Sebuah tantangan dilontarkan Prabowo Subianto pada debat perdana capres-cawapres tanggal 9 Juni 2014 lalu. Bukan ditujukan kepada Joko Widodo dan bukan pula kepada Jusuf Kalla, tantangan itu malah diarahkan kepada Wiranto.
“Tanya atasan saya” begitu bunyi tantangan Prabowo menjawab pertanyaan Jusuf Kalla mengenai kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melibatkan dirinya.
Asosiasi publik akan sosok 'atasan' langsung terbentuk setelah mendengar jawaban Prabowo Subianto. Publik meyakini bahwa yang disebut Prabowo sebagai ‘atasan’ itu adalah Wiranto. Pada saat kasus penculikan dan pembunuhan 13 aktivis pro demokrasi yang terjadi tahun 1997-1998 itu mencuat ke permukaan, Prabowo Subianto menduduki jabatan sebagai Panglima Kostrad sedangkan Wiranto menduduki jabatan sebagai Panglima ABRI sehingga jelas atasan Prabowo Subianto saat itu adalah Wiranto.
[caption id="attachment_329995" align="aligncenter" width="465" caption="Wiranto menjawab tantangan Prabowo (republika.co.id)"][/caption]
Wiranto menjawab “tantangan” Prabowo dengan menggelar jumpa pers pada Kamis, 19 Juni 2014 berlokasi di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran pukul 12.30 WIB. Poin utama jawaban Wiranto adalah:
- Prajurit yang diberhentikan dengan hormat adalah mereka yang sudah habis masa tugasnya atau menderita sakit kronis sehingga tidak mampu lagi menjalankan tugas. Sedangkan prajurit yang diberhentikan dengan tidak hormat adalah mereka yang melanggar sapta marga dan melanggar hukum. Pernyataan ini sejalan dengan Keputusan DKP, dan dengan demikian Wiranto mengkonfirmasi bahwa Prabowo Subianto memang dipecat dari militer.
- Terdapat prajurit yang melakukan pelanggaran terhadap kebijakan Panglima ABRI (Pangab) dengan melakukan penculikan. Dalam kapasitasnya sebagai Pangab , Wiranto melakukan pengusutan dan penghukuman terhadap mereka yang terlibat dalam pelanggaran tersebut.
- Terdapat pihak-pihak yang menjadi dalang kerusuhan dan mengambil keuntungan dari kerusuhan, penculikan, dan penembakan yang terjadi pada tahun 1997-1998.
Prajurit yang melakukan pelanggaran terhadap kebijakan Panglimadan mengambil keuntungan dari kerusuhan, penculikan, dan penembakan sebagaimana dinyatakan Wiranto tersebut terindikasi kuat sekali mengarah ke Prabowo Subianto. Mengapa?
- Prabowo menyatakan hanya melakukan perintah atasan, sementara Wiranto dan Keputusan DKP menyatakan sebaliknya yaitu Prabowo cenderung pada kebiasaan mengabaikan hierarki dan diperkuat oleh pernyataan Wiranto bahwa terdapat pelanggaran terhadap kebijakan Panglima.
- Prabowo tercatat pernah menggerakkan pasukan Kostrad dari berbagai daerah ke Jakarta tanpa sepengetahuan Wiranto sebagai Panglima ABRI. Saat itu Wiranto segera melapor kepada Presiden BJ Habibie dan berujung dicopotnya Prabowo sebagai Panglima Kostrad. Kondisi negara pada transisi alih presiden dari Soeharto ke BJ Habibie merupakan kondisi rawan pengambilalihan kekuasaan. Militer menjadi pihak yang paling memungkinkan untuk melakukan pengambilalihan itu dan inilah yang coba dilakukan Prabowo dengan menggerakkan pasukan Kostrad ke Jakarta.
- Prabowo Subianto sejak muda sudah memiliki ambisi menjadi presiden. Tempaan akademi militer membuat Prabowo menguasai taktik dan strategi dengan fasih. Gabungan penguasaan strategi pertempuran dan ambisi menjadi presiden membuat sosok Prabowo Subianto menjadi mengerikan. Betapa tidak, dalam sebuah forum pertemuan dengan Pemuda Panca Marga jelang Konvensi Partai Golkar tahun 2004 silam, Prabowo Subianto berujar bahwa strategi mengajarkan kalau perlu rampoklah tetanggamu yang sedang kesusahan. (videonya bisa dilihat di sini).
- Prabowo menggunakan kitab perang klasik Tiongkok yang berisi serangkaian strategi dalam politik, perang, dan interaksi sipil. Inilah kitab yang dipuja dan dipakai Prabowo untuk meraih tujuan-tujuannya. Salah satunya dengan "loot the burning house" atau "merampok rumah yang sedang terbakar" demi meraih keuntungan pribadi. Prabowo menjabarkan strategi loot the burning house dengan mengatakan “jika rumah seseorang sedang terbakar, gunakan kesempatan daripada kekacauan yang timbul, untuk mencuri harta kekayaannya”. Dengan demikian Prabowo menjawab sendiri siapa dalang yang dimaksud Wiranto dalam pernyataannya Kamis (19/6) kemarin dan mengkonfirmasi alasan dibalik pergerakan pasukan Kostrad sebagaimana poin 2 di atas.
[caption id="attachment_329997" align="aligncenter" width="838" caption="Prabowo dan Kostrad, 1998 (kompas.com)"]
[/caption]
Prabowo Subianto mengingatkan kita pada filsuf sekaligus politisi ternama dari Italia bernama Machiavelli yang mengajarkan bahwa cara-cara dan tindakan serta praktik politik kekuasaan hendaknya jangan disangkutpautkan dengan etika moralitas. Buku Il Principe atau The Prince karya Machiavelli yang mendunia itu merekomendasikan penggunaan kebengisan, pengkhianatan, kekejaman, dan “cara-cara iblis” demi meraih kekuasaan politik.
[caption id="attachment_329998" align="aligncenter" width="424" caption="Niccolo Machiavelli (iicedimburgo.esteri.it)"]
[/caption]
Machiavelli pernah berkata “seorang pemimpin lebih baik ditakuti daripada dicintai”. Apa yang dilakukan dan ditunjukkan oleh Prabowo Subianto mencerminkan bahwa ia adalah seorang Machiavellian atau penganut Machiavellisme yang sejati. Ia tidak segan-segan untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai ambisinya meraih kekuasaan politik, cita-citanya sejak muda.
Indonesia bukan sekali dirajam oleh rejim otoriter dengan semangat serupa. Pembantaian demi pembantaian, penculikan, dan pemberangusan kemerdekaan publik adalah mimpi kelam yang tidak ingin kita alami lagi. Keputusan kita di Pemilu kelak akan menentukan apakah kita masih ingin memberi kesempatan pada rejim penindas untuk berkuasa ataukah memberi jalan pada peningkatan harkat kemanusiaan yang memuliakan kehidupan sesama.
Pilihan di tangan kita.
[caption id="attachment_329999" align="aligncenter" width="551" caption="Prabowo berbicara tentang strategi jelang Konvensi Golkar, 2004 (capture engagemedia.org)"]
[/caption]
(Catatan: versi lengkap video Prabowo Subianto di atas dapat dilihat di sini , scene pidato Prabowo dimulai pada menit 39, detik 56).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H