Lihat ke Halaman Asli

Inilah Alasan Orang Menyebarkan Foto Korban Kecelakaan Sukhoi

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seiring dengan maraknya pemberitaan seputar kecelakaan yang menimpa pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak Bogor, beredar juga foto yang diklaim sebagai foto korban kecelakaan pesawat naas tersebut.Saya sendiri menerima kiriman foto tersebut melalui salah satu grup BlackBerry Messenger yang saya ikuti.Ternyata ini bukan satu-satunya piranti yang menyebarkan foto tersebut.Di saat yang hampir bersamaan, saya juga mendapatkan foto serupa dari seseorang yang mem-posting di jejaring sosial Facebook.Saya yakin banyak di antara kita yang juga telah menerima foto yang sama.

Timbul pertanyaan, apa alasan mereka mengunggah foto yang diklaim sebagai korban kecelakaan tersebut?Menurut saya, paling tidak ada tiga hal yang melatarbelakangi seseorang mengunggah atau menyebarkan foto-foto tersebut.

Pertama, mereka adalah stereotip sebagian dari masyarakat yang menyukai kehebohan.Dimana ada kecelakaan, di tempat itu pasti ada kerumunan massa.Dimana ada pembunuhan, di tempat itu pasti ada keramaian massa.Stereotip ini tercermin juga pada pola pemberitaan media massa kita.Kecelakaan dan kriminal, khusunya kasus pembunuhan selalu mendapat porsi lebih di media cetak atau elektronik.Jualannya pun mengeksploitasi tema-tema tersebut.Dengarkan cara pedagang koran menjajakan dagangannya, maka Anda akan mengerti itulah selera masyarakat terhadap sebuah berita. Maka mengunggah foto “korban Sukhoi” adalah bentuk keniscayaan dari stereotip masyarakat tersebut.

Kedua, pengunggah foto adalah “orang baru” dalam kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.Kecanggihan dan kemudahan alat komunikasi tidak selalu sejalan seiring dengan kematangan dan kedewasaan para penggunanya.Mereka dengan gampang meneruskan kembali berbagai aliran informasi yang diterima tanpa merasa perlu memfilter tingkat akurasi kebenarannya.Tidak peduli apakah informasi tersebut akurat atau hanya sekedar hoax.“Orang-orang baru” ini juga merasa perlu menunjukkan eksistensi dirinya di jagat informasi yang sangat riuh.Salah satu bentuk eksistensi di jagat informasi adalah menghadirkan atau menyajikan informasi baik berupa gambar atau tulisan yang dianggap mempunyai daya tarik.Jadi keinginan untuk eksis ditambah keengganan memfilter menghasilkan komunitas masyarakat yang banjir informasi palsu.

Ketiga, pengunggah foto tidak mempunyai keluarga.Logikanya gampang saja, kalau mereka memiliki keluarga pasti ada rasa empati.Sebuah pertanyaan dalam hati, “Bagaimana seandainya kecelakaan itu menimpa keluarga saya?Relakah foto-foto mengenaskan keluarga saya dibagi-bagikan ke orang lain?”, tentu akan menghentikan jari jemari mereka menekan tombol share ketika mereka mendapatkan foto-foto tersebut.Semakin banyak orang yang tidak memiliki empati, semakin cepatlah foto-foto tersebut akan tersebar.

Semoga kita menjadi bagian dari masyarakat yang peduli dengan informasi berkualitas, matang dalam berkomunikasi dan mempunyai empati kepada sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline