Lihat ke Halaman Asli

Aditya

Dosen Farmasi Universitas Gunadarma

Alergi Obat Masih Menjadi Salah Satu Masalah Serius

Diperbarui: 26 Agustus 2024   01:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Reaksi Alergi (Sumber: https://profngoerahhospitalbali.com)

Kebahagian dan semangat kemerdekaan harus terhenti pada seorang remaja berumur 13 tahun asal Palembang. Di hari yang berbahagia untuk negera yang dianggap dewasa dan bisa mengurusi warganya ternyata belum sepenuhnya terurus oleh sang penguasa. Belum lama ini berbagai media massa sedang menyoroti kasus seorang siswi SMP di Palembang yang mengalami kebutaan setelah berobat ke bidan yang berada di daerah tempat tinggalnya.

Dikutip dari Kompas.com kejadian bermula ketika seorang remaja berumur 13 tahun tersebut mengalami demam dan mual disertai muntah lalu Ibunya berinisiatif untuk membawa anaknya berobat ke seorang bidan yang tak jauh dari kediamannya. Setelah diperiksa, remaja tersebut diberikan enam jenis obat untuk mengatasi gejala yang dirasakan.

Reaksi Alergi (Sumber: https://profngoerahhospitalbali.com)

Dikutip dari detik.com remaja 13 tahun tersebut merasakan tubuhnya seperti melepuh setelah meminum enam jenis obat yang diresepkan tiga kali sehari. Setelah beberapa hari kemudian kondisinya semakin parah karena kulit yang terasa seperti melepuh telah menjalar ke seluruh tubuh. Selain itu, dibagian mata terdapat ruam merah di sekitarnya dan kelopak mata sulit untuk dibuka kembali. Setelah mendapat rekomendasi dari tetangganya seorang Ibu remaja tersebut membawa anaknya ke rumah sakit untuk diperiksa. Pihak rumah sakit mengonfirmasi bahwa kondisi yang sedang dialami oleh seorang remaja tersebut adalah alergi obat.

Dilansir dari Human Care Journal (Gusman, S.C & Reveinal, 2020), World Health Organization (WHO) mendefinisikan alergi obat sebagai reaksi hipersensitivitas yang ditandai oleh reaksi imunologi, yang diperantarai IgE atau sel T, dan terkadang oleh kompleks imun atau reaksi sitotoksik. 

Ahli farmakologi asal Indonesia Apoteker Rahmat Hidayat Syah dalam akun media sosialnya menjelaskan bahwa jangan pernah main-main dengan alergi obat karena reaksi alergi bukan hanya bibir bengkak atau kulit gatal tetapi bisa mengancam nyawa. Selain itu, Ia mengonfirmasi bahwa kejadian yang terjadi pada remaja 13 tahun tersebut merupakan alergi obat.

Dilansir dari media sosial @apoteker_rahmato seorang ahli farmakologi asal Indonesia tersebut menjelaskan bahwa obat dapat menyebabkan alergi karena dalam tubuh kita ada protein yang dibentuk dari DNA dan beberapa jenis protein ini bisa mengikat molekul obat. Produk hasil reaksi pengikatan protein terhadap molekul obat akan dianggap sebagai benda asing di dalam tubuh sehingga mengaktifkan sistem imun. Reaksi alergi berupa bengkak, ruam dan yang lainnya merupakan akibat dari aktifnya sistem imun. Dalam keadaan berat misalnya pada obat amoksisilin bisa menyebabkan kulit terbakar, kebutaan, gagal nafas bahkan kematian. Dalam konten video unggahannya tersebut diberikan juga daftar obat yang berpotensi menyebabkan alergi diantaranya, amoksisilin, sulfametoksazol, sefadroksil, asam mefenamat, ibuprofen, parasetamol, kaptopril, allopurinol, furosemid, obat anastesi, morfin, insulin, obat HIV, propranolol, dll. Dalam video unggahan yang sama ahli farmakologi tersebut mengingatkan bahwa jangan pernah dapatkan obat sembarangan, pastikan untuk mengetahui status alergi terhadap obat terlebih dahulu sebelum meminumnya.

Dilansir dari laman National Library of Medicine tentang Overview: Drug allergies dijelaskan bahwa deskripsi gejala biasanya tidak cukup untuk memastikan apakah seseorang memiliki alergi obat atau tidak karena gejalanya sering kali mirip dengan gejala yang disebabkan oleh efek samping selain obat misalnya ruam kulit dapat disebabkan oleh banyak kondisi medis dan alergi lainnya. Ada berbagai jenis tes alergi yang dapat dilakukan di rumah sakit diantaranya,

  • Tes kulit: Obat tertentu yang memiliki potensi sebagai alergen dibuat larutan kemudian dioleskan di lengan bawah lalu kulit ditusuk dengan lembut sehingga larutan dapat masuk ke dalam kulit. Kulit kemudian diamati untuk melihat apakah berubah menjadi merah atau gatal dan timbul benjolan.
  • Tes tempel: Zat (obat tertentu) yang diduga menyebabkan alergi dibuat dalam bentuk sediaan tempelan (patch) dan ditempelkan pada kulit, setelah satu atau dua hari kemudian dilepas untuk melihat apakah ada tanda-tanda reaksi alergi.
  • Tes darah: Sampel darah diambil dari vena di lengan untuk mengetahui apakah tubuh telah membuat antibodi terhadap suatu obat.
  • Tes provokasi: Orang yang diduga memiliki alergi obat diberikan sejumlah kecil obat, dan jumlahnya kemudian ditingkatkan. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah obat tersebut dapat memicu reaksi alergi. Tes provokasi terkadang dapat menyebabkan reaksi alergi yang parah sehingga harus dilakukan di bawah pengawasan dokter di rumah sakit dan dapat memakan waktu beberapa hari. Namun, tes provokasi tidak dapat dilakukan untuk beberapa obat, atau jika ada risiko terjadinya reaksi tertentu terkadang mengancam jiwa.

Kementrian Kesehatan RI mengidentifikasikan bahwa sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan merupakan salah satu pilar dalam transformasi kesehatan. SDM yang berkualitas akan meminimalisir terjadinya malpraktik di bidang kesehatan. Selain itu, SDM yang kompeten diharapkan mampu mengedukasi masyarakat untuk melakukan tindakan preventif terhadap suatu penyakit. Negara dengan warganya yang cerdas dan sehat merupakan kunci untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline