Rintihan malam menjelang fajar,..... tersayup selembar kain putih diantara wajah geliat. Ayam bertaji dengan suara nyaring yang memang terbiasa untuk bernyanyi di pagi dini hari. Tersirat untaian waktu yang berjalan menghabiskan sisa malam, dan bersegera berpusara.
Percakapan itu memang hangat, namun kosong, ibarat air yang di tuangkan dalam cangkir hitam pekat. Karena bualan-bualan itu seolah tanpa makna, akan tetapi di tujukan untuk sebuah makna. Enam jam terpikat oleh kenikmatan asap tembakau dan pekat kopi hitam, disela obrolan.
Berharap ada sebuah nilai kebenaran tertuang, walau ada senda gurau. Namun, dalam berujar rasa khawatir dan takut menyelimuti kedinginan hati yang dalam. Salahkah jika berujar kebenaran, yang memang belum pasti dan memang belum termiliki secara utuh, baik dari hati, lisan maupun perbuatan.
Alangkah lucunya negeri ini, jika hanya bisa berujar tanpa mampu beraksi, sehingga menjadi sebuah aplikasi pasti.
Hanya satu dalam pinta, bila ini adalah kebenaran adalah haknya untuk mendaptkan kebenaran. Bila kesalahan dalam berujar, ia adalah insani yang merasa bodoh dan lemah di hadapanNya......
Syukur dan Ampunan dalam keabadian hidup.
Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H