Reklamasi mungkin bukan hal yang asing dilakukan di dunia ini. Untuk di Indonesia sendiri, walaupun mempunyai daratan yang sangat luas, namun ternyata tetap ada juga kegiatan reklamasi daratan yang terjadi di negeri ini.
Secara harfiah, reklamasi sendiri memiliki pengertian yakni sebuah upaya perluasan daratan dengan cara membuka daratan baru di kawasan pesisir dengan cara menimbun laut dengan material tertentu seperti tanah, pasir, bebatuan dan sebagainya. Atau dengan kata lain, kegiatan reklamasi yakni mengubah wilayah perairan menjadi wilayah daratan.
Reklamasi di Teluk Benoa, Kabupaten Badung, Provinsi Bali ini sendiri mulai diberikan izin pada 26 Desember 2012 oleh Gubernur Bali kala itu yakni I Made Mangku Pastika. Izin tersebut diberikan kepada PT. Tirta Wahana Bali Internasional untuk melakukan reklamasi di kawasan perairan Teluk Benoa.
Penerbitan izin oleh Gubernur Bali tersebut dianggap menyalahi Perpres No 45 Tahun 2011 yang mana dalam peraturan tersebut sudah tercantum bahwa kawasan Teluk Benoa adalah kawasan konservasi.
Karena statusnya sebagai kawasan konservasi, maka jika merujuk pada Perpres No 122 Tahun 2012, kawasan konservasi dilarang untuk dilakukan program reklamasi. Jika reklamasi di Teluk Benoa dipaksakan untuk dilanjut, maka berpotensi menciptakan berbagai kerusakan lingkungan.
Untuk ForBALI sendiri merupakan singkatan dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi. Gerakan sosial ini terdiri dari gabungan antara masyarakat sipil, masyarakat adat, Mahasiswa, LSM, seniman, pelaku pariwisata, dan sebagainya. Gerakan sosial ini hadir karena menganggap bahwa wacana reklamasi Teluk Benoa adalah suatu keputusan yang merugikan dan mengancam kelestarian ekosistem di Bali.
Gerakan ForBALI pun mengendus bahwa pemerintah dan investor saling bersenkongkol untuk melakukan propaganda bahwa di Teluk Benoa tersebut terjadi pendangkalan dan sedimentasi.
Namun, solusi yang ditawarkan pemerintah dan investor tersebut dianggap tidak rasional karena membuat pulau-pulau baru adalah bukan solusi yang tepat untuk menghindari pendangkalan dan sedimentasi. Justru dengan adanya reklamasi tersebut, hanya menguntungkan bagi segelintir orang namun dampaknya terhadap ekosistem luar biasa destruktif.
Gerakan perlawanan ForBALI ini termasuk dalam kategori gerakan sosial karena sesuai dengan pengertian gerakan sosial yang dikemukakan oleh Cohen yakni “Gerakan sosial merupakan sebuah aksi yang dilakukan oleh sejumlah orang yang terorganisir dengan adanya tujuan pokok yakni untuk merubah atau mempertahankan suatu unsur tertentu dalam kehidupan masyarakat”.
Gerakan ForBALI ini sudah jelas memiliki tujuan tertentu yakni untuk mempertahankan suatu unsur dalam masyarakat. Unsur yang dimaksud adalah kawasan Teluk Benoa yang merupakan kawasan konservasi. Gerakan ForBALI ini tidak ingin adanya perubahan unsur Teluk Benoa menjadi kawasan bisnis yang hanya menguntungkan bagi para investor atau konglomerat saja tanpa memikirkan aspek kelestarian lingkungan.
Dari sisi karakteristik gerakan sosial, gerakan ForBALI ini mencakup dalam aspek-aspeknya yakni adanya hubungan konfliktualitas yang jelas. Dalam kasus ini, pihak yang berkonflik adalah elemen masyarakat Bali melawan pemerintah dan investor.