Lihat ke Halaman Asli

Pertarungan Politik-Ekonomi Negara Maju vs Negara Berkembang

Diperbarui: 18 Maret 2017   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden AS, Donald Trump melakukan proteksi ekonomi dalam negeri secara ketat (inquisitr.com)

Berbagai cara dilakukan oleh sebuah negara untuk melindungi kepentingan ekonominya. Misalnya Amerika Serikat saat ini, di bawah rezim Donald Trump melakukan proteksi ekonomi ketat, dengan slogannya ‘Make America Great Again’ dan ‘America First’. Salah satunya dengan mengenakan pajak super tinggi untuk komoditas impor guna melindungi produk dalam negerinya.

Selain melalui pendekatan regulasi guna meraih hegemoni ekonomi, sejumlah negara juga melakukan pendekatan diplomatis dengan melancarkan sentimen negatif terhadap para kompetitor. Kampanye semacam ini umumnya dilakukan oleh negara maju, karena mereka tahu potensi ekonomi negara berkembang dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hegemoni mereka.

Industri rokok misalnya, melalui kampanye anti-rokok yang diorganisir oleh brand rokok ternama dari Amerika dan Eropa telah berhasil menggerus industri rokok kretek lokal Indonesia secara signifikan. Bila ada pelaku industri kretek lokal yang bertahan, mayoritas sahamnya pun telah dimiliki brand asing.

Kampanye berkedok Go Green, paperless, dan semacamnya juga kerap menjadi salah satu taktik politik-ekonomi negara maju untuk membendung laju pertumbuhan industri kehutanan dan perkebunan negara berkembang, termasuk Indonesia. Seolah bahwa industri kita masih menebang hutan alam secara serampangan sebagai bahan baku. Padahal, praktik menanam secara berkelanjutan sudah diterapkan oleh industri kehutanan dan perkebunan kita.

Meluruskan Persepsi

Berbicara industri pulp dan kertas, ada dua persepsi umum yang berkembang di kalangan masyarakat awam. Pertama, pelaku industri pulp dan kertas adalah pelaku perusakan lingkungan karena menebang hutan alam secara serampangan. Kedua, industri kertas adalah penanggung jawab utama terjadinya kebakaran hutan. Mari kita periksa fakta yang terjadi di lapangan.

Pertama, industri pulp dan kertas nasional memperoleh bahan baku utamanya dari proses pembibitan dan penanaman pohon secara berkelanjutan di area khusus yang disebut Hutan Tanaman Industri (HTI), bukan dari hutan alam.

Tudingan bahwa industri kertas turut menjadi biang keladi kebakaran hutan juga tidak berdasar. Pasalnya, bahan utama dalam produksi pulp dan kertas justru berasal dari pohon, yaitu akasia dan eukaliptus. Dilihat dari segi manapun, baik bisnis maupun ekologis, adalah mustahil untuk merusak/membakar aset sendiri. Ibarat industri tekstil yang dituduh membakar pohon kapas, atau industri rokok dituding membakar pohon tembakau. Ini logika yang sulit dinalar.

Intervensi pihak asing yang membayangi industri pulp dan kertas nasional juga berasal dari kampanye negatif sejumlah kelompok yang disinyalir bermotif persaingan bisnis global.

Salah satu kampanye negatif produk pulp dan kertas Indonesia yang cukup dahsyat memengaruhi kinerja industri adalah seruan Rainforest Action Network (RAN) untuk memblokir produk hasil kehutanan Indonesia.

Tudingan perusakan lingkungan yang tidak berdasar untuk menerapkan kebijakan pemblokiran produk Indonesia sangat tidak berimbang. Faktanya, banyak pelaku industri kehutanan di Indonesia yang melakukan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline