Lihat ke Halaman Asli

Ayah Dibyo

Bahwa belajar itu bisa dari siapa saja bahkan dari orang yang tidak pernah kita duga sebelumnya

Layakkah Penyandang Disabilitas Menjadi Guru bagi Penyandang Disabilitas?

Diperbarui: 11 Agustus 2020   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Sebuah pertanyaan yang selalu berputar-putar dikepala saya akhir-akhir ini adalah "Layakkah seorang dsabilitas menjadi guru bagi disabilitas disekolah formal terutama sekolah inklusi?" secara kepatutan pasti sah-sah saja asal kemampuan disabilitas tadi memenuhi kriteria.

Saya membayangkan kalau itu disekolah luar biasa mungkin akan terlihat wajar saja karena lingkup sekolah yang eksklusif tapi ketika itu saya terapkan di sebuah sekolah inklusif sangat berbeda ceritanya, berbeda persepsinya.

Saya mencoba mengambil dari 2 sudut pandang, yaitu sudut pandang orang tua wali murid inklusif dan sudut pandang seorang koordinator inklusif. Kita mulai dengan sudut pandang seorang wali murid inklusif dulu.

Bukan rahasia umum ketika sekolah inklusif ini adalah sekolah yang "mahal" kenapa mahal karena tidak semua orang tua anak berkebutuhan khusus mampu mengambil program ini, dimana selain orang tua membayar administrasi untuk sekolah juga administrasi untuk shadow teachernya.

Biaya yang mahal itu tentunya akan menuntut orang tua untuk pelayanan yang terbaik bagi anaknya termasuk shadow teacher yang mendampingi anaknya.

Kalau bisa pendampingnya juga mendekati sempurna (bukan disabilitas). Berpikirnya bisa jadi "kenapa anakku yang disabilitas diajar oleh guru disabilitas juga?" Mungkin ini tidak terlalu adil buat orang tua.

Mereka sudah membayar mahal para wali murid orang tua inklusif ini jadi pelayanan harus juga maksimal. Idealnya memang seperti itu ketika kita membayar mahal pelayanan juga harus sesuai dengan harga juga, begitulah hukumnya. Saya juga bisa merasakan apa yang dirasakan orang tua ketika kita harus memakai sudut pandang seorang wali murid anak berkebutuhan khusus.

Sekarang saya akan melihat dari kacamata saya seorang koordinator inklusif, bagi saya seorang koordinator inklusif ini tentunya akan lebih menilai dari makna sekolah inklusif itu sendiri dimana yang intinya adalah sekolah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak berkebutuhan khusus tanpa terkecuali dengan menghilangkan hambatan-hambatan untuk mendapatkan hak belajar dan sosialnya.

Dari sini saya berpendapat bahwa harusnya tidak hanya peserta didiknya saja yang kita terima tapi guru yang berkompeten walaupun seorang disabilitas. Ketika guru disabilitas tadi mempunyai kompetensi yang sama dengan orang pada umumnya ya apa salahnya kita terima sebagai guru karena standart yang kita tetapkan sudah dilampaui.

Saya sering berpikir anak yang kita dampingi nantinya juga akan bersosialisasi termasuk mencari pekerjaan juga.

Apa jadinya jika anak kita sebenarnya mampu karena disabilitasnya akhirnya tidak diterima kerja padahal sudah memenuhi standart suatu perusahaan. Kita menyiapkan anak-anak kita dari madrasah salah satunya tujuannya untuk mempersiapkan anak juga ke jenjang sosialisasi yang lebih luas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline