Di pedalaman hutan Halmahera Timur, Maluku Utara, ada sebuah suku yang masih memegang teguh tradisi kehidupan sederhana dan selaras dengan alam. Suku Togutil, atau yang lebih dikenal dengan sebutan o hongana manyawa, merupakan sekelompok masyarakat nomaden yang mendiami wilayah yang sebagian besar belum tersentuh kemajuan zaman. Mereka hidup dalam komunitas kecil yang tersebar di sekitar aliran sungai, dengan pemukiman yang biasanya terletak di perbukitan hutan.
Dengan rumah-rumah sederhana yang terbuat dari kayu, bambu, dan atap daun palem, mereka membangun kehidupan mereka di tengah alam yang masih asri. Meskipun dikategorikan sebagai suku terasing, kehidupan sehari-hari suku Togutil sangat bergantung pada sumber daya alam, seperti berburu, meramu, dan bercocok tanam. Lebih dari sekadar cara bertahan hidup, aktivitas ini menunjukkan kedalaman kearifan lokal mereka dalam menjaga keseimbangan dengan alam sekitar.
Namun, keunikan suku Togutil tidak hanya terletak pada cara mereka bertahan hidup, tetapi juga pada kepercayaan mereka yang kuat terhadap roh leluhur dan alam. Kearifan lokal mereka, yang mengajarkan pengelolaan hutan secara bijaksana, menjadi pedoman hidup yang tetap lestari di tengah perubahan zaman. Mari kita telusuri lebih dalam tentang kehidupan suku Togutil, dan bagaimana mereka menjaga tradisi yang telah ada selama berabad-abad.
Nah, ayo kita mengenal lebih jauh tentang apa 7 unsur kebudayaan yang ada di dalam Suku Togutil!
1. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Orang orang suku togutil memiliki kepercayaan yang terpusat pada ruh ruh yang menempati seluruh alam lingkungan. Mereka percaya akan adanya kekuatan dan kekuasaan tertinggi yaitu Jou Ma Dutu, pemilik alam semesta yang biasa disebut juga dengan o -gokiri- moi yang berarti jiwa atau nyawa. Karena kepercayaan tersebut, suku Togutil sangat menghargai alam dan telah lama memanfaatkan berbagai tanaman rempah-rempah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tetapi juga sebagai obat tradisional.
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Togutil saat ini, Kristen Protestan, merupakan perpindahan dari sistem kepercayaan asli yang mulai ditinggalkan pada akhir tahun 1970an ketika masuknya penyebaran agama Kristen di daerah tersebut sebagai wilayah dimana orang Togutil penghuni awalnya tinggal. Sejak proyek pemukiman kembali masyarakat terasing pada tahun 1970, penganut agama ini semakin meningkat. Menurut informasi dari beberapa informan bahwa mereka yang masih menganut sistem kepercayaan asli atau belum memiliki agama tertentu adalah mereka yang masih tinggal jauh di dalam hutan yang sama sekali belum mendapat pembinaan dari pemerintah maupun berhubungan dengan dunia luar.
2. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Masyarakat suku Togutil mempunyai sistem kekerabatan yang sangat berhubungan erat dengan etika pergaulan baik dalam menghadapi orang tua, saudara ataupun kerabat. Mereka tidak sopan jika beranggapan tidak sopan jika seseorang menyebut nama mertuanya saat berkomunikasi dengan teman ataupun di depan banyak orang. Jika melakukannya kemudian ketahuan menyebut nama mertuanya oleh orang lain, maka akan diberikan sanksi atau membayar denda (o bobangu) dalam bentuk uang sesuai keputusan kepala adat. Budaya ini sudah berjalan lama dalam sistem kehidupan orang-orang suku togutil sehingga dalam sapaan setiap hari mereka tidak menyebut nama bagi mertua namun menggunakan sapaan meme untuk sapaan kepada mertua perempuan dan baba untuk sapaan mertua laki-laki.
Suku Togutil melakukan aktivitas meramu sagu (o peda) maupun usaha mengumpulkan bahan makanan seperti ubi-ubian, dan berburu hewan liar yang terdapat di alam bebas untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Aktivitas memukul sagu, berburu binatang di hutan seperti rusa atau o manjanga babi hutan atau o ode, dan mengambil hasil dari sungai seperti ikan atau o naoko, belut atau o goyoko dan kerang atau o tabule yang terdapat di sungai-sungai besar. Semua kegiatan pengumpulan bahan makanan tersebut sudah menjadi rutinitas sehari-hari, dan sudah merupakan sistem mata pencaharian sejak dahulu sampai dengan sekarang, yang tidak dapat mereka tinggalkan.