Lihat ke Halaman Asli

Adisty Safira Salma Damayanti

Mahasiswa Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Risiko Terabaikan: Dampak Kesehatan Polusi Udara pada Polisi Lalu Lintas

Diperbarui: 8 November 2023   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam kurun dua tahun terakhir, tren polusi di Jabodetabek melampaui batas aman yang direkomendasikan WHO. Terdapat 5 komponen di udara yang dijadikan standar oleh WHO yakni, nitrogen, karbon, sulfur, PM2.5, dan PM10. Pada area Jabodetabek, konsentrasi seluruh komponen tersebut selalu berada di atas ambang batas meskipun bersifat fluktuatif setiap tahunnya. Tidak dapat dipungkiri, polusi merupakan salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintah yang tidak kunjung menemukan titik terang hingga saat ini.

Mengutip pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, yang menjelaskan, polusi udara di Jabodetabek disebabkan oleh kontribusi dari emisi kendaraan bermotor sebanyak 44%, PLTU sebanyak 34% , dan sisanya adalah lain-lain seperti emisi rumah tangga dan pembakaran. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa TRAP (Traffic-Related Air Pollution) memiliki probabilitas tinggi untuk memajan masyarakat yang sering beraktivitas di jalanan. Menurut Matz, C.J et al, TRAP atau dalam bahasa Indonesia disebut polusi udara terkait lalu lintas merupakan jenis polusi udara yang disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor seperti, emisi gas pembuangan kendaraan maupun emisi non pembakaran (debu jalanan dan keausan ban). Pada tahun 2022, data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah kendaraan bermotor di Jabodetabek adalah lebih dari 467 ribu unit, bahkan provinsi DKI Jakarta mencapai lebih dari 21 juta ribu unit. TRAP merupakan pajanan yang sangat berisiko dikarenakan tingginya kebutuhan mobilisasi pada masyarakat urban.

Health Effect Institute pada tahun 2010 melakukan penelitian terkait emisi, pajanan, dan dampak kesehatan TRAP di mana terdapat asosiasi antara pajanan TRAP dengan dampak pada sistem kardiorespirasi termasuk penurunan fungsi paru, asma eksaserbasi, perkembangan aterosklerosis, dan mortalitas kardiovaskular. Tidak hanya pada masyarakat, pekerja seperti polisi lalu lintas merupakan salah satu pekerjaan dengan faktor risiko tinggi untuk terkena gangguan kesehatan akibat pajanan polusi udara lalu lintas. Mengingat polisi lalu lintas lebih banyak melakukan tugasnya di jalanan terutama ketika lalu lintas sedang padat oleh kendaraan bermotor. 

Hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta Pusat, menunjukkan bahwa prevalensi kelainan faal paru sebesar 19% yang berarti hampir 2 dari 10 orang mengalami kelainan faal paru seperti obstruksi paru ringan dan sedang (Ginting M. et al, 2015). Studi pada 95 personil polantas Kota Bogor menunjukkan sebesar 7,4% dari subjek mengidap kerusakan fungsi paru sedang (Abdulla et al, 2021). Studi tersebut menunjukkan tidak adanya korelasi signifikan antara penggunaan masker dan kebiasaan merokok dengan penurunan fungsi paru. 

Penelitian lain mengungkap bahwa polisi lalu lintas memiliki kadar testosteron yang lebih tinggi daripada polisi yang tidak terpajan polutan (Ramdhan D. et al, 2020). Testosteron dibutuhkan oleh tubuh dalam mengatur pertumbuhan tulang, perkembangan janin laki-laki, masa pubertas, dan menunjang produksi sperma. Menurut Harvard Medical School, kadar testosteron yang terlalu tinggi dapat menimbulkan beberapa masalah pada pria seperti tekanan darah tinggi dan kolesterol, peningkatan risiko penggumpalan darah, insomnia, sakit kepala dan masalah pada wanita seperti depresi, kecemasan, ataupun menstruasi yang tidak teratur.

Penelitian oleh British Journal of Psychiatry menunjukkan adanya pengaruh TRAP terhadap peningkatan gangguan mental (Joanne B. Newbury et al, 2021). Studi pada polisi lalu lintas di Nepal juga menunjukkan sekitar 73% polisi lalu lintas dilaporkan mengalami kecemasan (anxiety), sementara masalah terkait stres teridentifikasi di antara 40,6% (Shrestha A. et al, 2020). Meskipun tidak spesifik terhadap polisi lalu lintas, beberapa penelitian juga mengungkap adanya efek kesehatan akibat TRAP, terutama neurotoksisitas terkait polusi mampu menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan peradangan saraf (Salvi A. dan Salim S., 2019).

Polusi udara terkait lalu lintas (TRAP) memiliki dampak kesehatan lebih luas daripada yang kita sadari, terutama pada polisi lalu lintas. Dampak tersebut termasuk penurunan fungsi paru, asma eksaserbasi, perkembangan aterosklerosis, dan mortalitas kardiovaskular. Selain itu, TRAP juga dapat menyebabkan penurunan kognitif dan kesejahteraan mental sehingga penting untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan bagi mereka yang bekerja di lingkungan berpolusi ini.

Menurut Anda, sudah sadarkah masyarakat terutama polisi lalu lintas akan risiko kesehatan yang ditemuinya di jalanan?

Adisty Safira & Cahyanti Rahmasari (Mahasiswa Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline