Lihat ke Halaman Asli

Adi Supriadi

Berarti Dengan Berbagi, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati. Success by helping other people

Nonmuslim Dimohon Menyesuaikan

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_147627" align="aligncenter" width="640" caption="Masjid Al Furqon, Nias (yusufnias.wordpress.com)"][/caption]

Beberapa waktu lalu saya menghadiri pembukaan Bursa Kerja 2011 yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) Kota Bandung, Jawa Barat. Ada yang menarik perhatian saya pada pembukaan tersebut, ketika akan ditutup seorang petugas dari Disnaker akan memimpin pembacaan doa, sebelum memulai, sang Petugas menyampaikan pesan-pesan kurang lebih begini bunyinya “Baiklah, Saya Akan memimpin Doa untuk Program kita ini secara Islam, Non Muslim Dimohon Menyesuaikan”.

Apa yang menjadi masalah buat saya? Saya seorang Muslim, tetapi jujur saya tidak setuju dengan kata-kata ini, karena saya membayangkan jika saya seorang muslim berada di Negara yang mayoritas non muslim diluar sana, tiba-tiba ada acara dan kemudian petugas itu menyampaikannya begini “Baiklah, Saya akan memimpin doa, bagi yang Non Kristiani dimohon menyesuaikan”. Itu jika agamanya Kristen, Jika mayoritas hindu dan budha tinggal dibuah kalimatnya.

Seungguh, betapa tidak enaknya saya diposisi “Dimohon Menyesuaikan” jika saya berada di sebuah negara yang mayoritas selain agama Islam dan saya fikir bagi yang non muslim yang berada di Negara mayoritas Islam pastinya akan merasakan hal yang sama. Padahal ada kalimat yang paling bagus untuk disampaikan sebelum memimpin doa , misalnya seperti ini “Baiklah, Mari kita berdoa berdasarkan Keyakinan kita masing-masing dan khususnya bagi Muslim izinkanlah Saya untuk memimpin doa agar Allah memberikan keberkahan pada acara kita ini”. Bukanlah lebih baik begini, adem rasanya, masing-masing orang merasa dihargai dan dihormati.

Terkadang kita bicara kebhinekaan tetapi aplikasinya NOL besar, bahkan sekalipun yang menyuarakan itu adalah orang-orang yang getol membicarakan tolong hargai keyakinan orang lain, faktanya tidak sama sekali. Suatu ketika saya hadir di Kongress Mahasiswa Kalimantan Barat Pada tahun 2000, sekitar 2000 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan tentunya berbeda agama di Kalimantan Barat hadir dan saat itu saya ditunjuk sebagai Pimpinan Sidangnya waktu itu melakukan Protes kepada Panita. Pasalnya dalam sesi diskusi panel tentang “Urgensi Kerukunan Ummat Bergama Untuk Kalbar Lebih Baik” waktu itu, hadir sebagai pembicara Perwakilan NU, Muhammadiyah, Protestan dan Khatolik. Saya Protes kepada Panitia pada waktu itu, “Kita bicara kerukunan ummat beragama kenapa Cuma yang NU, Muhammadiyah, Katolik, Protestan yang hadir sebagai Pembicara? Kenapa tidak cukup diwakili MUI bagi Muslim, dan pewakilan Gereja bagi Kristen, Mana Hindu, Mana Budha, mana Kunghucu yang menjadi agama-agama di Kalimantan Barat”, dan waktu tidak ada jawaban dari Panitia Kongress.

Rasulullah itu Fundamentalis, Saya berusaha untuk menjadi Fundamentalis, tetapi tidak berarti tidak menghormati keragaman kita, perhatikan cara berbahasa dan cara berperilaku keberagamaan kita, Islam mengajarkan kepada kita semua untuk memahami arti menghormati keyakinan lain tanpa harus ikut beriman kepada keyakinan tersebut, dimana garis prinsip yang diajarkan Islam adalah “Lakum Dinukum Waliadin” Bagimu Agamamu Bagiku Agamaku, sebuah makna jika ada orang Kristen ke Gereja, sebagai seorang muslim harus menghormatinya karena begitulah cara Kristiani beribadah, sama terhadap Hindu, Budha dan sebagainya. Dan Ummat Islam tetap pada posisi bahwa tidak meyakini agama tersebut, karena bagi kita agama kita.

Hal yang tidak boleh adalah meyakini semua agama itu sama, hal ini yang terlarang, itu artinya kaidah “Bagimu Agamamu, Bagiku Agamaku” menjadi tidak berlaku lagi, tidak masalah bagi seorang Muslim mengakui agamanya yang benar dan sebaliknyapun sama, seorang Kristiani mengakui agamanya yang benar”, sekali lagi adalah hal yang paling tidak boleh adalah mengakui semua agama itu sama benarnya seperti yang diajarkan kaum Liberal Sekuler saat ini.

Bandung, 6 Desember 2011

Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhan (Adi Supriadi)

Seorang Writer,Trainer,Public Speaker dan Entertainer. Punya Kakek Seorang Penulis, Ibu Seorang Penulis dan Istri Seorang Penulis. Pernah Menjadi Jurnalis Sekolah, Kampus, dan Radio. Tulisan baru terbit di KayongPost, Pontianakpost, Banjarmasinpost, Tanjungpurapost, Sriwijayapost, Balipost, Acehpost, Kompas, Republika, Sabili dll. Cita-cita ingin menjadi Jurnalis AlJazeera atau CNN dan bisa menulis jurnal di TIME dan Wartawan Washingtonpost. Anda dapat menghubungi via 085860616183 / YM: assyarkhan , adikalbar / FB: adikalbar@gmail.com / Twitter : @assyarkhan / GoogleTalk : adikalbar / Skype: adi.rabbani / PIN BB : 322235A9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline