Lihat ke Halaman Asli

Adi Triyanto

Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

"Keajaiban Dunia" Upah Buruh

Diperbarui: 14 Mei 2021   06:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita tentu mengenal istilah keajaiban dunia. Dulu pernah terkenal  istilah tujuh keajaiban dunia. Namun sekarang bertambah dengan ditemukannya situs situs baru yang membuat  terkagum kagum penduduk dunia . Jumlahnya lebih dari  sepuluh saat ini.  Ada yang berupa tembok besar. Ada yang berbentuk bangunan makam yang indah dan megah. Ada yang berupa candi atau tempat pemujaan Dewa, orang orang jaman dahulu.

Dari daftar  keajaiban dunia yang ada , semua  berbentuk bangunan fisik. Dulu dalam deret tujuh  keajaiban dunia, negara kita ,  menyumbang salah satunya yaitu candi Borobudur. Meski di daftar  terbaru keajaiban dunia, sudah tidak muncul lagi dalam daftar. Borobudur berubah menjadi termasuk deretan keajaiban dunia yang terlupakan.

Tetapi kita, sebagai bangsa Indonesia tak perlu sedih. Kita masih punya kebanggaan kerena ada satu lagi keajaiban dunia yang dimiliki bangsa Indonesia. Khususnya lagi para buruh atau karyawan. Yang ini tidak berbentuk bangunan fisik. Tidak bisa diraba. Ia  berbentuk sebuah kemampuan . Yaitu kemampuan para karyawan atau buruh untuk bertahan. 

Bertahan dengan pendapatan yang kecil  alias di bawah standard kehidupan yang layak dalam waktu sebulan . Di bawah Upah Minimum Kabupaten/ Kota ( UMK ).  Tetapi dengan keterbatasan itu, mereka, para buruh masih  bisa mencukupi  kebutuhannya selama satu bulan . Bisa menyimpan uang meski tidak banyak. Bahkan bisa menyekolahkan anak. Bagaimana mereka mengatur pemasukannya  yang sedikit. Bagaimana   itu bisa terjadi ? Itulah, kalau boleh disebut yang namanya   keajaiban.

Cukup. Tidak kurang. Ini cukup aneh. Karena seharusnya tidak cukup. Tidak mungkin cukup. Bisa cukup darimana. Nominal  rupiah upah yang mereka terima itu  di bawah standard yang seharusnya. Standard terbawah  ( minimum) untuk dibilang layak. Khususnya untuk buruh atau karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki anak.

Tempat tinggalnya layak. Yang bisa menampung semua anggota keluarga dengan nyaman. Bisa menampung semua standard kehidupan yang layak lainnya. Yang termasuk dalam kelompok pangan  dan sandang. Tentu sulit untuk membayangkan  itu semua tersimpan dalam suatu ruangan kontrakan dua petak .

Pakaiannya layak. Makanannya  juga layak. Standard kecukupan energi. Yang diukur dengan kecukupan kandungan proteinnya. Yang diwakili oleh menu daging, ikan segar , atau telur ayam dengan masing masing sekitar 1 kg dalam waktu sebulan. Kemudian disempurnakan dengan susu bubuk sekitar 1 kg  dalam waktu yang sama. Sehingga  mampu  menopang tubuh melakukan kegiatan produksi sehari hari di tempat kerjanya sesuai takaran kebutuhan kalori yang seharusnya.

Lalu apa rahasianya ? Apa mungkin karena dicukup cukupin. Pokoknya harus cukup. Dalam falsafah Jawa ini cukup terkenal. Dikasih banyak cukup. Dikasih setengahnya masih cukup. Dikasih di bawah standard alias sedikit ya dicukup cukupin. Mau bagaimana lagi. Itulah realita di lapangan.  Kenyataan hidup yang harus diterima. Keinginan hati tentu minta lebih . Minta digaji  atas standard kebutuhan. Namun bila itu tidak dapat  , apa yang ada harus dikelola dengan sebaik baiknya. Mengerem diri dari keinginan yang berlebih. Membiasakan diri mengurangi porsi sedikit lebih rendah dari yang seharusnya. Dan tentu harus disyukuri. Karena dengan syukur maka yang sedikit tadi bisa membawa berkah.

Ilmu mengelola inilah yang diwariskan oleh para nenek moyang alias leluhur. Sehingga menghasilkan filosofi "cukup'. Filosopi yang didasarkan dari tiga prinsip utama.  Yaitu pertama, menerima apa yang telah diberikan . Istilahnya ' narimo ing pandum ". Itulah hasil maksimal yang memang harus diterima dari kerja keras yang sudah dilakukan. Tidak perlu merasa kecewa. Tidak perlu menggerutu .

Kedua , memanfaatkan sebaik-baiknya apa yang sudah didapat . Apa yang sudah  di tangan digunakan sehemat mungkin. Manfaatkan sesuai prioritas . Jangan terjebak membelanjakan sesuatu yang sebenarnya belum begitu dibutuhkan. Tidak ada gunanya berkhayal apa yang menjadi milik orang. Apalagi sampai memupuk rasa iri terhadap apa yang didapat  orang .

Yang ketiga,  membiasakan  lelaku prihatin. Lelaku menahan diri untuk hanya membelanjakan yang sangat perlu. Makan makanan seperlunya. Bahkan lebih diutamakan  memperbanyak mengosongkan perut. Memperbanyak puasa. Alias menahan diri dari keinginan keinginan  untuk memuaskan selain yang dibutuhkan. Berpakaian tidak perlu yang mewah mewah yang penting pantas. Makan tidak harus yang  mahal mahal, yang penting gizinya cukup. Karena makan dengan gizi yang cukup tidak selalu identik dengan makanan yang mahal mahal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline