Lihat ke Halaman Asli

Knowing Who You Are

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo! Nama saya Aditya Nugraha Nurtantijo, saya adalah salah satu Returnee YES 2010-2011, sebuah program pertukaran pelajar, ke Amerika Serikat. Sebelum saya mulai cerita tentang pengalaman saya, saya punya satu pertanyaan yang dulu selalu saya tanyakan pada diri saya sebelum saya pergi.

“Seandainya kamu punya kesempatan buat pergi satu tahun dan tinggal luar negeri, apa yang kamu cari?”

Sebagian teman saya bilang itu sia-sia, bikin saya mundur satu tahun. Sebagian yang lain bilang itu asik banget, kesempatan buat jalan-jalan keliling dunia. Sebagian yang lain bilang itu kesempatan berharga buat karir saya di masa depan. Tapi buat saya, jauh lebih penting dari itu, ini adalah pencarian diri saya.

Mungkin terdengar berlebihan banget kalo satu tahun dalam hidup bisa dijadiin patokan buat mencari jati diri kita. Tapi ternyata banyak banget hal yang saya dapetin dalam satu tahun di USA kemarin, mungkin jauh lebih banyak dibanding seluruh hidup saya di Indonesia. Bukan karena di Indonesia saya gak bisa dapetin apa-apa, tapi karena saat kita jauh dari comfort zone kita, banyak banget hal kecil tapi penting banget yang selama ini kita abaikan.

Oke sekarang ceritanya.

Setahun kemarin saya habiskan di Silver Creek, NY, USA. Sebuah kota kecil di Western New York, dekat Niagara Falls. Tujuan paling pertama saya adalah main American Football! Ya, bener banget! American Football udah jadi obsesi saya sejak masih kelas X SMA, dan salah satu mimpi saya adalah bisa bermain di stadion NFL (liga pro American Football). Waktu itu banyak temen saya yang ngetawain dan bilang saya freak karena terlalu tergila-gila sama hal yang gak realistis, biarinlah, whatever they say. Dan betapa senangnya waktu saya tahu kalo ternyata saya bisa main American Football di Silver Creek High School. Bukan apa-apa, tapi kebanyakan anak Asia lainnya tidak diperbolehkanuntuk bermain American Football berhubung ini olahraga yang cukup physical dan terutama karena postur orang Asia yang kecil. Beruntung saya punya badan besar, akhirnya saya gabung dengan klub American Football Silver Creek, Silver Creek Black Knights.

Awalnya saya cuma berharap saya bisa jadi bagian dari tim, mungkin ya ngebantuin, ato ikut latihan, apapun deh. Di awal, saya keteteran dengan mereka yang udah main American Football selama belasan tahun, tapi akhirnya saya cukup baik juga dan akhirnya pelatih selalu ngasih saya kesempatan main tiap pertandingan.

Saya ingat saat pertama saya ikut main. Saat pelatih berteriak, “Get in there, Adit!”. Jantung saya berdebar-debar, langsung saya berlari ke barisan line yang sudah siap melakukan defense, disinari field’s light yang memancarkan cahaya ke seluruh lapangan di kegelapan, diiringi oleh tepuk tangan yang sangat meriah dari penonton, semua teman-teman, dan keluarga yang tahu ini adalah pertama kalinya saya bermain. Saat itulah saya tahu dan yakin, bahwa mimpi apapun dapat kita raih, entah apapun caranya. Yang kita perlukan hanyalah tangan yang berbuat lebih banyak dari biasanya, kaki yang melangkah lebih banyak dari biasanya, juga otak yang berpikir lebih banyak dari biasanya.

Ternyata belum sampai situ saja, Silver Creek Black Knights terus melaju hingga babak final yang diadakan di Ralph Wilson Stadium, New York. Saya ingat saat saya melangkah ke locker room dan tersadar bahwa di locker room inilah ruang ganti para pemain Pro NFL. Kemudian kami melangkah ke turf yang sangat halus, berbeda dengan lapangan biasa. Kemudian menatap ke atas stadion yang diramaikan penonton, juga big screen yang menampilkan wajah seluruh pemain.

Kami mengakhiri permainan dengan kemenangan 21-14 yang berarti kami adalah Western New York Sectional Champions! Mimpi kecil untuk sekedar menjadi bagian dari tim berubah menjadi pemenang dari sebuah kompetisi. Bahkan saya dapat melangkahkan kaki di NFL Stadium, yang mungkin adalah hal yang sangat langka untuk pelajar SMA dari Indonesia. Sometimes it’s too good to be true, but it is true.

Tentu saja tahun saya tidak hanya diisi dengan American Football. Setelah bertemu dengan banyak sekali orang yang berbeda pandangan, agama, pendapat, cara hidup, bahkan sekedar sense of humor, saya menyadari betapa berharganya semua teman yang saya miliki.

Saya pernah menulis sebelumnya di blog saya, pelajaran paling berharga yang saya dapatkan dari tahun AFS saya adalah “Family and Love is two most powerful things in the world”

Family yang saya maksud di sini adalah semua orang yang dekat dengan kita, yang dapat mendorong kita untuk selalu jadi lebih baik. Semua orang yang berjalan di samping kita, mendorong kita untuk maju saat kita ragu, dan membantu kita untuk naik saat kita jatuh. This is the true meaning of Family. And when the whole world feels like family, world will never be better than that.

Dan tentu saja Love yang saya maksud di sini bukan sekedar basa-basi aja. Rasa cinta, sayang dan peduli terhadap sesama diwakili oleh kata ini. Bisa dibilang host family saya benar-benar mengajarkan Power of Love buat saya. Mereka menerima saya yang sebenarnya orang asing, dengan sangat terbuka. Mengajarkan saya dengan tulus bagaimana cara bertahan, dan mendukung semua yang saya lakukan di USA untuk membuat saya menjadi lebih baik. Bahkan, hostdad saya mengalami kecelakaan saat ski yang membuat mereka mendapatkan sedikit kesulitan finansial, tapi dengan tegas mereka mengatakan tetap akan mempertahankan saya di rumah itu dan semuanya terserah saya untuk pindah ke keluarga lain atau tidak. Tentu saja saya memilih untuk tinggal dan membantu hostdad saya juga semuanya.

Saya ingat saat hari terakhir saya di rumah. Saya menyerahkan sebuah buku kenangan untuk mereka, sekumpulan foto-foto kegiatan yang kami lakukan bersama-sama selama setahun ini. Kami semua menangis, tapi kami tahu bahwa kami akan bertemu lagi. Mereka yang merawat saya selama satu tahun, sama berartinya bagi saya dengan orangtua yang merawat saya selama ini.

AFS memberikan sangat banyak, mungkin terlalu banyak. Tapi semua itu adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan, pengalaman yang membuat saya sadar akan hal-hal kecil di sekeliling saya. Yang pasti, saya berhutang sangat besar atas semua kesempatan yang diberikan kepada saya. Karena itu, jangan pernah ragu untuk meninggalkan rumah dan melihat tempat lain.

Why? Because you might find home, that far away from home.

Jelajahi dunia dan carilah jati dirimu.

-Explore the World, Explore Yourself-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline