalau serambi mekah itu urusanya syariat agama (rukun Islam, ibadah mahdloh -perintah langsung dari Allah SWT contoh tentang sholat, zakat). Sinterklas, pohon natal itu produk budaya -Cak Nun.Lupa piagam Madinah ketika zaman Rasullulah taseh gesang -masih hidup. Pada piagam Madinah ini adalah perjanjian formal yang mengatur hak dan kewajiban suku-suku di madinah yang berbeda, baik muslim maupun yahudi dapat berdampingan dengan damai. Naah itu saja Kanjeng Nabi mencontohkan dengan baik kok kenapa kita dengan sombongnya, bangga dan merasa paling dekat dengan Allah menggunakan ayat-ayatnya untuk pembenaran ego kita?? Apa kita ndak belajar sejarah, apa kita kurang piknik eh baca buku? Apa yang membuat kita picik nan sombong?? Kita tidak paham atau tidak mau paham?? Wah sederet pertanyaan yang bikin anu ya hehe..

Faktanya gusti Allah menciptakan kemajemukan apa kita mau mengikarinya, bisa saja gusti Allah menciptakan kita semua dalam homogenitas teologi namun faktanya kan majemuk,  menurutku tiap-tiap ciptaan adalah media untuk kita belajar, belajar kehidupan, lalu kehidupan untuk belajar mengenal Tuhan , mendekatkan diri kepada Nya dan agar kembali kepadaNya dengan baik. Dicabutnya Inpres No.14/1947 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto berisi tentang pelarangan etnis Tionghoa merayakan pesta agama dan adat istiadat didepan umum dan hanya boleh dilakukan di lingkungan keluarga pada masa pemerintahan Gus Dur -Bapak Pluralisme bisa dijadikan contoh kongkret dari seorang pemimpin (yang bukan penguasa) yang patut dicontoh juga. Tokoh humanis lainya seperti Romo Mangun, Mpu jayaprema yang bisa jadi contoh. Faktanya juga hari ini 24 desember kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW diperingati tepat sehari sebelum Natal 2015, berdampingan! 

Hari kelahiran Isa almasih yang diperinganti oleh umat nasrani sebagai hari natal diseluruh penjuru dunia yang membawa ajaran kasih diadakan setiap tahun menurut kalender masehi setiap 25 desember. Termasuk di Indonesia sebagai negara dengan pemeluk Islam terbesar didunia, karena negara kepulauan ini mempunyai banyak suku-suku, ras, budaya dan agama ..duh maaf kalau klise hehe.. dan tentunya tidak satu agama saja yang ada di negara ini namun adalah keberagaman. Dan persoalan krisis multidimensi yang dihadapi salah satunya adalah dalam hal keagamaan. Lihat saja setiap tahun selalu ada saja larangan mengucapkan selamat natal..(kalau ndak mau ngucapin mbok ya diem saja ndak usah ajak-ajak pake baliho dan disebarin lewat sosmed pikirku). Seperti pohon yang menumbuhkan buah pada musim-musim tertentu ajakan dan fatwa-fatwa haram itu ikut-ikutan tumbuh..Menurut buya syafi'i Maarif; pandangan serba parokial inilah yang menjadi salah satu mengapa bangsa ini sering dihadapkan pada letupan-letupan sosial politik yang menguras energi dan perhatian, tidak jarang menimbulkan pertumpahan darah..duh miris ya.. doktrin yang dipahami dengan buta jelas membuat picik dalam berfikir. Dialektika sejarah perlu dipahami secara benar dan jelas menggunakan hati dan rasio yang bersih..latar belakang boleh berbeda namun dengan semangat kebangsaan yang penuh kasih Illahi mari sejahterakan kehidupan berbangsa dan bernegara...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline