Lihat ke Halaman Asli

Aditya Pramudia

Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 142

Angkringan di Jogja dengan Nuansa Slow Bar, Tradisi Bertemu Inovasi

Diperbarui: 20 Juni 2024   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

"Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan." Hal itu merupakan petikan karya puisi Joko Pinurbo.

Pulang adalah kata kunci yang merangkum betapa Jogja mampu menghadirkan kenangan manis dan kehangatan hingga memuat yang pulang pasti kembali lagi.

Rindu adalah perasaan yang mendalam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang Jogja. Dan angkringan, sebuah ikon kuliner Jogja, memiliki peran penting dalam membentuk identitas kota ini.

Seiring dengan perkembangan zaman, angkringan di Yogyakarta mengalami evolusi yang menarik. Angkringan, warung kecil yang dikenal dengan harga terjangkau dan kebersamaan di antara para pelanggannya, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kota ini.

Namun, baru-baru ini, konsep baru mulai muncul di tengah-tengah tradisi yang kental ini yaitu angkringan dengan nuansa slow bar.

Tradisi angkringan yang kental dengan cita rasa kopi tubruk dan jajanan khas seperti nasi kucing, sekarang mendapatkan sentuhan baru dengan pendekatan yang lebih modern.

Konsep semi cafe menghadirkan suasana yang lebih nyaman dan cocok untuk masyarakat yang menginginkan pengalaman bersantai sambil menikmati kopi berkualitas dan makanan ringan yang tetap menghormati cita rasa klasik angkringan.

Dokumentasi Pribadi

Hal inilah yang diterapkan angkringan berkonsep slow bar yang terletak di Yogyakarta, lebih tepatnya di timur UIN Sunan Kalijaga. angkringan ini tidak hanya menawarkan sebuah nuansa angkringan, tetapi sebuah citra rasa kopi yang sebenarnnya. 

Bhumi namanya, filosofi Bhumi diambil dari tempat tumbuhnya biji kopi, yaitu bumi, begitu asal namanya menurut Nicho selaku owner dari Bhumi.

Konsep dari angkringan ini adalah slow bar, karena berbeda dengan kebanyakan angkringan yang menggunakan kopi sachet, di mana Bhumi Coffe menggunakan biji kopi asli. Angkringan adalah sebuah budaya dan menggabungkannya dengan modernisasi maka akan menimbulkan sebuah keinovatifan.

Angkringan Bhumi didirikan pada tahun 2024. Bukan hanya sekadar berfokus untuk meraih omset, tetapi angkringan ini ingin memperkenalkan kopi kepada seluruh kalangan masyarakat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline