Gunung Kidul, sebuah dataran tinggi yang tersembunyi di sudut Yogyakarta, memiliki pesona alam yang tak tertandingi. Di tengah gemuruh ombak yang bertabrakan dengan pantai selatan, terdapat sebuah perjalanan mengharukan yang tengah ditempuh oleh masyarakat Dusun Tekik, Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari. Di daerah ini, terletak sebuah mushola yang merangkak menuju perubahan, tak hanya dalam fisik, tetapi juga dalam jiwa dan semangat.
Dusun Tekik, tempat yang damai dan sejuk, menjadi tempat bagi sebuah perjalanan berharga. Terletak di Kecamatan Saptosari, salah satu dari 14 kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, tempat ini adalah rumah bagi masyarakat yang tulus dan ramah. Dusun ini menghadap keindahan laut selatan serta kekayaan alam yang menghijau. Di balik keindahannya, terdapat cerita yang mengharukan tentang bagaimana sebuah tempat ibadah, mushola, tengah berusaha untuk mengukir jejak baru dalam perjalanan panjangnya.
Kisah ini dimulai dengan bangunan tua yang telah lama menjadi tempat jemaah beribadah. Seiring berjalannya waktu, usia serta cuaca meninggalkan jejak yang tak terelakkan. Warna cat yang kusam dan dinding yang keropos menjelma menjadi gambaran dari masa lalu yang perlahan menghilang. Namun, masalah fisik hanyalah bagian kecil dari permasalahan ini. Ketika arah kiblat, petunjuk penting bagi setiap muslim dalam beribadah, tergeser dari posisi yang seharusnya, masyarakat Dusun Tekik merasa perlunya suatu perubahan.
Menghadapi tantangan ini, masyarakat Dusun Tekik bersama-sama memutuskan untuk membangun ulang mushola mereka. Langkah pertama adalah menyatukan tekad dan semangat untuk melakukan perubahan yang lebih besar. Namun, di tengah keterbatasan dana dan sumber daya, semangat gotong-royong menjelma menjadi katalisator utama dalam perjalanan ini. Ibu-ibu, bapak-bapak, dan anak-anak---semuanya ikut terlibat dalam proyek ini dengan cara masing-masing. Ada yang menggotong material, ada yang membantu dalam koordinasi, dan ada pula yang berperan dalam penggalangan dana.
Swadaya masyarakat menjadi pondasi yang kuat dalam perjalanan ini. Dari langkah pertama hingga akhir, setiap bagian dari masyarakat Dusun Tekik memiliki andil dalam upaya ini. Pagi-pagi buta, suara palu dan sekop bergantian menggetarkan tanah. Di tengah kerja keras ini, terselip pula nilai-nilai gotong-royong dan semangat kolektif yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia. Meski dana terbatas, semangat tak pernah kendor.
Dalam kondisi yang sederhana, masyarakat Dusun Tekik memberikan inspirasi bagi kita semua. Mereka tak hanya membangun kembali mushola secara fisik, tetapi juga membangun semangat kebersamaan dan keikhlasan. Setiap langkah yang diambil adalah perwujudan dari tekad untuk membangun sesuatu yang lebih baik, bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga bagi generasi mendatang.
Proses pembangunan ini adalah perjalanan yang penuh makna. Dalam setiap pukulan palu, dalam setiap lelehan keringat, ada cerita tentang perjuangan dan pengorbanan. Ada harapan yang terukir dalam setiap bata yang diletakkan, dan ada impian yang memandu setiap langkah. Mushola yang kini tumbuh di Dusun Tekik adalah simbol dari semangat perubahan, dari tekad untuk menghadirkan tempat ibadah yang lebih layak bagi masyarakat.
Dalam akhirnya, kisah ini adalah cerita tentang bagaimana kerja keras, kebersamaan, dan tekad yang kuat mampu merubah sesuatu yang rapuh menjadi sesuatu yang kokoh. Di tengah keterbatasan, masyarakat Dusun Tekik berhasil membuktikan bahwa semangat gotong-royong adalah sumber kekuatan yang tak ternilai. Bangunan mushola yang sedang dibangun tidak hanya akan menjadi tempat beribadah, tetapi juga simbol dari semangat kebersamaan, kesungguhan, dan harapan yang diwujudkan dalam setiap bata yang diletakkan. Sebuah karya yang tak hanya memancarkan cahaya spiritual, tetapi juga cahaya semangat yang memancar dari masyarakat Dusun Tekik, Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul, dan mungkin juga untuk kita semua.
Untuk para donatur yang berkenan untuk mendonasikan jariyahnya bisa langsung datang ke lokasi atau hubungi penulis.