Lihat ke Halaman Asli

Aditya

Mahasiswa Sosiologi

Lucu, Tugu Anti Korupsi Dikorupsi

Diperbarui: 8 Desember 2017   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tugu anti korupsi Riau (Sumber Gambar: sulselekpres. Com)

Mahasiswa Universitas Riau kembali turun kejalanan, karena merasa terusik oleh kejadian korupsi yang lagi-lagi terjadi di bumi lancang kuning. Setelah tiga gubernur riau mendekam di dalam bui akibat kasus korupsi. Menurut Ibnu Santoso dalam buku Memburu Tikus-tikus Otonom, korupsi merupakan sebuah tindakan yang salah serta merugikan baik orang lain maupun negara.

Pembangunan tugu anti korupsi sendiri merupakan upaya pemerintah Provinsi Riau melawan korupsi, tugu yang diresmikan satu tahun silam bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) justru melahirkan "Prahara" Korupsi baru yang melibatkan 18 orang tersangka dan 13 diantaranya ialah ASN (Aparatur Sipil Negara). Anggaran yang dikeluarkan melalui APBD Riau sebesar 8 Miliyar dengan total kerugian negara mencapai 1,23 Miliyar.

Ini tentu sebuah ironi bagi Riau khususnya, karena telah mencetak ke gawang korupsi KPK sebagai Provinsi dengan pemain korupsi terbanyak. Dan rasanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pejabat pemerintah atau aparat sipil negara akan semakin turun drastis. Karena kepercayaan rakyat telah dikhianati oleh oknum-oknum tersebut.


Dalam buku Memberantas Korupsi Bersama KPK, Ermansjah Djaja menyebutkan terdapat berbagai faktor seseorang melakukan korupsi. Diantaranya ialah sistem penyelenggaraan Negara yang keliru, kompensasi PNS yang rendah, pejabat yang serakah, law enforcement tidak berjalan, hukuman yang ringan terhadap koruptor, tidak ada keteladanan pemimpin, pengawasan yang tidak efektif, budaya masyarakat yang kondusif KKN.

Selain dari Ermansjah juga memberikan solusinya agar korupsi di Indonesia dapat ditekan. Dan ada banyak caranya mulai dari hal kecil hingga yang kompleks. Pertama, membangun supremasi hukum dengan kuat. Kedua, menciptakan kondisifitas nyata disemua daerah. Ketiga, eksistensi para aktivis. Keempat, menciptakan pendidikan anti korupsi. Kelima, membangun pendidikan moral sedini mungkin. Pembekalan pendidikan religi yang intensif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline