Pengantar Ilmu Politik
Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos, M.I.Kom
Abstrak
Demokrasi dan literasi politik merupakan dua aspek penting dalam pemilu di Indonesia yang berperan dalam mendorong kemajuan nasional. Meskipun demikian, tantangan seperti logistik pemilu yang buruk, ketidaktransparanan, dan praktik nepotisme masih menghambat pelaksanaan demokrasi yang ideal. Pemilu 2024 menunjukkan bahwa masalah ini tetap relevan, meskipun partisipasi politik tinggi. Literasi politik sangat penting untuk memperkuat demokrasi, membantu masyarakat memahami hak dan kewajiban politik mereka, serta mencegah disinformasi. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi signifikansi demokrasi seba gai fondasi sistem politik dan peran literasi politik dalam meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pemilu sehingga mencapai kemajuan nasional. Metode penulisan ini mengacu pada studi kepustakaan untuk mendukung analisis dan pembahasan mengenai pentingnya literasi politik dalam konteks demokrasi Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa literasi politik yang tinggi dapat memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik secara efektif dan bertanggung jawab. Simpulan dari artikel ini adalah pentingnya pendidikan politik yang terus-menerus dan partisipasi aktif dalam membangun demokrasi yang kuat di Indonesia. Saran yang diajukan meliputi perluasan pendidikan literasi politik di semua tingkatan pendidikan, peran penting media dalam memberikan informasi yang objektif, dan perlunya transparansi dalam proses politik untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Kata Kunci: Demokrasi, Literasi Politik, Pemilu, Indonesia, Kemajuan Nasional.
- Latar Belakang
Demokrasi di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, dimulai dengan periode pemerintahan Hindia Belanda yang awalnya tidak demokratis. Setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi parlementer dengan pemilihan umum yang pertama kali diadakan pada tahun 1955. Saat itu, pemilu pertama menghasilkan Majelis Konstituante yang bertugas merumuskan konstitusi negara baru. Namun, perjalanan demokrasi Indonesia tidak selalu mulus; periode Orde Lama ditandai dengan dominasi politik oleh satu partai dan terjadinya kudeta militer pada tahun 1965. Perubahan signifikan terjadi setelah Reformasi tahun 1998, yang dipicu oleh tekanan rakyat atas rezim otoriter Orde Baru yang berkuasa selama tiga dekade. Reformasi membawa perubahan sistem politik menuju demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Pemilu tahun 1999 menjadi tonggak penting dalam memulihkan proses demokrasi, dengan munculnya sistem multipartai yang memberikan kesempatan lebih besar bagi partisipasi politik dari berbagai lapisan Masyarakat (Anggraini, 2024; Syam, 2024).
Demokrasi di Indonesia juga telah mengalami evolusi signifikan sejak Reformasi tahun 1998, yang menggantikan sistem otoriter Orde Baru dengan Demokrasi Pancasila. Sistem ini menempatkan prinsip-prinsip Pancasila sebagai landasan utama dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, yang mencakup nilai-nilai seperti keseimbangan dan keadilan sosial, serta pluralisme dan konsensus dalam pengambilan keputusan politik (Eriyanto & Maulia, 2024). Setelah melewati berbagai tahapan dalam sejarah politiknya, termasuk masa Orde Baru yang otoriter, Indonesia memasuki era Reformasi yang membawa perubahan signifikan menuju demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif. Pemilihan umum mulai menjadi sarana utama bagi rakyat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung, termasuk pemilihan presiden dan anggota parlemen.
Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, telah menyelenggarakan Pemilihan Umum pada 14 Februari 2024. Pada Pemilu tersebut, kandidat yang berhasil memenangkan pesta demokrasi ini adalah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang akan memimpin Indonesia dalam periode mendatang. Pemilu tersebut merupakan momen penting bagi demokrasi di Indonesia, di mana lebih dari 200 juta pemilih di dalam negeri dan 1,75 juta pemilih diaspora menggunakan hak suaranya untuk memilih pemimpin negara dan anggota legislatif. Partisipasi aktif ini menegaskan komitmen masyarakat Indonesia untuk memperkuat demokrasi Pancasila sebagai sistem politik yang mendorong kesejahteraan dan kemajuan nasional. Namun, pemilu 2024 juga diwarnai berbagai masalah yang menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Pantauan DEEP Indonesia di tujuh provinsi menemukan banyak masalah logistik, seperti surat suara yang tercoblos, tertukar, dan hilang. Selain itu, ada laporan tentang kotak suara yang tidak tersegel, tempat pemungutan suara yang terlambat dimulai, serta TPS yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas (Pradesa, 2024). Kondisi ini mengindikasikan bahwa integritas pemilu masih diragukan dan menunjukkan adanya krisis moralitas dan pelanggaran yang dilakukan berbagai pilar negara.
Kondisi demokrasi Indonesia saat ini dinilai mengalami degradasi. Meskipun di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur dan investasi meningkat, namun banyak pihak berpendapat bahwa hal ini harus dibayar mahal dengan kemunduran demokrasi (Pane & Hsb, 2024). Salah satu isu yang paling disorot adalah putusan Mahkamah Konstitusi yang dipimpin oleh Anwar Usman, ipar Jokowi, yang memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden dengan menghapus batasan usia minimum. Ini menimbulkan dugaan bahwa Jokowi berupaya meneruskan ambisi dan warisannya dengan mengestafetkan kekuasaan kepada putranya. Selain itu, isu "Jokowi tiga periode" sempat berembus, tetapi kemudian ditentang oleh banyak pihak. Kontroversi semakin memanas ketika putusan Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan dari capres 01 Anies-Muhaimin. Putusan ini diwarnai dengan orasi kekecewaan di luar gedung MK, di mana pendukung Anies-Muhaimin merasa bahwa keputusan tersebut sangat mengecewakan dan melukai hati mereka (Lutfiah & Abidin, 2024; St May, dkk., 2024). Situasi ini menunjukkan adanya ketidakpuasan publik terhadap proses demokrasi dan menyoroti masalah transparansi serta keadilan dalam pemilu.
Untuk memastikan demokrasi yang berkelanjutan dan berkualitas, dibutuhkan pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip demokrasi dan proses politik yang transparan. Literasi politik menjadi kunci utama dalam hal ini, karena meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap isu-isu politik dan memungkinkan mereka membuat keputusan yang lebih informasional dan bertanggung jawab dalam pemilu. Literasi politik bukan sekadar tentang memahami mekanisme politik, tetapi juga mengenai kemampuan individu untuk mengakses informasi dengan kritis, mengidentifikasi sumber yang dapat dipercaya, dan mengolah informasi tersebut dengan bijaksana. Literasi politik menjadi fondasi yang kuat dalam mendukung partisipasi publik yang bermakna dan efektif dalam pengambilan keputusan politik. Literasi politik juga memiliki peran penting dalam memajukan Indonesia dari pedesaan hingga perkotaan. Di pedesaan, tingkat literasi politik yang tinggi dapat memberdayakan masyarakat untuk memahami hak-hak politik mereka, mengenali pentingnya partisipasi dalam pemilihan umum, dan mengawasi kinerja para pemimpin local. Sementara itu, di perkotaan, literasi politik akan membantu individu untuk tidak hanya memahami mekanisme politik yang lebih kompleks, tetapi juga untuk mengakses informasi dengan kritis.