Lihat ke Halaman Asli

Adi Triyanto

Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Penentuan Awal Puasa Seharusnya Tidak Perlu Berbeda

Diperbarui: 3 April 2022   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sudah menjadi tradisi setiap menjelang bulan Ramadhan    umat muslim  selalu disuguhi sebuah pilihan,  awal puasanya mau ikut siapa  ? Ikut orgainisasi keagamaan NU atau  Muhammadiyah. Atau ikut pemerintah melalui sidang isbat kementrian agama. Bila ikut Muhammidyah biasanya lebih dulu mulainya. Sementara bila ikut NU biasanya menyusul sehari kemudian .

Sama-Sama   Berdasarkan Perhitungan Sains 

Katanya, yang membuat perbedaan awal puasa itu karena metode yang digunakan dua organsasi masa islam  itu berbeda. Muhammiyah lewat lembaga tarjihnya menggunakan metode hisab hakiki. Yakni perhitungan dengan ilmu astronomi/falak untuk menentukan arah tempat, dan waktu untuk ibadah seperti sholat, puasa, dan hari raya.

SedaNgkan organisasi NU menggunakan metode Rukyat wujudi. Yaitu metode penentuan awal bulan islam dengan identifikasi visual secara langsung.Kegiatan ini dilakukan dengan melihat hiala/bulan secara langsung di beberapa titik tempat pada hari ke-29 atau malam ke-30 dari bulan yang sedang berjalan

Meski menggunakan metode yang berbeda , kedua organisasi tersebut sama sama menggunakan peralatan teknologi hasil dari metode ilmiah science yang sama dalam melakukan perhitungan untuk menentukan awal puasa. 

Teknologi adalah peralatan yang didasarkan pada kaidah atau metode  ilmiah yang teruji. Seharusnya  dengan sama sama mengunakan peralatan teknologi   pengamatan dua organisasi besar islam itu  akan menghasilkan hasil yang sama.  Seperti yang tercermin dari hasil pengamatan dua lembaga BMKG dan LAPAN. 

Data pengamatan BMKG  menyebutkan ,Tinggi hilal tertinggi di Indonesia pada 1 April 2022 adalah 2,19 derajat dan dinilai masih sangat rendah (tinggi hilal terendah yang pernah terlihat hilal oleh Tim BMKG sebesar 3,46 derajat). Elongasi terbesar di Indonesia pada 1 April 2022 adalah 6,47 derajat dan dinilai masih sangat rendah (elongasi terendah yang pernah terlihat hilal oleh Tim BMKG sebesar 7,306 derajat).

Pakar astronomi , yang juga mantan kepala Lapan ,  Thomas Jamaludin , yang kini sebagai peneliti Riset Astronomi, astrofisika, pusat Riset BRIN   juga menyatakan dalam blognya ,

"Garis tanggal pada saat maghrib 1 April 2022. Dengan kriteria Wujudul Hilal , Muhammadiyah sudah memutuskan 1 Ramadhan 1443 pada 2 April 2022. Namun, garis tanggal tinggi 2 derajat sedikit di sebelah barat wilayah Indonesia. Artinya, sangat tidak mungkin akan terlihat hilal pada 1 April di wilayah Indonesia, sehingga 1 Ramadhan 1443 berpotensi 3 April 2022," .

Dari data pengamatan sebenarnya sudah diketahui bahwa posisi hilal di tanggal 1 April 2022 di sebagian besar  wilayah indonesia masih di bawah  2 derajat . Ketinggian ini sudah dapat mengkonfirmasi bahwa hilal belum akan terlihat. Karena masih terlalu rendah. Sehingga dengan peralatan teknologi yang cangih pun pada tanggal tersebut tidak akan terlihat. Meski dilihat dari jumlah titik pengamatan yang mencapai 101 lokasi titik rukaytul hilal  di seluruh Indonesia.

Pernggunaan teknologi cangih yang mahal untuk mengkonfirmasi penampakan hilal  menjadi tidak tepat sasaran. Karena hanya untuk melihat sesuatu yang secara ilmiah sudah diketahui hasilnya. Itu ibarat mengharapkan keajaiban  penampakan hilal . Dan tentu tidak mungkin  dapat  melihat hilal yang belum waktunya .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline