Lihat ke Halaman Asli

Adakan Dialog Budaya, Lawang Ngajeng Berbagi Beasiswa

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komunitas Budaya Lawang Ngajeng Yogyakarta kemarin kembali mengadakan dialog kebudayaan untuk yang ke sekian kalinya dalam agenda rutin dwi bulanan "Mahabbah Budaya". Hanya saja di bulan Juni kemarin cukup menarik,bila lazimnya Mahabbah Budaya di gelar semalam, di hulan Juni kemarin digelar dua malam dengan tema dan pemateri yang berbeda. Di malam pertama, Rabu 20 Juni, menggelar Mahabbah Budaya dengan tema "Gejolak Politik Timur Tengah" dan "Fenomena Musik Korea"

Sedangkan malam berikutnya, pada hari Kamis 21 Juni 2012 di  Kedai Nusantara Jl. Nologaten Yogyakarta, Mahabbah Budaya mengusung acara bertema "Tulisan Indie dalam Perpekstif Politik dan Budaya". Tetapi untuk hari Kamis acara berlangsung lebih dipadati dari di hari Rabu. Barangkali, kehadiran pengasuh Lawang Ngajeng, Wahyu NH Aly dalam acara tersebut mempengaruhi semangat keluarga besar Lawang Ngajeng Yogyakarta. Mengingat pada malam sebelumnya, hari Rabu, Wahyu NH Aly tidak dapat hadir.

Malam Kamis, acara Mahabbah Budaya mendapat apresiasi dari mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta. Lebih dari 500 peserta dari keluarga Lawang Ngajeng menghadiri Mahabbah Budaya. Kedai Nusantara menjadi lautan intelektual. Tak ada satupun kursi yang kosong, bahkan banyak yang duduk lesehan sampai diparkiran demi mengikuti acara dialog tersebut.

Selain dari keluarga Lawang Ngajeng sendiri, juga ada delegasi dari organisasi kemahasiswaan yang juga turut memeriahkan dialog tersebut, seperti HMI, PMII, IMM, KAMMI dan GMNI.  Acara yang dimulai pukul 19.00-23.00 WIB ini, mendatangkan pemateri yang memiliki kapabelitas tinggi terhadap budaya. Wahyu NH. Aly, Moh. Akrom dan Rina Tri Agustina. Selain menjadi pemateri, Wahyu NH. Aly merupakan pengasuh sekaligus pendiri utama komunitas Lawang Ngajeng. Moh. Akrom dan Rina adalah sama-sama penulis beberapa buku.

Acara ini juga didukung oleh berbagai media di Yogyakarta. Seperti Harian Jogja, Kedaulatan Rakyat, Meteor-Jawa Pos Group (JPNN), Majalah Medium. Media-media ini, bersedia mempublikasikan setiap agenda Lawang Ngajeng berlangsung. Mereka sangat antusias menyaksikan acara dari awal hingga akhir.

Konsep acara yang disusun juga terbilang sangat mendukung. Dipimpin oleh Umarul Faruk dan Fitri Nasutian sebagai Master Of Ceremony, pembukaan dialog dimulai dengan seni tari batak yang banyak digemari masyarakat Yogyakarta. Tepuk tangan pun mengawali pembukaan dialog ini. Kemudian dilanjutkan oleh sambutan hangat Ketua Lawang Ngajeng Yogyakarta, Basyar Dikuraisyin, sekaligus membuka acara dialog tersebut. Tanpa menunggu lama, dimulaiah acara dialog sekitar 30 menit. Ditengah-tengah dialog, seksi acara memasukkan penampilan band dari Yogyakarta, ini bertujuan agar peserta tidak monoton.

Dari dua sesi dialog yang disuguhkan, lebih dari 10 mahasiswa aktif dalam forum. Selain bertanya kepada pembicara, mereka juga memberikan tanggapan terhadap penyampaian pemateri. Dialog tersebut dimoderatori oleh Diah. Pada pembukaannya, Diah mengatakan kalau kebudayaan adalah ruh dari sistem kenegaraan. Kemudian, pembahasan dilanjutkan oleh pembicara.

Tepuk tangan peserta kerap meramaikan Nusantara, kala pentas seni ditampilkan. Seolah spirit budaya yang menjadi salah satu dari tujuan acara ini tercapai tuntas. Suara dan tarian bergumul silih berganti, menjadi enak untuk dipandang. Sementara itu, ketika pemateri mengeluarkan intonasi penyampaian dengan tegas dan berirama, seakan peserta tergerak untuk belajar dan terus berdialog. Tentu, hal ini juga merupakan tujuan yang ingin dicapai.

Untuk memberikan spirit berlipat kepada peserta, pada dialog kali ini juga memberikan beasiswa persemester untuk tiga orang. Masing-masing penerima beasiswa mendapatkan sertifikat dan uang pembinaan. Nama-nama penerima beasiswa Lawang Ngajeng kemarin adalah Ita Septiani, Soim dan Awan. Ketiga nama tersebut, layak mendapat beasiswa karena kreatifitas, kerja keras dan dedikasinya di Lawang Ngajeng. Menurut keterangan Pengasuh Lawang Ngajeng, Wahyu, pemberian beasiswa tersebut adalah bentuk penghargaan terhadap semangat intelektual, kreatifitas, sehingga diharapkan bisa memberikan motivasi untuk terus berkarya dan berdialektika.

Begitu juga dengan yang disampaikan ketua Lawang Ngajeng Yogyakarta, pada sambutannya mengatakan bahwa Lawang Ngajeng akan memanjakan kreatifitas mahasiswa dan beasiswa yang diberikan menjadi sumbangsih untuk menciptakan generasi yang tangguh dan selalu mentradisikan akedemik. Selain itu, Basyar juga menyayangkan tempat-tempat Cafe ataupun Kedai yang hanya digunakan untuk nongkrong, tanpa berdiskusi. Beasiswa tersebut, merupakan beasiswa rutin setiap setengah tahun sekali (persemester).

Lawang Ngajeng merupakan komunitas yang didirikan tahun 2009 oleh Wahyu NH. Aly di cafe Goeboex. Namun ketika itu, Lawang Ngajeng baru mengadakan kegiatan Mahabbah Budaya setengah tahun sekali dan bedah buku karya-karya Wahyu NH Aly dengan jumlah orang di dalamnya sekitar 150 orang. Dari perkembangannya, setelah Lawang Ngajeng mulai berkibar di daerah lain seperti Cirebon, Kebumen, dan Jakarta, daerah kelahirannya yakni Yogyakarta juga semakin masif mengagendakan beberapa acara sebagai bagian dari konstribusi terhadap mahasiswa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline