Lihat ke Halaman Asli

Adi Setiawan

Penulis Ilmiah

Puskohis UIN R.M. Said Kupas Tuntas Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, Benarkah Bisa Melegalkan Seks?

Diperbarui: 22 November 2021   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jumat, 19 November 2021 Melalui Diskusi Publik Nasional bertajuk "Diskusi Publik: Kupas Tuntas Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam (PUSKOHIS) berdiskusi bersama dengan para Dosen, Pengacara, Konsultan Hukum, Pendamping Korban Kekerasan seksual dan para mahasiswa dari berbagai macam universitas di Indonesia. 

Dalam diskusi publik ini PUSKOHIS menghadirkan narasumber dari STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau yang diwakili oleh Abd. Rahman, M.Sos. selaku dosen. 

Narasumber lain yang kami hadirkan juga dari kalangan advokat yang diwakili oleh Suroso, S.H., M.Kn selaku Advokat dan Konsultan Hukum. Dalam diskusi public ini PUSKOHIS juga mengundang Chintami Budi Pertiwi yang merupakan Pendamping Korban Kekerasan Seksual dilingkungan kampus dari Universitas Sebelas Maret (UNS).

Acara ini diawali dengan pembukaan dan dilanjutkan dengan opening speech oleh direktur Puskohis, R. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, SH, M.H., Dosen yang fokus dalam keahlian Hukum Tata Negara dan Fiqih Perbanidngan Madzhab Fiqih mengatakan bahwa saat ini Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 menjadi perdebatan diberbagai kalangan dan media elektronik. 

Banyak hal yang menjadi sorotan dalam peraturan ini, sehingga diperlukan kajian dan rekomendasi secara akurat dan ilmiah terkait pro dan kontra isu legalitas seks dalam peraturan ini. 

Lebih lanjut direktur PUSKOHIS mengucapkan selamat datang kepada para narasumber dan hadirin yang sudah berkenan memberikan kontribusi dalam diskusi public ini. Beliau menambahkan acara ini terselenggara berkat kerjasama Panitia, UIN Raden Mas Said, STAIN Sultan Abdurrahman, dan Universitas Sebelas Maret.

Kemudian acara diskusi publik ini memulai pembahasan dari perspektif Advokat dan Konsultan hukum. Suroso mengawali pembahasan dengan menyampaikan pemahaman hokum dalam memahami Pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang menyebutkan beberapa kata "tanpa persetujuan Korban". 

Kalimat tanpa pesetujuan korban dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 seharusnya dipahami dengan mempergunakan perspektif hukum. Dalam pandangan ilmu hokum kata ini diartikan sebagai bentuk hokum di ranah privat, oleh karenanya sifat perturan ini lebih kepada delik aduan. 

Suroso menambahkan dengan masih banyak koreksi mengenai frasa dalam peraturan ini yang belum ada indicator untuk mendefinisikan kata-kata atau istilah kekerasan seksual. Seharusnya peraturan ini tidak disikapi secara berlebihan karena sanksi dari pelanggaran peraturan ini adalah sanksi administrasi. 

Dalam memahami peraturan ini, kita harus berpandangan bahwa hukum tidak hanya sekedar peraturan ini saja, akan tetapi norma agama, adat, dan budaya itu juga termasuk hukum. Selanjutnya Suroso menjelaskan mengenai cakupan kekerasan seksual. 

Diakhir penyampaian pembahasan beliau memberikan rekomendasi atas Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, diantara rekomendasi beliau untuk perbaikan peraturan ini yang pertama perlunya penjelasan secara detail mengenai pasal 5 ayat 2 bagain d yaitu berupa tolak ukur dan penafsiran kata "menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman" karena ini rentan disalah artikan. Kedua, perlunya pembentukan Satgas yang berintegritas sebagai bentuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline