Lihat ke Halaman Asli

Untuk Soe, Tentang Pekerja Media Sogokan

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Soe, kau tentu akrab dengan dunia pewartaan. Surat kabar, adalah salah satu tempat dimana namamu melambung dikenal banyak orang. Artikel-artikelmu yang pedas dan menusuk selalu membuat para penentang kebenaran ketar-ketir. Tapi kali ini aku ingin cerita tentang kebobrokan media dan orang-orang di dalamnya. Media sebagai alat, di tangan pemilik kuasa yang hanya memikirkan uang.

Belakangan tersiar isu panas tentang orang yang menulis di media bebas tempat menuangkan segala opini, perihal kebobrokan media dan orang-orang di dalamnya. Ya, para wartawan (tapi tak semua wartawan turut mengikuti perilaku bobrok). Mungkin kau ingin sekali membalas tulisan orang tersebut, yang mengaku sebagai wanita, yang membocorkan mafia-mafia isu dan jual beli informasi di media. Terlepas fakta yang dilontarkannya belum tentu benar, aku mengiyakan praktik jual beli berita yang dilakukan oleh para penguasa media, ya minimal orang-orang yang punya satu kuasa (meski kecil) di media.

Aku belum benar-benar muak jika bukan aku sendiri yang mengalaminya. Aku sudah tahu banyak wartawan culas yang hanya memikirkan uang, mengambil dan bahkan meminta uang pada narasumber atau sesuatu yang diliput agar tulisan bisa di angkat ke publik. Aku sudah tahu itu sebelumnya. Namun kini aku merasakan kotornya praktik seperti itu, dan munafiknya orang-orang yang sok bersih tapi ternyata juga memakan uang sogokan para pemilik modal.

"Jelas kan? Ini udah jelas kan ya, ngerti ya?" kata seorang yang mengaku sebagai fotografer dari media tempatku bekerja, Joko namanya. Yang kepergok denganku telah memanfaatkan nama besar media untuk mengambil jatah 'jelas' yang disediakan oleh humas sebuah acara di hotel Shangrila. Setelah bilang seperti itu, ia kemudian melipat beberapa lembar uang lima puluh ribuan, dan memberikannya secara sembunyi-sembunyi kepadaku. Aku hanya tersenyum dan bilang, "Nggak." Hah, uang sogokan. Tak akan mau aku memberi uang seperti itu untuk orang tuaku.

Setelah aku menolaknya, wajahnya berubah senang. Ya, jatahmu tak berkurang kawan. Ambil saja uang sogokanmu itu. Beri makan anak istrimu dengan uang itu, nantinya kau akan dibakar di neraka! Ya, dia seorang laki-laki paruh baya yang tak memiliki gaya seperti seorang fotografer. Lebih kepada penjilat, atau pencari uang sogokan yang berkeliaran dari perusahaan yang produknya ingin dijadikan berita di media nasional. Pastinya memiliki anak dan istri yang menjadi tanggung jawabnya, tapi diberi makan dengan uang sogokan. Apa kurang menyedihkan?

Aku tahu, praktik seperti itu tak hanya dilakukan oleh para wartawan yang pergi liputan di lapangan. Tapi juga para wartawan kantoran yang kerjanya cukup tinggal perintah. Istilahnya, para atasan inilah yang bernegosiasi dengan para klien (perusahaan yang ingin produk atau isunya diangkat ke media), dan kemudian menyuruh orang lain (bawahan) untuk melakukan tugas kotornya. Ya, tak ada penjahat punya kuasa yang ingin melakukan tugas kotor dengan tangannya sendiri. Kecuali mereka penjahat kelas teri.

Memuakkan bukan, Soe? Mereka yang ada di atas diloby dan bernego dengan klien, sedang yang di bawah tak tahu apa-apa disuruh bekerja keras untuk melakukan pekerjaan kotor, yang uangnya dinikmati para kaum tinggi. Ini media massa, Soe! Betapa menjijikan, seperti politik yang kau bilang terbuat dari lumpur yang paling kotor. Dan orang-orang media yang senang dengan uang itu pun, tak ubah seperti politikus yang senang disuapi uang ke dalam mulutnya. Aku yakin, jika mereka punya kuasa di DPR atau badan pemerintahan negara lainnya, mereka akan menjadi koruptor.

Aku berharap aku tak pernah mengalami seperti ini, aku tak ingin jadi bawahan yang diperintah untuk mengerjakan hal kotor untuk menyuapi para petinggi media. Namun jika itu terjadi, aku tak sungkan untuk membunuh sosoknya dalam tulisanku. Melawan pada ketidakbenaran, aku akan senang melakukannya dengan rela hati. Selamat malam, kawan. Kembalilah tidur.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline