Lihat ke Halaman Asli

N5M; Merubah Paradigma Negatif Terhadap Pesantren

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Negeri 5 Menara (N5M) saat ini sedang menjadi pusat perhatiaan para pecinta film tanah air. Sejak 1 Maret tahun ini, film ini sudah mulai diputar di beberapa bioskop tanah air. Film yang didasarkan dari novel A. Fuadi tersebut seolah menjadi pemuas dahaga pecinta film tanah air yang merindukan tontonan yang berkualitas, bukan hanya film asal jadi. Yah maklum, banyak film tanah air saat ini yang terkesan asal jadi dan hanya menonjolkan sisi erotis semata. Saya tak perlu menyebutkan satu per satu. Anda pun tau mana yang berkualitas dan mana yang tak berkualitas.

Kembali ke N5M, terus terang saat ini saya belum menonton film ini. Bukan tak ingin, akan tetapi resiko tinggal di sebuah kota kecil menyebabkan saya belum bisa menikmati film ini. Saya tak yakin dalam sebulan atau dua bulan ini saya sudah bisa menontonnya atau belum. Namun bagaimana pun juga, saya tetap berani memberikan jaminan mutu bagi film ini. Berdasarkan novel yang saya sudah baca, saya yakin bahwa film ini tak jauh dari apa yang terdapat pada novelnya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

N5M menceritakan tentang kisah anak muda yang menuntut ilmu di Pesantren Madani. Di sana ia mengalami kisah hidup yang tak akan bisa ia lupakan seumur hidupnya. Meski ia masuk ke pesantren atas paksaan orang tua namun sejalan dengan apa yang ia hadapi selama di pesantren menjadikannya sadar bahwa inilah yang terbaik untuknya. kejadian – kejadian yang menegangkan, romantisme masa muda, kekonyolan – kekonyolan khas santri, serta tempaan yang diberikan pesantren menjadi memori indah dalam kehidupan berasrama.

N5M bercerita tentang arti persahabatan. Persahabatan antara orang yang berasal dari latar belakang serta suku yang berbeda. Ada Melayu, Jawa, Madura, Sunda, Arab dan Bugis. Namun perbedaan itu tak menjadi masalah bagi mereka. Tak ada merasa bahwa ia lebih baik dari yang lainnya. Mereka saling menghormati perbedaan tersebut. Mereka menjadi sebuah keluarga, menggantikan keluarga yang mereka tinggalkan. Mereka bersatu untuk mencapai tujuan bersama. Susah senang mereka rasakan bersama.

N5M menceritakan tentang sebuah cita – cita. Bahwa kita harus berani bermimpi. Sebesar apa pun mimpi itu. N5M mengajarkan kepada kita untuk jangan pernah takut bermimpi. Bukankah bermimpi itu gratis, tak dipungut biaya. Lantas, kenapa kita harus takut untuk bermimpi dan bercita – cita. Yang perlu kita lakukan hanyalah berusaha semampu kita untuk mewujudkan cita – cita tersebut. Hidup tanpa cita – cita adalah hidup tanpa arah dan tujuan. Hidup yang tak berguna.

Menonton N5M bagaikan memutar kembali slide – slide kehidupan saya di pesantren. Sebagai orang yang pernah hidup selama 6 tahun di pesantren, N5M membuka kembali kenangan itu. Susah senang hidup di asrama. Bagaimana rasa rindu mencekram diri ketika jauh dari keluarga. Namun ketika sudah bersama keluarga, kerinduan itu berubah menjadi kerinduan akan sahabat – sahabat di pesantren, kerinduan akan rutinitas harian di pesantren yang kadang, membosankan. Pesantren adalah “penjara suci” yang kadang dibenci namun lebih banyak dirindu.

N5M memiliki tempat tersendiri bagi orang yang berkecimpung di dunia pesantren. Baik itu Kiai, Ustadz, Alumni maupun Santri. N5M (juga film BBS) merubah pandangan khalayak umum tentang pesantren. Di tengah tuduhan bahwa pesantren adalah sarang teroris, penyebar paham radikalisme, film ini menepis semua tuduhan tersebut. Pesantren mengajarkan tentang kasih sayang, toleransi antar sesama. Pesantren mengajarkan kepada santri – santrinya bahwa islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Maka sudah seharusnya seorang santri itu menjadi rahmat bagi masyarakat sekitarnya, bukan sebaliknya.

N5M berusaha untuk merubah pandangan salah tentang pesantren yang terjadi di masyarakat. Saya pernah menonton film yang digarap oleh sutradara ternama di tanah air yang begitu mendiskreditkan pesantren. Film tersebut seolah – olah menunjukkan kepada masyarakat bahwa seperti itulah pesantren, diskriminatif. Padahal yang terjadi di pesantren tidaklah seperti itu. Kalau pun ada, itu hanyalah sebagian kecil dari jumlah pesantren yang ada. Sekali lagi, hanya sebagian kecil. Namun penggiringan opini publik kepada apa yang ada dalam film tersebut serta menafikan realita yang ada membuat darah saya bergejolak melihat film tersebut. Syukurlah bahwa ada film – film yang dibuat untuk merubah paradigma negatif tersebut, salah satunya adalah N5M.

Sayangnya hingga saat ini saya belum bisa menikmati film ini. Namun bagaimana pun jua, N5M menjadi waiting list nomor satu yang harus saya dapatkan. Salam !

Gorontalo, 15 Maret 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline