Lihat ke Halaman Asli

Ayah Dibyo

Bahwa belajar itu bisa dari siapa saja bahkan dari orang yang tidak pernah kita duga sebelumnya

Catatan "Shadow Teacher", Berilah Kesempatan kepada Anak "Spesial" Kita

Diperbarui: 12 Oktober 2019   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rasa khawatir, deg-degan itu pun rasanya terbayar lunas ketika melihat anak-anak "spesialku" mampu melakukan tugasnya dengan baik. Saat it anak-anak "spesialku" menjadi petugas upacara bendera hari senin. Ide petugas upacara bendera yang petugas upacaranya adalah anak berkebutuhan khusus muncul ketika rapat kerja bersama pimpinan madrasah. 

Saat itu dari bidang kesiswaan sedang membahas upacara bendera dan dengan spontan saya "menantang" bidang kesiswaan untuk berani memunculkan siswa inklusi sebagai petugas upacara, saya berpikiran saat itu madrasah kita adalah madrasah inklusif yang berarti siswa kita tidak hanya siswa regular saja tetapi juga ada siswa berkebutuhan khusus juga.

Kalau kita hanya menerima anak-anak spesial itu saja tanpa bisa menampilkan atau menonjolkan kelebihan mereka ya berarti madrasah kita bukan madrasah inklusif tapi madrasah inklusif abal-abal yang hanya menampung saja dan mengabaikan hak mereka sebagai siswa juga.

Bak gayung bersambut ide untuk menampilkan siswa inklusif menjadi petugas upacara disetujui oleh pimpinan dan saat itu saya belum berpikir langkah selanjutnya yang penting ide itu muncul dulu dan bisa terealisasi masalah belakangan dipikir nanti. 

Awal bulan Juli saya dihubungi bidang kesiswaan untuk menyiapkan petugas upacara dari siswa inklusi untuk upacara bendera di bulan September, kaget juga saat itu kok secepat itu anak-anak diminta untuk menjadi petugas upacara padahal anak-anak belum siap sama sekali. 

Diawal bukan saya mulai memetakan anak-anak ini mana yang paling siap untuk menjadi petugas upacara, di madrasah kami terdapat 22 siswa inklusif dan mereka beragam ada yang tuna rungu, disleksia, retradasi mental, downsyndrome, autis, ADHD, dispraksia dan gangguan perilaku.

Dari ke 22 siswa tersebut saya mencoba membagi mereka dan yang saya pilih adalah anak-anak yang saya anggap paling siap untuk menjadi petugas upacara karena menjadi petugas upacara berarti mereka harus dituntut untuk tertib, disiplin dan fokus. Ketiga tuntutan ini biasanya yang menjadi masalah bagi mereka terutama fokus, banyak anak spesial kami yang fokusnya kurang jadi mudah teralihkan. 

Pertama kali kami latihan saya sampai geleng-geleng kepala karena banyak anak yang kurang tertib, kurang disiplin dan kurang fokus dan itu hampir semuanya. Kalau ingat itu saya jadi senyam senyum sendiri. Jadi mereka kurang paham tentang tugas mereka ada yang seteah tugas mereka selesai mereka bermain kejar-kejaran, duduk-duduk, berkumpul dengan teman-teman yang lain meninggalkan pos mereka. 

Akhirnya saya coba pisah dulu untuk yang wajib berlatih adalah yang menjadi pemimpin upacara, pemimpin barisan, pengibar bendera, pembawa teks pancasila dan pembaca teks seperti doa, UUD 45, doa juga pembaca protokol upacara, semua shadow pendamping anak-anak saya libatkan untuk mengkondisikan anak-anak.

Latihan kita terlihat hasilnya setelah minggu ke 2, lama sekali ya... ha..ha...ha... Kalau kita melatih anak regular cukup butuh satu, dua maksimal 3 kali mereka bisa melakukannya, karena yang kita latih adalah anak berkebutuhan khusus jadi ya memang ada perbedaan yang cukup mencolok. 

Minggu ke 3 saya mulai memerintahkan teman-teman shadow untuk melepas mereka latihan sendiri, para shadow cukup melihat dari jauh saja. Hasilnya mereka lebih sedikit mengerti apa yang menjadi tugas mereka walau masih harus sering kita ingatkan untuk tetap fokus dan tetap tinggal di posnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline