Lihat ke Halaman Asli

Lisa Adistiarini

Karyawan Swasta

Vakum Main Instagram, Inilah Hikmahnya

Diperbarui: 29 November 2018   15:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pemberian Respon Postingan Instagram (Gambar: Lili Sams/Mashable.com) )

Empat hari yang lalu saya kembali membuka aplikasi Instagram setelah sekian lama vakum. Alasan saya vakum main Instagram adalah untuk mengurangi ketergantungan dengan Instagram. Karena dari semua media sosial, Instagram-lah yang memberikan dampak paling besar.

Saya paham, saya gak bisa ngatur orang-orang untuk tidak memposting hal-hal yang annoying buat saya. Jadi, saya rasa, saya-lah yang (belajar) mengurangi main Instagram.

Annoying di sini ada berbagai tipe. Yang jelas memberi dampak yang gak baik, seperti, jadi lebih konsumtif, nyinyir, iri, dengki ... itu yang saya hindari.

Bukan jodoh aja yang merupakan cerminan diri kita, media sosial pun sama. Kita memposting konten X agar semua penjuru dunia tahu, lalu berbalas komentar Y dengan pengguna lain. Kalau dilihat dari situasi seperti itu, karakter kita mudah dibaca. Dan belum tentu juga konten yang kita posting adalah nyata.

Gak tahu sih cara saya vakum main Instagram ini benar atau enggak. Karena setelah melakukan cara ini, saya mendapat dua hal, negatif dan positif.

Positifnya, saya benar-benar lebih aware dengan lingkungan sekitar saya. Lebih memperhatikan secara langsung tentang banyak hal, lebih nyata, dan jadi semakin mengenal diri sendiri.

Gak tahu kenapa, menurut saya media sosial itu semacam pelarian. Seru sih, happy, tapi, manfaat buat kita apa?

Negatifnya setelah saya gak main Instagram, saya melewatkan beberapa hal yang lumayan penting. Seperti, teman yang nikah, tapi karena dia kirim undangannya via DM Instagram, saya jadi telat tahu infonya. Atau kabar teman yang ternyata udah melahirkan, promo dari brand kesayangan yang ngeluarin produk terbarunya yang oke hehehe. Intinya beberapa hal saya lewatkan dari gak main Instagram.

Tapi, yang buat saya gak paham, ini sebetulnya salah saya atau orang lain ya. Maksudnya, kenapa kirim undangan pernikahan via DM Instagram? Apa dia berharap via DM Instagram, orang-orang akan fast respon? Kenapa gak via WhatsApp, Line, atau SMS? Toh dia pun punya kontak saya.

Kenapa juga enggak share via grup angkatan? Hmm.. positive thinking-nya mungkin karena tamu yang diundangnya hanya terbatas atau hanya orang tertentu aja.

Hal itu menjadikan pertanyaan muncul. Apakah saat ini hubungan sosial orang-orang berjalan? Atau hanya bergantung dengan media sosial?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline