Lihat ke Halaman Asli

Adi Prayuda

Seorang dosen, penulis, dan murid meditasi

Sertifikat di Atas Ilmu: Fenomena Absensi di Era Digital

Diperbarui: 1 Februari 2025   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://bamahadigital.com/apa-itu-webinar/

Di era digital yang serba cepat ini, kita disuguhkan dengan berbagai macam pelatihan dan webinar online. Mulai dari yang gratis hingga yang berbayar dengan harga yang bervariasi, semua menawarkan kesempatan untuk belajar dari para ahli di bidangnya. Namun, di balik kemudahan akses ini, muncul fenomena yang cukup menarik sekaligus mengkhawatirkan: pengutamaan terhadap sertifikat kehadiran dibandingkan kehadiran itu sendiri.

Sebagai seorang dosen, saya sering mengikuti berbagai webinar, terutama yang gratis. Dalam banyak kesempatan, saya menyaksikan ada peserta yang lebih berfokus pada link absensi dan sertifikat daripada materi yang disampaikan. Komentar-komentar yang muncul di awal sesi tidak sedikit berkisar pada pertanyaan seputar link absensi, cara mendapatkan sertifikat, bahkan sebelum materi dimulai. Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk menganggap sertifikat sebagai tujuan utama, bukan sebagai pengakuan atas pengetahuan yang diperoleh.

Tentu saja, tidak semua peserta memiliki pandangan yang sama. Banyak di antara kita yang menyadari bahwa ilmu yang disampaikan jauh lebih berharga daripada sekadar sertifikat. Namun, fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran nilai di kalangan, saya harap sebagian kecil, peserta pelatihan. Pertanyaan seperti "Apakah saya tetap bisa mendapatkan sertifikat jika tidak on camera karena saya sedang ada kegiatan lain?" adalah pertanyaan yang mencerminkan prioritas yang menurut saya kurang pas. Bukankah seharusnya kita lebih menghargai kesempatan untuk belajar daripada sekadar mendapatkan pengakuan formal?

Menurut pandangan saya, penghormatan terhadap ilmu dan pengajarnya seharusnya ditunjukkan dengan cara mendengarkan, menyerap, dan mengimplementasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sertifikat seharusnya menjadi bonus, bukan tujuan utama. Ketika kita menghormati ilmu, kita akan merasakan dampak positifnya dalam kehidupan kita. Ilmu yang kita serap akan membentuk karakter dan cara berpikir kita, yang pada gilirannya akan memengaruhi tindakan kita.

Di tengah maraknya pelatihan digital, saya berharap kita dapat kembali mengenali dan menjunjung tinggi konsep adab dalam belajar. Adab ini mencakup sikap menghormati ilmu dan pengajarnya, serta kesungguhan dalam menyerap pengetahuan. Mari kita pastikan bahwa kehadiran kita dalam pelatihan online, baik yang gratis maupun berbayar, adalah kehadiran yang tulus dan penuh penghormatan terhadap keilmuan itu sendiri. Jangan sampai kehadiran kita hanya sekadar formalitas, di mana hanya perangkat yang terhubung dengan internet yang hadir, sementara pikiran kita teralihkan ke hal-hal lain.

Dalam dunia yang semakin digital ini, penting bagi kita untuk tidak kehilangan esensi dari proses belajar itu sendiri. Sertifikat bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah pengakuan atas usaha kita dalam menyerap ilmu. Mari kita utamakan penghormatan terhadap ilmu dan pengajarnya, sehingga kita dapat benar-benar mendapatkan manfaat dari setiap pelatihan yang kita ikuti. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi peserta yang hadir secara fisik, tetapi juga secara mental dan spiritual, siap untuk menerapkan ilmu yang telah kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline