Gotri namanya . Itulah biasanya orang --orang di kampungnya memanggil. Ada juga yang memanggil dengan tambahan huruf " Ng " di depannya. Yang terdengar lebih kental nuansa jawanya. "Nggotri". Sekaligus sebagai bentuk keakraban. Seperti yang biasa dilakukan seorang ibu. Wanita yang biasa Gotri panggil dengan sebutan " Lik Sis ". Yang berasal dari nama suaminya, Pak Siswo Harjono.
Gotri anak seorang petani. Itu yang dia jawab saat ditanya apa pekerjaan orang tuanya. Meski tidak sering mencangkul di sawah . Karena petani tidak mencerminkan pekerjaan namun warisan status pekerjaan saja. Pekerjaan yang sudah turun menurun dari orang tuanya. Petani bukan dari hasilnya , namun apa yang dikerjakan. Meski tidak seberapa luas lagi. Profesi itu tidak sepenuhnya dikerjakan orang tuanya. Sebenarnya orang tuanya lebih banyak melakukan pekerjaan sebagai tukang batu. Sebuah profesi yang lebih sering dilakukan , karena lebih menjanjikan hasil daripada sebagai petani. Tanpa harus menggantungkan status pekerjaannya nya sebagai seorang petani.
Kata orang orang Gotri anak yang pandai. Meski Gotri menyangkal predikat tersebut. Gotri tidak merasa pandai. Kalau anak yang rajin "Ya". Itu yang biasa dia jawab kalau ditanya orang. Karena di kelas satu SD saja dulu, Gotri harus menempuhnya selama 3 tahun. Tahun pertama dia ikut program ' Nitip'. Istilah untuk anak di bawah umur yang sudah diikutkan masuk sekolah. Belum masuk secara penuh . Dimaksudkan untuk mengenal dunia sekolah saja.
Tahun kedua sakit berkepanjangan karena kakinya tidak sengaja tersengat knalpot motor yang sedang parkir di depan rumah. Karena keseriusannya bersekolah meragukan , di tahun ketiga, ketika mau mendaftar lagi , Sang Guru bertanya " Bener mau sekolah ?" Pertanyaan yang sangat diingat oleh Gotri. Hingga usia Gotri saat ini yang seumuran dengan usia sang Guru saat itu, sekitar 50 tahunan .
Pertanyaan yang sekaligus membakar semangatnya untuk bersekolah dengan sungguh sungguh. Tidak terbagi dengan hobinya yang lain, yaitu dunia wayang. Yang selama ini banyak menyita perhatian, waktu dan energinya. Dimana saja ada pertunjukkan wayang siang hari di kampung kampung tetangga Gotri akan menonton setelah pulang sekolah. Kadang sampai sore hari. Kalaupun siang balik rumah, sorenya dia akan balik lagi. Wayang seperti telah menjadi panggilan jiwanya. Apalagi kakaknya pandai menggambar wayang dari kardus . Kemudian dipotong sesuai bentuknya untuk dimainkan di depan rumah. Di belakangnya teman teman di kampung dengan setia menontonnya.
Dan Gotri akhirnya mau bersekolah lagi karena koleksi wayangnya yang biasa dimainkan dibakar oleh bapaknya. Dengan kalimat Bapaknya yang selalu Gotri ingat ketika mau membakar koleksi wayang tersebut. " Benar tidak mau sekolah. Bapak bakar ini wayang !" Dan koleksi wayang itupun menjadi abu di depan rumah. Dan dengan sedih dan berat hati, Gotri pun mendaftar sekolah lagi. Tidak diantar oleh orang tuanya sendiri , tetapi bersama teman akrab bermainnya yang duduk di kelas tiga.
Semua peristiwa itu seperti menjadi titik balik bagi Gotri. Berbeda dengan di saat kelas satu yang biasa biasa saja prestasinya , di kelas dua Gotri menjadi murid yang menonjol prestasinya. Tiap pelajaran dia muncul sebagai yang terbaik. Prestasinya menonjol di antara teman- temannya. Baik di pelajaran matematik maupun pelajaran bahasa. Karenanya, Gotri sering ditunjuk oleh gurunya untuk menjadi contoh untuk teman-temannya di banyak hal. Suatu waktu diminta menjadi contoh meminta ijin guru untuk kamar kecil. Karena kesungguhan ekspresinya, Gurunya sampai mengira benar-benar mau ijin ke kamar kecil. Yang ditimpali riuh ketawa teman temanya sekelas.
Selain menonjol di pelajaran, ternyata Gotri juga menonjol dalam kenakalan. Dia pernah memukul dengan keras tas temannya yang berisi buah mangga matang. Itu dilakukan karena temannya itu ridak mau membagi mangga miliknya . Tas warna 'hijau abri' yang sedang trend saat itu pun belepotan warna kuning "daging" mangga matang di dalamnya. Gara gara kejadian itu hampir terjadi perkelahian antar kampung. Semua anak anak kakak kelas dari kampung temannya yang punya mangga membela. Mereka tidak terima. Begitupun anak anak kakak kelas dari kampung Gotri . Mereka juga bersikukuh untuk membela. Untung perkelahian besar itu tidak terjadi. Dan semua bisa diselesaikan secara damai. Gotri minta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi.
Lain waktu Gotri juga pernah mengompori teman temannya untuk tidak ikut Senam Pagi Indonesia ( SPI ) yang dilaksanakan rutin di lapangan depan sekolah. Program senam pemerintah yang terkenal waktu itu. Ada empat orang yang diajaknya bersembunyi di depan gedung kantor bank BRI yang ada di pojok lapangan sekolah. Mereka mengintip di belakang tembok. Memperhatikan anak anak lain yang sedang bersenam. Begitu senam selesai murid-murid beranjak masuk ke kelas masing masing. Gotri dan ketiga temanya bergerak cepat membaur ikut rombongan anak anak yang mau masuk ke kelas. Namun sayang, ternyata mereka berempat tertangkap oleh guru yang memimpin senam. Akhirnya mereka harus menerima hukuman lari keliling lapangan bola di depan sekolah sebanyak 3 kali putaran.
Ada kenakalan lain Gotri yang tak kalah berani . Yang dilakukan Gotri dan teman akrab yang sekaligus kakak kelasnya. Orang yang berjasa mengantarnya mendaftar sekolah untuk ketiga kalinya. Dengan kakak kelasnya itu Gotri mengenal dunia kenakalan anak anak SD pada tingkat ekstrim. Dengannya Gotri mengenal menghisap rokok filter yang dijual di warung warung di kampungnya. Rokok yang hanya bisa dibelinya bila mendapat uang angpau saat lebaran. Rokok yang membuat dia merasa bangga . Bukan sekedar rokok linting dari tembakau bapaknya yang iseng-iseng dia lakukan untuk mencoba merasakan nikmatnya orang merokok. Rokok itu dia sulut di atas semprong lampu minyak tanah ketika dia sedang belajar. Dilhatnya asap rokok itu melayang di antara sinar lampu yang setengah terang. Persis Gaya dari bapaknya ketika menghisap rokok lintingan.
Dengan kakak kelasnya itu juga Gotri mengenal dunia mengambil barang milik orang lain.Mengambil tanpa ijin jeruk di kebun tetangganya yang berbuah lebat nan menggoda. Di malam sebelum shalat tarawih adalah waktunya beraksi., Sarung yang dipakai untuk sembahyang di masjid mereka isi dengan puluhan jeruk milik tetangga yang berada di dekat mushola di kampungnya.