Lihat ke Halaman Asli

Adi Supriadi

Berarti Dengan Berbagi, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati. Success by helping other people

Nikmati Saja Prosesnya...

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_152415" align="aligncenter" width="506" caption="Nikmati Saja Prosesnya (indrakurniadi.com)"][/caption]

Jika di Jakarta ada Jakarta Lawyers Club, di Bandung saya mencoba merintis Bandung Profesional Club. Persamaannya adalah sama-sama forum diskusi dan pencerahan, perbedaanya jika JLC lebih kepada masalah hukum, sedangkan apa yang saya rintis lebih kepada masalah dunia kerja dan profesionalitas dalam pekerjaan. Dari beberapa kali pertemuan yang saat ini baru diisi 5 orang, Saya sudah mendapatkan banyak cerita untuk dijadikan studi kasus dalam training saya, dalam beberapa pertemuanpun saya lebih senang dengan mencatat dan merekam semua pembicaraan teman-teman saya yang lain. Insya Allah, beberapa ulasan yang bermanfaat akan saya tuliskan satu persatu disini, untuk Anda semua.

Dipertemuan terakhir saya mendapatkan kisah ada seorang anggota BPC yang di demosi dari pekerjaanya, ada yang menarik ceritanya dan bisa dijadikan bahan pelajaran untuk kita semua. Katakanlah teman saya ini bernama Ary, dia baru saja di demosi dengan alasan yang hingga hari ini dia tidak tahu atau bahkan lebih kepada diminta untuk mengakui kesalahan yang murni bukan kesalahannya. Dalam Surat pernyataan Demosinya, Ary ini diminta mengaku kesalahan karena merekrut karyawan tidak melakukan koordinasi dengan atasannya.

Dalam bulan terakhir ada beberapa kisah sebagaimana yang diceritakan Ary dalam Forum BPC ini, awalnya ada kasus seorang karyawan SPG yang mengalami kecelakaan. Nah, menjadi heboh adalah ketika karena SPG inilah atasan Ary di “damprat” oleh Owner perusahaan tersebut karena SPG yang kecelakaan tersebut merupakan “Karyawan Titipan” dari Orang Tua Owner. Manajemen menjadi heboh disebabkan oleh SPG tersebut, pada akhirnya Ary dipanggil oleh Atasannya yang saat ini berposisi sebagai Direktur. Ary diminta untuk mencatat semua “Karyawan Titipan” dari orang tua Owner dan kalau perlu sekali-kali jangan diterima agar Orang Tua Owner memahami perusahaan ini harus terlepas dari kepentingan pribadi. Kemudian Direktur juga curhat bahwa tidak mungkinlah bisa memperhatikan semua karyawan sampai ke tingkat operator satu persatu jika tidak ada laporan dan dalam perhatian kepada karyawan tidak membeda-bedakan mau apakah “Karyawan Titipan” atau bukan. Masalah itu selesai. Sebelum saya teruskan Ary sahabat kita ini berposisi sebagai Manager Rekrutmen di perusahaan tersebut.

Beberapa waktu kemudian, Direktur yang merupakan Atasn Ary ini sedang mendapat tugas untuk mengawal pembangunan Cabang Baru perusahaan di sebuah Kota di Jawa Barat. Dalam prosesnya ternyata tidak mudah, bahkan dipersulit oleh pengurus RT dan RW setempat, bahkan RT/RW menitipkan anak-anak mereka untuk dijadikan karyawan di perusahaan tersebut, jika tidak maka proses pembangunan cabang akan dipersulit bahkan tidaak akan diizinkan. Nah, Ary sebagai manager Rekrutment dipanggil Direktur untuk mengawal lamaran-lamaran titipan dari Pengurus RT dan RW tersebut, dengan satu kata “WAJIB LOLOS”. Diwaktu proses rekrutmen sedang berlangsung, Ary Dipanggil atasannya ini.

“Pak Ary, Bukannya Pak Ary sudah saya bilang untuk mengawal lamaran dari RT/RW? Jika tidak kita kawal kemungkinan pembukaan cabang di kota Colenak itu akan gagal, dan matilah karir saya, hari ini saya mendapatkan telpon dari Pak RT/RW anak-anak mereka belum dipanggil!” bentak Direktur kepada Ary.

Ary menjelaskan sebenarnya baru sedang membagikan soal test kepada calon karyawan, baru saja mau mengecek hadir atau tidaknya anak-anak dari RT/RW tersebut, karena dihari sebelumnya anak-anak RT/RW tersebut sudah ditelpon untuk ikut test hari ini (hari dimana Ary dipanggil atasannya). Baru saja Ary mau melapor sudah keduluan dipanggil atasannya, Ary disalahkan karena tidak berkoordinasi dengan atasan soal lamaran titipan RT/RW tersebut.

Beberapa waktu kemudian muncul masalah baru di perusahaan tersebut, dimana seorang Security bermasalah dan harus diberhentikan. Ary Manajer Rekrutmen dan Manajer Security dipanggil oleh Direktur kembali. Setelah mengomel-ngomel dan pertemuan itu bubar, Direktur memanggil Ary dan berbicara bisik-bisik “Pak Ary, Kita seringkali punya masalah di Security, sumber masalahnya adalah ketika orang-orang yang menjadi Security itu adalah orang-orang yang direkomendasikan oleh Manajer Security, Untuk berikutnya Pak Ary cari Security agar menjadi penyeimbang group Security yang sudah ada”. Ary berfikir mengapa bicaranya hanya berdua saja dan mengapa tidak melibatkan Manajer Security dalam hal ini. Akhirnya Ary mencoba hunting Security dan ketemulah dengan calon security, karena diminta melapor berkas lamaran itu langsung diberikan ke direktur. Menurut Ary jawaban Direktur begini “Oke Pak Ary, Coba kita training saja, kita lihatkan aja dulu”. Ary bergegas melaksanakan Training untuk calon Security tersebut. Ketika akan ditest/Training dilapangan ternyata Manajer Security terlihat “Tidak Suka”. Setelah dicari-cari alasannya karena Manajer Security merasa tidak dilibatkan dalam proses perekrutan SDM yang selama ini biasanya, calon-calon Security selalu melalui ajuan darinya. Kebutuhan Security mendesak, Manajer Security “memaksa” Manajer Rekrutment untuk membuatkan Hiring atas nama orang yang berbeda dari yang training. Ary menganalisa berarti Direktur tidak membicarakan hal ini kepada Manajer Security, jika disampaikan kepada Manajer Security dikhawatirkan ada ketidakharmonisan antara manajer Security dan Direktur. Ary membuatkan Hiring dengan harapan Direktur mengoreksi hiring tersebut sebagaimana Hiring-Hiring karyawan sebelumnya.

Perkara itu muncul, setelah Hiring ditanda tangani Presiden Direktur. Ada pertanyaan dari Direktur kepada Ary “Kenapa yang menjadi Security bukan yang di Training?”. Ary menjadi heran, keherananya bahwa “Mengapa Direktur tidak bicarakan hal ini pada Manajer Security?” kemudian “Mengapa tidak dari awal ada penegasan “Wajib” orang baru yang ditawarkan sebelumnya, ketika disodorkan berkas itu sebelumnya jawaban direktur hanya “kita lihat saja nanti”, Mengapa sekarang seolah-olah ngotot harus dikontrak padahal tidak ada ketegasan sebelumnya. Lebih parah lagi dalam pertemuan dalam pembahasan itu Ary bertanya ke Direktur “Saya sudah membuatkan resume hasil interview dan latar belakang calon security tersebut, Maaf, Apakah Bapak membacanya?”. Sungguh aneh jawaban Direktur itu “Saya tidak membacanya dan saya tidak menandatanganinya”. Pertanyaan besar bagi Ary adalah Hiring, Resume Interview, Profile karyawan tidak sekali ini saja dibuat, melainkan sudah berkali-kali bahkan sudah ratusan kali, dan itu diperiksa, dibaca dan ditandatangani. Mengapa sekarang menjadi tidak dilakukan?. Menurut Ary ini ada sebuah kejanggalan dan sepertinya alasan terlalu dibuat-buat. Akhirnya dengan alasan inilah Ary di demosi dan dimutasi dari pekerjaannya.

Semua teman-teman di Bandung Profesional Club (BPC) mendengarkan dengan serius, banyak komentar dan banyak yang menyalahkan Direkturnya. Saya hanya mencatat dan merekam cerita Ary ini, kemudian saya mencoba untuk memberikan sebuah pemahaman bahwa terlepas dari bahwa kesalahan Ary direkayasa agar punya alasan untuk mendemosinya dan memutasikanya, saya mengajak Ary untuk berfikir positif. Ini hanya proses, bukan final.Hanafi Hamran F.B. Mayer berasal dari Inggris pernah memberikan sebuah ilustrasi tentang proses yang menghasilkan kualitas, seperti berikut : Sepotong besi seharga $2.50, kalau ditempa menjadi tapal kuda akan menjadi seharga $5. Jika ditempa menjadi jarum, harganya naik menjadi $175. Kalau ditempa dan dibentuk menjadi pisau silet, harganya akan berlipat-ganda menjadi $1625. Kalau dibentuk menjadi jarum penunjuk arloji Rolex, harganya melonjak lagi menjadi $125.000. Setiap tempaan dan pembentukan terhadap besi tersebut, meningkatkan nilai jualnya. Lebih banyak ditempa, dipukul, dibakar, maka nilainya semakin tinggi.

Demikian juga dengan manusia. Jika anda mengalami banyak pembentukan, tempaan dan ujian, maka karakter mulia yang ada di dalam diri anda semakin terbentuk. Ingatlah bahwa anda tidak perlu menjalani kehidupan ini dengan tergesa-gesa.  Nikmati saja prosesnya dan biarkan ketekunan itu memperoleh buah yang matang.

Dan tidak perlu merasa bahwa Anda gagal, dan ikhlaskan saja ketika Anda melihat rekan-rekan kerja Anda saat ini sedang tertawa membicarakan Anda.Coba ambil pelajran dari Seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda. Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik.Coba ambil cangkir & mengisinya dengan kopi. Setelah Anda isi masing-masing cangkirnya dengan kopi. Perhatikanlah bahwa “mereka” semua disana pasti memilih cangkir yang bagus dan kini yang tersisa hanyalah cangkir yang murah dan tidak menarik dan itu adalah Anda. Ketika ada yang merasa terbaik adalah wajar & manusiawi. Namun persoalannya, ketika Anda tidak mendapatkan cangkir yang bagus perasaan Anda mulai terganggu. Anda secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain & mulai membandingkannya. Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang Anda nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.

Hidup kita seperti kopi dalam analogi tersebut, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, dan harta benda yang kita miliki. Pesan moralnya, jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting. Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, karier yang bagus & pekerjaan yang mapan merupakan jaminan kebahagian. Itu konsep yang sangat keliru. Kualitas hidup kita ditentukan oleh "Apa yang ada di dalam" bukan "Apa yang kelihatan dari luar". Apa gunanya kita memiliki segalanya, namun kita tidak pernah merasakan damai, sukacita, dan kebahagian di dalam kehidupan kita? Itu sangat menyedihkan, karena itu sama seperti kita menikmati kopi basi yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang mewah dan mahal."Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya."

"Selamat menikmati secangkir kopi kehidupan”

“Ngopi Yuk, Anda di Bandung? Mari Bergabung dalam “BANDUNG PROFESIONAL CLUB”

*) Artikel ini Kado Istimewa Untuk Profesional Di Akhir Tahun

Bandung, 29 Desember 2011

Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhan (Adi Supriadi)

Seorang Writer,Trainer,Public Speaker dan Entertainer. Punya Kakek Seorang Penulis, Ibu Seorang Penulis dan Istri Seorang Penulis. Pernah Menjadi Jurnalis Sekolah, Kampus, dan Radio. Tulisan baru terbit di KayongPost, Pontianakpost, Banjarmasinpost, Tanjungpurapost, Sriwijayapost, Balipost, Acehpost, Kompas, Republika, Sabili dll. Cita-cita ingin menjadi Jurnalis AlJazeera atau CNN dan bisa menulis jurnal di TIME dan Wartawan Washingtonpost. Anda dapat menghubungi via 085860616183 / YM: assyarkhan , adikalbar / FB: adikalbar@gmail.com / Twitter : @assyarkhan / GoogleTalk : adikalbar / Skype: adi.rabbani / PIN BB : 322235A9




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline