Seperti yang sering saya tulis, tim nasional U-19 memang satu dari sedikit tim Indonesia yang unik dalam artian positif. Mereka bermain dengan mengandalkan possession football dan zone press, sebuah taktik yang sejalan dengan perkembangan belakangan ini. Sepanjang saya menonton liga Indonesia tingkat apapun, saya baru melihat permainan seperti ini ditunjukkan oleh klub Persiba Balikpapan beberapa tahun silam kala diasuh Peter Butler.
Pelatih Indra Sjafri sudah menggunakan pola 4-3-3 dan permainan possession football pada timnas U-19 sejak tahun lalu. Kecocokan Indonesia dengan pola 4-3-3 memang sudah terjadi sejak dulu. Antun “Toni” Pogacnik, pelatih tim nasional Indonesia era 50an pernah mengungkapkan bahwa secara tradisi, Indonesia memiliki banyak pemain sayap yang cepat. Untuk mengejawantah kecepatan tersebut di lapangan, memang tidak ada pola yang lebih tepat selain 4-3-3.
Namun, pemain-pemain Indonesia secara umum memang berbakat, namun mereka bukanlah pengejawantah taktik yang handal. Inilah sedikit banyak alasan mengapa kehebatan tim nasional kita yang sempat ditakuti pada era 50an lambat laun terkikis di saat bangsa lain berinovasi. Ya, kita terlalu banyak berdiam diri dan berjalan di tempat.
Inilah yang coba didobrak oleh sekelompok orang yang menjadi satu kesatuan dalam awak tim nasional U-19.
Pelatih Indra Sjafri amat menekankan penguasaan bola yang sudah dimulai dari lini belakang. Saat salah satu bek menguasai bola, salah satu dari trio gelandang Hargianto, Zulfiandi ataupun Evan Dimas akan mencari posisi kosong agar bola dapat dioper dengan mudah oleh bek. Dari sinilah permainan diolah.
Hargianto adalah gelandang bertahan dengan kemampuan yang amat langka di Indonesia. Bukan sekadar memiliki kemampuan bertahan, ia juga memiliki umpan-umpan akurat serta mahir dalam bola mati. Hargianto yang lebih defensif ini ditemani dua gelandang yang lebih bernaluri menyerang, Zulfiandi dan Evan Dimas. Zulfiandi memiliki dribel jarak pendek yang mengagumkan dan kemampuan komplet sebgagai gelandang box to box.
Sementara Evan Dimas adalah yang teristimewa. Selain skill yang tinggi dan visi yang berkelas, ia juga amat paham posisi. Saat Zulfiandi atau Hargianto dijaga ketat lawan, ia tidak jarang untuk turun jauh ke belakang. Ia juga kerap muncul dari lini kedua dan siap menyambut umpan silang yang datang dari pemain sayap. Tiga golnya ke gawang Korea Selatan U-19 beberapa waktu lalu lahir dari skema ini.
Gol-gol Evan Dimas tersebut seakan menunjukkan bahwa permainan Indonesia U-19 amat mengandalkan serangan dari sektor sayap, sebagaimana pengaplikasian pola 4-3-3. Game plan tim ini sebetulnya sederhana. Mereka meracik bola dahulu di tengah, memberi terobosan kepada sayap, lalu sayap tersebut melepas umpan silang yang kemudian dikonversi menjadi gol oleh pemain yang posisinya paling menguntungkan.
Game plan ini terus dipakai dalam rangkaian uji coba yang mereka lakoni dalam sebulan terakhir. Kebanyakan gol tercipta lewat skema seperti ini. Kebetulan, kualitas lawan yang dihadapi juga tidak istimewa. Di samping kalah kualitas, lawan-lawan tim nasional U-19 ini juga kalah dari sisi ketahanan fisik. Tidak heran jika timnas Garuda Jaya terus menang meskipun mereka tidak berada pada performa terbaik.
Rekor impresif 8 kemenangan dari 9 laga sejauh ini jelas mengagumkan, apalagi yang dihadapi timnas U-19 adalah tim-tim dengan pemain yang berusia lebih tua, umumnya di atas mereka dua tahun. Meskipun masih lebih muda, namun kematangan yang ditunjukkan melebihi lawan yang lebih tua. Fenomena ini juga sedikit banyak menjelaskan tidak dibinanya dengan baik sepak bola kita, dan betapa klub-klub Indonesia pada umumnya seperti tidak pernah menonton pertandingan sepak bola Eropa kekinian, mereka tidak mampu mengikuti dinamika sepak bola modern.
Namun di balik segala keriaan, terdapat sedikit kekhawatiran. Timnas U-19 ini sudah terlalu kuat bagi lawan-lawan mereka di pulau Jawa. Beberapa hari mendatang, lawan-lawan dari pulau Kalimantan sudah menunggu, menarik mengamati seperti apa kualitas mereka. Dengan semakin seringnya siaran langsung TV yang mendampingi perjalanan timnas U-19, harusnya sudah semakin banyak lawan yang paham bagaimana cara menangkal permainan ball possession mereka.
Seperti sudah menjadi premis yang berlaku umum bahwa permaianan ball possession dapat diredam dengan zonal marking yang disiplin. Tim lawan tidak perlu berlari-larian menerjang pemain timnas U-19 yang menguasai bola, melainkan dapat menunggu dan menjaga setiap jengkal daerah untuk memutus aliran bola. Dalam sebuah pertandingan mereka menghadapi PSIS U-21, terlihat jelas betapa sulitnya timnas U-19 menghadapi lawan yang bermain seperti ini. Inilah kelemahan yang nyata: mereka hanya memiliki satu cara untuk bermain.
PSIS kala itu memainkan pola bertahan dengan memperkuat sektor sayap. Di sini, terdapat dua pemain yang secara bergantian menempel ketat pemain-pemain sayap, yaitu para full back dan defensive wingers. Ditambah lagi, mereka menempatkan dua gelandang bertahan yang bermain amat defensif untuk meredam Evan Dimas dkk. Alhasil, timnas kesulitan menembus pertahanan kokoh yang terstruktur ala PSIS.
Untungnya, PSIS tidak memiliki counter attack berbahaya layaknya tim-tim yang jago memainkan pola bertahan. Gawang timnas pun relatif aman karenanya. Namun berbeda jika lawan yang dihadapi adalah tim nasional negara lain yang lebih kuat dan mapan.
Dari sini, sudah saatnya timnas U-19 mengagendakan uji coba menghadapi lawan yang lebih tangguh. Mereka sudah terbiasa bermain nyaman, bermain di depan publik yang mendukung mereka, dan bermain menghadapi ancaman steril. Dua pencapaian baik tahun lalu juga mereka dapatkan ketika bermain di depan publik sendiri.
Untungnya kali ini federasi lebih sehat. Setelah puas dengan uji coba di negeri sendiri, tim nasional akhirnya diagendakan untuk mengikuti L’Alcudia International Under-20 Football Tournamen yang akan digelar di L’Acudia, Valencia, Spanyol. Turnamen yang akan diselenggarakan bulan Agustus tahun ini tersebut bukanlah turnamen ecek-ecek.
8 negara dan dua klub dipastikan menjadi peserta. Seperti dikutip dari Kompas, peserta yang sudah dipastikan keikutsertaannya adalah timnas China dan Jepang U-20 bersama Indonesia U-19 sebagai wakil Asia. Sementara Chile dan AS U-20 hadir dari benua Amerika, dan wakil dari klub seperti Barcelona dan Valencia U-20.
Melihat lawan-lawan yang akan dihadapi, kualitas timnas U-19 mungkin yang paling lemah. Namun justru hal inilah yang diperlukan. Tim ini perlu kalah, sehingga mereka akan lebih banyak belajar untuk mengikuti turnamen sesungguhnya, yaitu Piala Asia U-19 di Myanmar, Oktober mendatang.
Jika harus menghadapi Barcelona U-20 atau Jepang U-20 yang memiliki ilmu ball possession lebih maju, timnas tentu akan dipaksa untuk memainkan gaya lain, cara lain dan taktik lain. Ini amat positif bagi perkembangan taktik dan penguatan mental bertanding, apalagi di Myanmar nanti mereka juga akan jauh dari pendukung fanatik.
Semoga saja turnamen uji coba ini benar-benar diikuti timnas U-19, tidak ada pembatalan mendadak seperti yang biasa terdengar selama ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H