Lihat ke Halaman Asli

Ariel Fakdawer: Masyarakat Raja Ampat Tetap Miskin

Diperbarui: 5 Januari 2018   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nationalgeographic.co.id

Raja Ampat, atau Empat Raja, adalah gugusan pulau yang terdiri dari lebih 1.500 pulau kecil dan pulau karang yang mengelilingi empat pulau utama Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo, dan pulau kecil Kofiau. Raja Ampat menjadi suaka bagi 1.400 spesies ikan dan 600 spesies terumbu karang. Banyaknya keragaman di gugusan pulau seluas 40.000 km2 ini membuatnya dinobatkan menjadi salah satu habitat bawah laut terbesar di dunia.

Sebagian besar kepulauan berada di belahan bumi selatan dengan beberapa pulau kecil di barat laut Waigeo seperti Pulau Sajang berada di belahan bumi utara. Beberapa pulau berada di bagian paling utara Benua Australia.

Nama Raja Ampat berasal dari mitos setempat yang bercerita tentang seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat dari ketujuh telur tersebut menetas dan menjadi para raja yang menguasai empat pulau terbesar di Raja Ampat, sementara sisanya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.

Melansir dari CNNIndonesia, pasir putih yang menghampar dan warna-warni terumbu karang di bawah perairan biru kehijauannya selalu menjadi magnet bagi turis yang meramaikan Raja Ampat setiap tahun. 

Ditambah lagi, penduduk asli Kepulauan Raja Ampat adalah sekumpulan orang yang ramah dan terbuka pada tamu dari luar. Nilai tambah bila tamu dari luar itu membawa buah tangan untuk mereka berupa pinang atau permen sekalipun, sebab barang ini menjadi semacam pipa perdamaian indian di sana.

Gugusan pulau yang berada di bagian barat Kepala Burung Pulau Papua ini dianggap sebagai surga oleh baik turis dalam maupun luar negeri. Banyak yang memberikan pendapat memuaskan mengenai Raja Ampat, bahkan mengakui bahwa Raja Ampat adalah pulau paling cantik dari banyak pulau yang telah dikunjunginya seperti yang dilakukan oleh seorang turis dari Kanada, Angelika Redweik-Leung.

"Pulau ini sangat menakjubkan." Begitu katanya.

Pemeritah Indonesia yang menyadari potensi Raja Ampat memberikan kesempatan pada para investor untuk membangun usaha memajukan industri pariwisata di sana, seperti penginapan, tempat makan, hingga pelabuhan baru. Apapun dilakukan demi meningkatkan jumlah kunjungan turis.

Namun di balik angka kunjungan turis yang merangkak naik, ada sebuah kampung yang seolah-olah mampu memudarkan aura Raja Ampat, yakni Kampung Adat Saukabu.

Masyarakat di kampung yang berjarak dua jam perjalanan dari Waisai, ibu kota dan pusat pemerintahan Kabupaten Raja Ampat, ini belum bisa menikmati aliran listrik dan air bersih. Bahkan, meski masih bisa merasakan bangku sekolah, anak-anak di sana harus menempuh perjalanan kaki sejauh ratusan kilometer untuk sampai ke sekolahnya.

Hidup di dalam gubuk sederhana, masyarakat di Kampung Saukabu mengaku tak mendapatkan hasil yang manis dari ramainya turis yang berkunjung ke Raja Ampat. Berbeda dengan banyak turis yang menganggap Raja Ampat adalah salah satu surga di Bumi, mereka justru tidak mengalami sensasi seperti itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline