Kita tentu mengenal istilah keajaiban dunia. Dulu pernah terkenal istilah tujuh keajaiban dunia. Namun sekarang bertambah dengan ditemukannya situs situs baru yang membuat terkagum kagum penduduk dunia . Jumlahnya lebih dari sepuluh saat ini. Ada yang berupa tembok besar. Ada yang berbentuk bangunan makam yang indah dan megah. Ada yang berupa candi atau tempat pemujaan Dewa, orang orang jaman dahulu.
Dari daftar keajaiban dunia yang ada , semua berbentuk bangunan fisik. Dulu dalam deret tujuh keajaiban dunia, negara kita , menyumbang salah satunya yaitu candi Borobudur. Meski di daftar terbaru keajaiban dunia, sudah tidak muncul lagi dalam daftar. Borobudur berubah menjadi termasuk deretan keajaiban dunia yang terlupakan.
Tetapi kita, sebagai bangsa Indonesia tak perlu sedih. Kita masih punya kebanggaan kerena ada satu lagi keajaiban dunia yang dimiliki bangsa Indonesia. Khususnya lagi para buruh atau karyawan. Yang ini tidak berbentuk bangunan fisik. Tidak bisa diraba. Ia berbentuk sebuah kemampuan . Yaitu kemampuan para karyawan atau buruh untuk bertahan.
Bertahan dengan pendapatan yang kecil alias di bawah standard kehidupan yang layak dalam waktu sebulan . Di bawah Upah Minimum Kabupaten/ Kota ( UMK ). Tetapi dengan keterbatasan itu, mereka, para buruh masih bisa mencukupi kebutuhannya selama satu bulan . Bisa menyimpan uang meski tidak banyak. Bahkan bisa menyekolahkan anak. Bagaimana mereka mengatur pemasukannya yang sedikit. Bagaimana itu bisa terjadi ? Itulah, kalau boleh disebut yang namanya keajaiban.
Cukup. Tidak kurang. Ini cukup aneh. Karena seharusnya tidak cukup. Tidak mungkin cukup. Bisa cukup darimana. Nominal rupiah upah yang mereka terima itu di bawah standard yang seharusnya. Standard terbawah ( minimum) untuk dibilang layak. Khususnya untuk buruh atau karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki anak.
Tempat tinggalnya layak. Yang bisa menampung semua anggota keluarga dengan nyaman. Bisa menampung semua standard kehidupan yang layak lainnya. Yang termasuk dalam kelompok pangan dan sandang. Tentu sulit untuk membayangkan itu semua tersimpan dalam suatu ruangan kontrakan dua petak .
Pakaiannya layak. Makanannya juga layak. Standard kecukupan energi. Yang diukur dengan kecukupan kandungan proteinnya. Yang diwakili oleh menu daging, ikan segar , atau telur ayam dengan masing masing sekitar 1 kg dalam waktu sebulan. Kemudian disempurnakan dengan susu bubuk sekitar 1 kg dalam waktu yang sama. Sehingga mampu menopang tubuh melakukan kegiatan produksi sehari hari di tempat kerjanya sesuai takaran kebutuhan kalori yang seharusnya.
Lalu apa rahasianya ? Apa mungkin karena dicukup cukupin. Pokoknya harus cukup. Dalam falsafah Jawa ini cukup terkenal. Dikasih banyak cukup. Dikasih setengahnya masih cukup. Dikasih di bawah standard alias sedikit ya dicukup cukupin. Mau bagaimana lagi. Itulah realita di lapangan. Kenyataan hidup yang harus diterima. Keinginan hati tentu minta lebih . Minta digaji atas standard kebutuhan. Namun bila itu tidak dapat , apa yang ada harus dikelola dengan sebaik baiknya. Mengerem diri dari keinginan yang berlebih. Membiasakan diri mengurangi porsi sedikit lebih rendah dari yang seharusnya. Dan tentu harus disyukuri. Karena dengan syukur maka yang sedikit tadi bisa membawa berkah.
Ilmu mengelola inilah yang diwariskan oleh para nenek moyang alias leluhur. Sehingga menghasilkan filosofi "cukup'. Filosopi yang didasarkan dari tiga prinsip utama. Yaitu pertama, menerima apa yang telah diberikan . Istilahnya ' narimo ing pandum ". Itulah hasil maksimal yang memang harus diterima dari kerja keras yang sudah dilakukan. Tidak perlu merasa kecewa. Tidak perlu menggerutu .
Kedua , memanfaatkan sebaik-baiknya apa yang sudah didapat . Apa yang sudah di tangan digunakan sehemat mungkin. Manfaatkan sesuai prioritas . Jangan terjebak membelanjakan sesuatu yang sebenarnya belum begitu dibutuhkan. Tidak ada gunanya berkhayal apa yang menjadi milik orang. Apalagi sampai memupuk rasa iri terhadap apa yang didapat orang .
Yang ketiga, membiasakan lelaku prihatin. Lelaku menahan diri untuk hanya membelanjakan yang sangat perlu. Makan makanan seperlunya. Bahkan lebih diutamakan memperbanyak mengosongkan perut. Memperbanyak puasa. Alias menahan diri dari keinginan keinginan untuk memuaskan selain yang dibutuhkan. Berpakaian tidak perlu yang mewah mewah yang penting pantas. Makan tidak harus yang mahal mahal, yang penting gizinya cukup. Karena makan dengan gizi yang cukup tidak selalu identik dengan makanan yang mahal mahal.