Lihat ke Halaman Asli

Adinsa Alvi Syahra

Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Andalas

Pentingnya Kesiapan Spiritual dan Emosional dalam Menghadapi Kematian Bagi Lansia

Diperbarui: 21 Juni 2024   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: Pinterest

Masa lanjut usia adalah fase kehidupan yang penuh tantangan, baik dari segi fisik, mental maupun emosional. Fase ini juga dikatakan sebagai tahapan akhir dari siklus kehidupan seseorang yang terjadi secara alami dan tidak dapat dihindari. Secara umum, seseorang dikategorikan lanjut usia (lansia) apabila usianya sudah 65 tahun keatas. Dalam rentang hidupnya, lansia sudah melewati berbagai tahapan perkembangan, mulai dari kelahiran, masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, usia lanjut dan berakhir dengan tibanya kematian. Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan lansia, ketika kita memperhatikan nenek, kakek atau tetangga kita yang sudah menua, kita akan melihat banyak perubahan yang mereka alami. Perubahan tersebut meliputi kondisi fisik dan psikis, seperti menurunnya kemampuan motorik, timbulnya keriput serta garis halus di wajah, ketajaman penglihatan menurun, pendengaran berkurang, mudah lelah dan sebagainya. Disamping itu, lansia juga mengalami perubahan yang signifikan dalam status sosial. Lansia akan mengalami pergeseran terkait hubungan mereka dengan keluarga, teman dan masyarakat. 

Selain perubahan tersebut, lansia akan mengalami masalah psikososial dalam hidupnya, masalah tersebut meliputi depresi, cemas akan kematian dan bunuh diri (Adelina, 2019). Ketika mendengar kata "kematian" tentu akan muncul berbagai perasaan dan pikiran di benak kita. Beberapa orang akan merasa khawatir, takut, sedih dan mulai merenungkan tentang hidupnya. Hal ini sejalan dengan Priest (dalam Yandro 2022), bahwa terdapat reaksi seseorang dalam menghadapi kematian terbagi dua, yaitu reaksi psikologis dan fisiologis. Reaksi psikologis terdiri dari reaksi kognitif seperti ragu dan sulit tidur. Sedangkan reaksi fisiologis seperti keringat dingin, jantung berdetak kencang dan kaki tangan bergetar. 

Berdasarkan teori eksistensial, kecemasan akan kematian merupakan kecemasan yang tidak dapat dihindari yang dialami sebelum individu memasuki tingkat kesadarannya. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan pandangan positif terhadap kehidupan mengalami sedikit kecemasan terhadap kematian. Sedangkan individu dengan keputusasaan, rendahnya dukungan sosial dan kesepian dinyatakan memiliki gangguan kecemasan kematian yang tinggi (dalam Greenblatt-Kimron 2021). 

Kematian atau kehilangan kehidupan pasti akan dialami oleh semua lansia sebagai fase akhir dari kehidupannya. Setiap makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan mati seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabut 57, yaitu : "Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Kemudian, hanya kepada Kami kamu dikembalikan."

Para lansia memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi kematian. Menurut Hidayat (dalam Naftali, 2017) lansia yang merasa cemas terhadap kematian dapat disebabkan oleh kematian itu sendiri seperti apa yang akan terjadi setelah kematian, bagaimana keluarga yang ditinggalkan, dan berpikir bahwa tempat yang akan dikunjungi setelah kematian sangat buruk. Berbalik dengan lansia yang merasa siap dengan akhir hayatnya, mereka tidak merasakan kecemasan atau ketakutan terkait kematian yang akan terjadi. Didukung oleh penelitian Jastrzebski dkk (2020), terdapat empat aspek yang berkaitan dengan ketakutan dan kematian, yaitu takut akan kehancuran fisik, takut akan proses kematian, takut ketika menghadapi kematian dan takut akan kematian itu sendiri.

Dengan adanya kecemasan tersebut, maka dibutuhkan kesiapan bagi lansia dalam menghadapi kematian. Kesiapan tersebut membantu lansia untuk memberikan ketenangan pikiran, meningkatkan kualitas hidup dan memfasilitasi hubungan yang lebih baik dengan keluarga dan orang terdekat. Indriani (2013), menjelaskan bahwa kesiapan menghadapi kematian terdiri dari dua aspek, yaitu kesiapan secara spiritual (rohani) dan kesiapan emosional. Pada aspek spiritual lansia dilihat dari semakin bertambahnya keagamaan dan kepercayaan yang terintegrasi dalam hidupnya, hal tersebut dapat dilihat dari cara lansia berpikir dan bertindak di kehidupan sehari-hari. Lansia akan berfokus pada kehidupan batin seperti perenungan, sehingga lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Selain itu, lansia juga meluangkan waktunya untuk melakukan ibadah, seperti shalat, bersedekah, membaca Al-Qur'an dan berdzikir. Sejalan dengan Hariani (2019) yang menjelaskan bahwa lansia yang mampu memenuhi aspek spiritual dapat meningkatkan kualitas hidupnya menjadi lebih baik dengan menikmati masa tua yang penuh makna dan terhindar dari kecemasan. 

Gallo (2015), menjelaskan bahwa penilaian spiritual mampu menjadi kunci dalam mempelajari dan memahami kesejahteraan pada lansia. Penilaian spiritual tersebut bertujuan untuk memahami makna, nilai-nilai dan tujuan hidup lansia.  Bagi beberapa lansia, kematian adalah hal yang menakutkan dan dihindari. Namun, beberapa lansia juga memiliki suatu rasa kedamaian spiritual yang membuat mereka mampu menghadapi ketakutan tersebut. Spiritualitas memberikan makna dan tujuan mendalam bagi lansia, melalui keyakinan dan praktik spiritual, lansia dapat merenungkan perjalanan hidupnya dan memandang kematian sebagai bagian dari siklus kehidupan yang lebih besar. Keyakinan bahwa terdapat sesuatu yang lebih besar dari kehidupan duniawi yang sudah dijalani memberikan pandangan yang lebih positif dan menerima tentang kematian. 

Selanjutnya terdapat aspek emosional yang juga berpengaruh dalam kesiapan kematian bagi lansia. Kesiapan secara emosional atau psikis berarti bahwa lansia dapat lebih memahami makna hidup dan kematian, dapat mengatasi kecemasan akan tibanya kematian dan sering mengingat kematian. Menghadapi akhir hayat dengan tenang dan damai memerlukan pemahaman, dukungan dan penerimaan yang kuat dari berbagai aspek kehidupan. Maka dari itu, lansia memerlukan dukungan yang tepat agar dapat mencapai ketenangan dan kedamaian di akhir hidup mereka. Diperlukan dukungan keluarga, teman dan masyarakat agar lansia mampu menemukan kekuatan dalam menjalani setiap langkah hidupnya.  

Dari hasil penelitian Naftali (2017), dapat disimpulkan bahwa kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian dipengaruhi oleh konsep agama dan ketuhanan, makna hidup, interaksi dengan lingkungan, konsep sehat sakit, kesejahteraan dan spiritualitas. Dengan spiritualitas yang baik, lansia mampu menghadapi kenyataan, memiliki harga diri, serta menerima kematian sebagai sesuatu yang akan terjadi dan tidak dapat dihindari. Lansia juga perlu mendapatkan pelayanan keperawatan yang dapat digunakan dengan metode Bio-Psiko-Sosio-Spiritual. Pendekatan utama dalam pemenuhan kebutuhan lansia adalah kebutuhan spiritual (Nugroho, 2009 dalam Hamid 2020). 

Source: Pinterest

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline