Gunung Everest yang dalam bahasa Nepal disebut Sagarmth (Kepala Langit) dan dalam bahasa Tibet disebut Chomolungma (Bunda Semesta) adalah gunung tertinggi di atas permukaan laut di Bumi. Titik puncaknya menandakan perbatasan antara Tibet dan Nepal.
Sebelum ketinggiannya yang diketahui saat ini, banyak kontroversi terjadi antara China dan Nepal mengenai tinggi gunung ini. Pada 2005, China mengukur ketinggian gunung dengan hasil 8844.43 meter.
Kemudian muncul lagi sebuah argumen di antara China dan Nepal mengenai apakah tinggi itu untuk gunungnya saja atau beserta salju yang menyelimutinya. Pada 2010, akhirnya disetujui oleh kedua pihak bawah tinggi Gunung Everest adalah 8.848 m.
Gunung ini menarik perhatian banyak pendaki. Percobaan pendakian pertama dilakukan oleh beberapa pendaki dari Inggris di ketinggian 7.000 m pada 1921. Karena orang Nepal saat itu tidak memperkenankan orang asing masuk ke negaranya, para pendaki dari Inggris tersebut melakukan beberapa upaya lewat rute pegunungan utara dari Tibet.
Ada dua rute mendaki; dari tenggara Nepal yang dikenal sebagai rute standar dan dari utara Tibet. Memang tidak ada tantangan teknik menanjak yang berarti, namun Gunung Everest memiliki beberapa bahaya seperti penyakit ketinggian, cuaca, angin, dan longsoran salju dan es Khumbu. Sampai 2017, setidaknya ada 300 orang mati di Everest, beberapa bahkan masih berada di sana tubuhnya.
Melansir dari CNNIndonesia, film "The Summit" (2012) dan "Everest" (2015) adalah beberapa film yang menceritakan keganasan Gunung Everest. Pendaki profesional sekalipun masih mengalami kesulitan untuk menjangkau gunung tersebut.
Badan Pendakian Nepal mengimbau para pendaki untuk bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk saat melakukan pendakian menuju puncak Everest.
Untuk menanggapi imbauan ini, seorang pendaki dari Inggris, Tim Mosedale menuturkan lewat akun Facebook-nya, ada baiknya pendaki pemula tidak nekat mendaki gunung ini. Menurutnya, pendaki pemula, terlebih yang belum memiliki pengalaman, yang ingin mencoba menjamah puncak hanya akan membahayakan diri dan juga pendaki lainnya.
Seorang pemandu, Mingma Tenze Sherpa bercerita pada The Washington Postbahwa dua pendaki yang pernah dipandunya terpaksa harus kehilangan ibu jarinya yang membeku dan patah akibat begitu dinginnya udara setelah mengantre selama empat jam. Ia pun tak bisa banyak membantu bila anggota rombongannya tidak terlatih untuk mendaki.
Jadwal padat pendakian Gunung Everest jatuh pada pertengahan Mei, saat angin tidak berhembus kencang sehingga dapat dibilang lebih aman.
Banyaknya orang yang ingin Gunung Everest akan menimbulkan antrean padahal manusia takkan kuat terlalu lama berada di suatu tempat berhawa dingin dengan tingkat oksigen yang sangat rendah.