Ada moment penting yang selalu ditunggu olrh para buruh setiap mendekati akhir tahun,. Tepatnya di bulan November. Karena pada bulan tersebut saat itu ada pengumuman dari pemerintah, yang menentukan kelangsungan hidupnya. Masa depan keluarganya. Yaitu pengumuman penetapan Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) yang ditetapkan oleh para Gubernur di masing masing propinsi.
Setiap pengumuman itu datang, akan ditanggapi dengan tingkat uporia yang berbeda oleh para buruh. Ketika upah Minimum kabupaten yang ditetapkan cukup besar prosentasenya kenaikannya, maka para buruh menyambutnya dengan suka ria. Sementara ketika kenaikan itu , kecil prosentasenya, perasaan senang tetap ada. Tetapi hanya ungkapan kesenangan yang sekedarnya saja. Biar tidak terkesan orang yang tidak mensyukuri nikmat.
KELOMPOK BURUH PENERIMAN SEDIKIT MANFAAT KENAIKAN UMK
Namun, dalam sejarah panjang penetapan UMK itu ada kelompok buruh yang tidak pernah mengungkapkan kegembiraanya. Mereka merasa ada dan tidaknya pengumuman itu , tak ada pengaruhnya buat mereka. Tetap saja, mereka menjalani pekerjaanya dengan ada atau tidaknya aturan UMK itu. Mereka itu seperti tidak ada suaranya sama sekali . Padahal mereka banyak jumlahnya. Jangan jangan justru lebih banyak dari yang menerima dampak pemberlakuan kenaikan UMK yang baru tersebut.
Mereka menjalani keadaanya selama ini , dengan hanya bisa pasrah. Mereka seperti sudah tidak memiliki kekuatan untuk mengatakannya lewat bibirnya. Suaranya hanya tersimpan rapat dalam hati. Mereka sudah sampai pada tingkat kondisi tuntutan, seharusnya suara mereka diketahui, meski mereka tidak bersuara. Karena mereka bisa ditemukan di mana saja. Dan Kapan saja. Dari daerah yang elit sampai yang yang terpencil. Asalkan mau mendengar dan melihat dengan hati. Dan mengembangkan rasa empati dengan keadaan sekitar.
Mereka adalah para pekerja informal. Yang memperoleh pendapatan dari ikut bekerja kepada seseorang yag termasuk kelompok usaha industri mikro atau kecil. Atau industry rumahan ( home industry ).Yang haknya hanya diberikan sebesar kemampuan usaha mikro itu agar tetap bisa survive atau bisnisnya berputar. Atau ada juga usaha mikro yang rasio profitnya bagus tetapi , pemiliknya tidak memberikan hak sebagaimana mestinya sesuai hitungan bisnisnya. Karena ownernya sangat hemat tak terkecuali dalam menggaji karyawannya. Yang merupakan assetnya yang paling berharga.
Mereka juga adalah para pekerja formal namun terpotong haknya oleh sifat pimpinannya yang tak pernah cukup dengan apa yang didapat sewajarnya. Alias sesuai kententuan atau aturan bisnis yang berlaku . Para karyawan kategori ini harus menerimanya sebagai hal yang wajar. Dan tidak boleh mempertanyakannya lagi. Masih mending dapat kerja, di luar yang antri banyak. Itulah kalimat ancaman yang sering mereka dengar.
Mereka ada di restoran tempat para penikmat kenaikan UMK itu biasa makan untuk syukuran kenaikan gajinya. Mereka ada di fashion store tempat para penikmat UMK tinggi itu berbelanja pakaian baru. Mereka juga ada di tempat para penikmat UMK yang terus membesar itu biasa nongki.
Mereka juga ada di sekitar kost para penikmat kenaikan UMK itu tinggal. Orang yang tiap hari mereka , melihat perubahan yang terjadi di tetangganya yang terus naik kelas. Yang terlihat dari perabot yang baru. Alat komunikasi baru. Bahkan sampai kendaraan baru Setiap moment ada kenaikan UMK atau pun pembagian bonus akhir tahun.
Mereka adalah ojek yang mengantarkan para penikmat kenaikan UMK ini berangkat kerja atau menuju ke tempat mereka kongko kongko. Sambil menikmati secangkir kopi mahal ditemani sepotong roti, yang tak sembarang orang bisa membelinya.
Kenaikan UMK itu bagus. Sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan para buruh. Namun jangan sampai niat baik ini justru memperlebar gap kesejahteraan di antara para buruh itu sendiri. Karena kemampuan Perusahaan yang berbeda beda , akan memunculkan Perusahaan yang terus mampu menaikkan upah para buruhnya. Namun di sisi lain ada juga Perusahaan yang makin terseok seok alias kesulitan untuk mengejar level upah minimum yang ditetapkan .