Di era 90an hingga 2000an awal, seorang bek kiri adalah pemain penting dalam tim. Banyak bek kiri muncul yang memiliki reputasi mendunia, sinarnya mengalahkan bek sayap kanan. Tapi belakangan ini, kehebatan dan peran seorang bek kiri seolah hanya menjadi pelengkap tim. The 90's left back Roberto Carlos menjadi nominee pemain terbaik dunia beberapa tahun lalu, tendangan geledek dan kecepatannya membuatnya menjadi pemain sarat gelar. Begitu juga Paolo Maldini, kharisma dan konsistensi permainannya membuatnya mampu bertahan di sepakbola level tinggi hingga akhir karirnya di usia 38 tahun. Dari britania raya, Inggris tercengang dengan kemunculan Ashley Cole di akhir 90an, semebtara di sisi kiri pertahanan Jerman, regenerasi mulus dari Andreas Brehme ke Guido Buchwald lalu ke Christian Ziege. Itu adalah sebaris fenomena keperkasaan bek kiri di 90an dan 2000an awal. Brazil menjuarai Piala Dunia 1994 salah satunya melalui penampilan impresif Branco, yang menempati posisi bek kiri, dan bersinergi dengan Jorginho di sisi kanan menopang serangan sayap tim samba. Dalam sepakbola belakangan ini, saya mengamati peran bek kiri tidak melulu lagi diisi oleh pemain kidal murni seperti disebutkan diatas, dan peran bek kiri sekarang seperti kalah pamor dengan bek kanan. Era bek kanan Belakangan ini, posisi bek kanan jauh lebih dominan. Maicon, Dani Alves, Phil Jones, Sergio Ramos, Ignazio Abate, dan Micah Richards adalah para bek kanan yang sedang menanjak permainannya. Phillip Lahm diawal karirnya adalah seorang bek kiri, tapi kini dia digeser menjadi bek kanan. Peran si kidal di sisi pertahanan menjadi kurang diperhatikan, dan kemunculan bek kiri muda potensial sangat jarang belakangan ini, berbeda dengan kemunculan bek kanan, baik murni seperti Maicon maupun bentukan seperti Abate. Si kidal dalam tim kini dialihkan ke peran yang lebih ofensif, mungkin terinspirasi oleh Lionel Messi. Permainan yang sulit dibaca dari si kidal dianggap lebih berguna untuk tim jika ditempatkan pada peran yang lebih menyerang ketimbang bertahan. Selain Messi, fenomena yang ditunjukkan oleh para pemain kidal seperti Mesut Ozil, Arjen Robben, David Silva, Juan Mata ataupun Fabio Coentrao membuat mereka didorong lebih kedepan untuk menginisiasi serangan tim. Fakta memang berbicara bahwa pemain kidal adalah pemain minoritas dalam tim, mungkin hanya 20-30 persen dari sebuah tim berisi pemain kidal. Tuntutan akan versatilitas terhadap pemain, yang membuatnya harus bisa bermain di lebih dari satu posisi membuat urgensi keberadaan seorang bek kiri kidal menjadi kurang signifikan. Walaupun begitu, menurut saya penempatan pemain berkaki kidal di posisi kiri pertahanan tetaplah penting, yang sayangnya mulai diabaikan. Marcelo Coba lihat, di pasar pemain sekarang, bek kiri gak sebanyak bek kanan. Sulit menemukan tim yang mengandalkan tusukan dari bek sayap yang seimbang, sebaik pasangan Cafu-Roberto Carlos atau Garry Neville-Ashley Cole. Saat ini, bek kiri terbaik adalah Marcelo, yang sebenarnya bisa dibilang hanya bek kiri biasa jika dia bermain di era Roberto Carlos. Marcelo kini permainannya membaik berkat polesan Jose Mourinho. Marcelo kini menjadi seorang bek kiri komplet berkat peningkatan kemampuannya dalam bertahan, yang imbang dalam eksplosivitasnya dalam menyerang. Tim nasional dan akhir era bek kiri Para pelatih tim nasional sejumlah negara tangguh bukannya tidak menyadari kekurangan stok bek kiri ini. Vicente Del Bosque masih kesulitan mencari penerus Joan Capdevilla di kiri, dan sementara ini dia masih memaksakan Alvaro Arbeloa bermain di posisi itu. Begitu pula pelatih Italia Cesare Prandelli, yang belakangan malah menggeser Giorgio Chiellini ke pos bek kiri karena Italia memang masih belum menemukan penerus Paolo Maldini. Sementara Inggris masih beruntung karena mereka punya stok cukup melimpah. Ashley Cole dan Leighton Baines berkualitas setara, sementara Stephen Warnock dan si telenovela Wayne Bridge mengantri di belakang mereka. Last but not least, lihat juga timnas Indonesia, bek kiri terdepan justru bukan pemain kidal, M. Nasuha, Supardi dan Diego Michels di timnas U-23. Sementara bek kiri kidal muda potensial Yericho Christiantoko belum mendapak banyak kesempatan. Evolusi taktik yang menempatkan si kidal di pos yang lebih ofensif telah membatasi pertumbuhan para bek kiri, termasuk membatasi kemunculan Roberto Carlos baru. Mungkin ini adalah akhir dari eranya. @aditchenko
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H