Lihat ke Halaman Asli

Fosil Serbuk Sari: Cara Ilmuwan Menelusuri Sejarah Iklim di Bumi

Diperbarui: 25 Maret 2021   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paleobotanist NMNH Dr. Scott Wing & Dr. Vera Korasidis mengumpulkan sampel serbuk sari di Wyoming dari batu berusia 56 Juta tahun (dok. Dr. Jim Cornette)

Salah satu topik yang turut mewarnai panasnya perdebatan selama masa pemilihan presiden Amerika Serikat tahun ini adalah isu perubahan iklim.

Beberapa ahli iklim Amerika Serikat menjelaskan bahwa perubahan iklim yang terjadi di bumi saat ini sudah memasuki tahap serius dan mengakibatkan berbagai bencana alam yang lebih ekstrim daripada yang pernah terjadi sebelumnya, setidaknya itu yang saya tangkap selama mengikuti perbincangan para ahi iklim di media sosial Twitter delapan bulan terakhir.

Diskusi dan perdebatan tentang perubahan iklim memang cukup ramai akhir-akhir ini, terutama di kalangan internasional. Tapi pernahkah sahabat kompasiana bertanya-tanya, bagaimana cara ilmuwan mengetahui histori panjang pergeseran iklim yang terjadi di bumi kita? Bagaimana mereka merekonstruksi ekosistem purba sehingga bisa memperkirakan wujud alam kita di masa lalu dan membandingkannya dengan masa sekarang?

Dr. Vera Korasidis, seorang peneliti pascadoktoral di departemen paleobiology di National Museum of Natural History (NMNH) membagikan pengalamannya meneliti fosil serbuk sari untuk menelusuri sejarah iklim di bumi. Tulisannya dimuat di Smithsonian Magazine dengan judul asli "Tiny Fossils, Big Insight; How We Can Use Fossil Pollen to Understand Earth's Climate History" dan berikut ini adalah rangkuman berbahasa Indonesia yang saya susun dari artikel tersebut.

Fosil Serbuk Sari dan Sejarah Iklim di Bumi

Serbuk sari adalah bagian tanaman yang sangat penting karena digunakan untuk bereproduksi. Serbuk sari tanaman terbuat dari senyawa yang sangat kuat (sporopollenin) sehingga dapat bertahan selama ratusan juta tahun di permukaan bebatuan yang ditempelinya. Sebagai seorang palynologist, tugas Dr. Vera adalah mempelajari fosil serbuk sari dan spora fosil mikroskopis lainnya.

Untuk meneliti fosil serbuk sari, para ilmuwan, termasuk Dr. Vera,  mengambil sampel batu yang di dalamnya terdapat fosil serbuk sari dari alam terbuka, kemudian membawanya ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut. Sampel batu itu diperiksa menggunakan berbagai zat kimia. 

Fungsi zat kimia adalah untuk melarutkan bebatuan dan memisahkannya dari fosil serbuk sari. Setelah berhasil dipisahkan dari material batu, serbuk sari dipindahkan ke atas alas kaca dan diteliti menggunakan mikroskop bertenaga tinggi.

Butiran fosil serbuk sari berusia 56 juta tahun yang difoto menggunakan scanning electron microscope milik NMNH. (www.smithsonianmag.com)

Setiap tanaman memproduksi butiran serbuk sari yang berbeda-beda, dan di bawah mikroskop, perbedaan bentuk itu terlihat jelas dan memperlihatkan betapa bervariasinya bentuk serbuk sari yang ada di bumi ini. Para palynologist mempelajari berbagai jenis serbuk sari dan mendokumentasikan bentuk dan tampilannya secara cermat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline