Republik Indonesia, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, menghadapi tantangan serius dalam menjaga integritas dan akuntabilitas lembaga legislatifnya, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu isu yang kerap menjadi perbincangan adalah terkait mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih yang dilakukan secara sepihak oleh partai politik. Fenomena ini telah menjadi sorotan, menimbulkan perdebatan luas di kalangan akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat sipil. Pasalnya, praktik tersebut dinilai berpotensi mengabaikan prinsip-prinsip fundamental demokrasi, termasuk akuntabilitas publik, representasi politik, dan kedaulatan suara pemilih. Dalam beberapa tahun terakhir, praktik PAW ini mencuat seiring dengan meningkatnya keterlibatan anggota DPR dalam berbagai skandal, mulai dari dugaan tindak pidana korupsi hingga kondisi kesehatan yang menghambat pelaksanaan fungsi legislatif mereka. Kondisi ini kerap mendorong partai politik untuk mengambil langkah cepat dalam mengganti anggota yang dianggap tidak lagi efektif dalam menjalankan tugasnya. Namun, pergantian yang dilakukan tanpa melibatkan pemilih, apalagi secara sepihak oleh partai, menimbulkan pertanyaan serius tentang legitimasi proses ini serta kepatuhannya terhadap nilai-nilai demokrasi yang dijamin konstitusi. Regulasi Hukum Mengenai Pergantian Anggota DPR. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya Pasal 88 dan Pasal 89, diatur bahwa penggantian anggota DPR yang mengundurkan diri atau tidak dapat menjalankan tugasnya merupakan hak prerogatif partai politik. Partai berhak mengusulkan calon pengganti kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa adanya keharusan melibatkan pemilih dalam proses tersebut. Aturan ini memberikan ruang luas bagi partai politik untuk memutuskan penggantian anggota DPR yang tidak lagi dianggap layak, baik karena alasan internal partai maupun karena alasan eksternal seperti masalah hukum atau kesehatan.
Menurut penulis ada 3 Kelebihan Mekanisme Pergantian Sepihak ini :
1. Fleksibilitas dalam Menghadapi Situasi Dinamis
Pergantian antarwaktu (PAW) memungkinkan partai politik untuk merespons cepat jika anggota DPR tersandung masalah, seperti keterlibatan dalam tindak pidana atau masalah kesehatan yang menghalangi kinerja mereka. Dalam konteks ini, PAW memberikan fleksibilitas bagi partai untuk memastikan anggota yang duduk di DPR mampu menjalankan tugas legislatif secara optimal. Hal ini penting dalam menjaga efektivitas lembaga legislatif serta memastikan pelayanan terhadap kepentingan rakyat tetap berjalan lancar.
2. Keselarasan dengan Strategi dan Kebijakan Partai
Partai politik umumnya memiliki visi dan misi yang dinamis, dan pergantian anggota DPR dapat menjadi alat untuk memastikan bahwa wakil-wakil rakyat yang terpilih tetap sejalan dengan arah kebijakan partai. Misalnya, ketika prioritas kebijakan partai bergeser, partai dapat mengganti anggota DPR dengan individu yang lebih kompeten atau memiliki keahlian di bidang tertentu sesuai kebutuhan perkembangan politik.
3. Memperkuat Disiplin dan Kedisiplinan Internal
Dengan adanya mekanisme PAW, partai politik dapat memperkuat kedisiplinan internal. Mekanisme ini memotivasi anggota DPR untuk patuh terhadap garis kebijakan partai dan berkontribusi secara efektif pada program-program partai. Dalam konteks ini, PAW bisa dianggap sebagai alat kontrol internal yang penting untuk menjaga kesatuan dan konsistensi dalam tubuh partai.
Akan tetapi penulis juga menyadari bahwa ada beberapa kekurangan dari Mekanisme PAW ini :
1. Pelanggaran terhadap Prinsip Demokrasi