Lihat ke Halaman Asli

Nikah adalah Dasar Pembinaan Keluarga

Diperbarui: 19 Mei 2024   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tujuan dari sebuah pernikahan adalah untuk menyatukan dua jenis manusia, laki laki menjadi suami dan perempuan menjadi istri dalam satu ikatan pernikahan suci dan halal untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Menurut Sayyid Qutb sakinah adalah hubungan rumah tangga yang menenangkan syaraf dan jiwa, menenangkan hati dan pikiran, mendatangkan kedamaian dalam hidup dan menjadikan rumah nyaman dan tenteram. Mawaddah artinya perasaan cinta yang menyejukkan badan dan hati. Sedangkan kata rahmah artinya hidup tenteram, selalu mendapat keberkahan Allah SWT di dalam keluarga. 

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ar-Rum ayat 21 :

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya : “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Selain itu, tujuan dari pernikahan juga untuk mendapatkan keturunan yang sholeh dan sholehah. Keturunan yang shaleh tidak dapat diperoleh kecuali melalui pendidikan agama Islam yang benar. Sebagai orang tua sudah menjadi tanggung jawab untuk mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar, sesuai dengan ajaran agama islam. Tujuan pernikahan sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Rum (30): 21, bukan sekedar memiliki keturunan tetapi mempunyai cakupan yang lebih luas. Yang pertama adalah perbaikan ekonomi, artinya keluarga menyediakan tempat tinggal, pangan, dan keamanan hidup. Kedua, meningkatkan pendidikan intelektual dan moral sebagai sarana penanaman sikap, keterampilan, pengetahuan dan keyakinan. Ketiga, mengaktifkan perlindungan, khususnya perlindungan dari perbuatan buruk yang melanggar norma dalam kehidupan. 

Pernikahan merupakan suatu ikatan perjanjian antara dua insan laki-laki dan perempuan dengan syarat-syarat adanya ijab qabul, dua saksi, mahar dan wali nikah. Mahar adalah harta yang wajib diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya sebagai tanda bukti bahwa suami mencintai wanita yang telah dipilih untuk dinikahinya dan dijadikan istri untuk memulai hidup bersama, serta dijadikan sebagai niat ketulusan dari calon suami untuk membina dan memimpin kehidupan dalam berumah tangga. Pada zaman jahiliyah, perempuan dipandang rendah dan hina. Namun setelah datangnya islam, perempuan memiliki kemuliaan terutama dalam hal mahar. Hal ini tercantum dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 4 :

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا

Artinya : “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”

Hadirnya Surat An-Nisa ayat 4 merupakan perbaikan atas tradisi masyarakat jahiliah yang tidak memberikan keistimewaan bagi perempuan untuk menggunakan mahar suaminya. Pada dasarnya mahar sebenarnya bukanlah harga mati bagi pihak perempuan.

Prinsip pernikahan dalam Al-Quran adalah monogami. Namun poligami dalam Al-Qur’an diperbolehkan. Poligami adalah seorang laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu. Ada sebab yang membolehkan berpoligami, bukan dilatarbelakangi oleh motif  kenikmatan biologis, melainkan karena motif agama, sosial, dan kemanusiaan disertai syarat kesetaraan antar istri. Sebab yang membolehkan berpoligami seperti istri mandul, monopause lebih cepat, dan akibat perang. Seperti yang dilakukan rasulullah pada zamannya, yaitu menikahi para janda yang suaminya gugur dalam perang. Meski begitu beliau mengamalkan monogami lebih lama daripada poligami. Perlu dicatat juga bahwa Al-Quran menunjukkan bahwa poligami berpotensi menimbulkan ketidakadilan yang besar. Oleh karena itu Al-Qur'an menganjurkan monogami.  

Al Quran membolehkan poligami. Hal ini tertulis secara jelas dalam Al Quran surat An-Nisa ayat 3, sebagai berikut: 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline