Lihat ke Halaman Asli

Aditya Abimanyu

Universitas Jember

Di Balik Alam yang Terawat

Diperbarui: 8 November 2020   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indahnya puncak Gardu Pandang Tieng di atas awan/ Dok : tieng-kejajar.wonosobokab.go.id

Pagi itu terasa menggigil layaknya di musim dingin kebanyakan negara Eropa pada umumnya. Ternyata diriku masih terdampar di ruang lingkup kota dengan julukan 'negeri sejuta pesona dan budaya', namanya Dieng, kalo kata orang dahulu sih mengartikan sebuah nama Dieng adalah daerah pegunungan tempat dewa dewi bersemayam.

Pertama ke sana ku kira Dieng adalah Tembok Besar China, ternyata dugaan ku salah. Batu gede itu yang dinamakan dengan candi Arjuna. Wow beda banget bukan, tapi jujur pertama aku melihat bangunan tersebut ku kira Tembok Besar China.  

Sore itu ketika matahari melambaikan tanganya menandakan bahwa tugasnya sudah selesai. Aku mengelilingi Dieng bersama pamanku yang waktu itu berusia kepala tiga. 

Kata pamanku hidup di Dieng adalah suatu anugerah terbesar yang tuhan berikan kepadanya. Anugerah yang mungkin pamanku kenang dari kekasih lamanya.

"Tuhan menciptakan Dieng adalah bentuk kekuasaan-Nya agar kita selalu merawat bumi dengan tulus", kata pamanku sembari menghirup tebalnya kabut di puncak Gardu Pandang Tieng.

"Lalu kenapa kita harus merawat bumi ini, toh Tuhan bisa mengurusinya sendiri ?", tanyaku dengan polos yang waktu itu masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.

"Kalau nenek moyang mu tidak mengurusi bumi sebaik ini, lalu bagaimana nasib mu apakah harus tinggal di Pluto agar tak repot merawat bumi ini lagi?", pangkas pamanku.

Sejenak ku berfikir apa yang dikatakana pamanku waktu itu ternyata benar juga. Jika bukan manusia yang merawat bumi ini, toh  siapa lagi. Apakah harus mengandalkan diamnya tumbuhan yang terbatas dalam gerak piluknya. Apakah harus mengandalkan egoisnya hewan yang bahkan tak saling mengenal satu sama lain.

Manusia di ciptakan oleh Tuhan adalah untuk menjadi pemimpin di bumi, bukan untuk mejadi perusak. Ajaib rasanya ku mengenal bumi lewat kuasa Tuhan yang belum semuanya ku ketahui.

Terkadang rasa keluh ini amatlah panjang ketika suatu tujuan yang kita raih sulit digapai. Ternyata di balik alam yang terawat ini banyak manusia yang peduli dengan keadaanya. Sudah saatnya kita mencintai bumi ini untuk keberlangsungan masa depan kelak yang lebih baik lagi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline