Lihat ke Halaman Asli

Antisipasi Penguasa akan Si Virus Hati

Diperbarui: 19 Juni 2022   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

         Hati- hati dengan si virus hati. Kalimat ini sangatlah cocok menggambarkan dengan keadaan saat ini. Setelah kasus Covid-19 hingga Omicron menurun, muncul pula penyebaran hepatitis akut yang menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Penyakit hepatitis akut dikabarkan sedang melanda dunia, hingga kini diduga telah masuk ke Indonesia. Virus hati atau heptitis akut  yang kita hadapi saat ini bukanlah jenis hepatitis  virus tipe A,B,C,D, atau E yang sudah lama dikenal tetapi dikatakan sebagai hepatitis akut misterius yang belum diketahui faktor penyebabnya.  Kasus ini dilaporkan pertama kali di Inggris Raya pada 5 April 2022, lalu merebak ke berbagai negara di seperti di Kanada, Amerika Serikat, Irlandia, Inggris, Denmark, Belanda, Israel, Italia, Jepang, Singapura, dan Indonesia. Berdasarkan data, virus hepatitis akut ini lebih banyak menyerang anak-anak dengan rentan usia 1 bulan- 16 tahun.

         Sejak pertama kali dipublish Organisasi Kesehatan Duni (WHO) pada 15 April 2022 ditetapkan bahwa penyebaran hepatitis misterius ini sebagai Kejadian Luar Biasa ( KLB). Data WHO 01 Mei 2022, menyebut kurang lebih terdata 228 kasus probable dari 20 negara, terhitung pada 10 Mei 2022 dilaporkan 348  kasus terduga hepatitis  dari 21 negara dengan tidak diketahui faktor penyebab dan sebanyak 26 anak memerlukan transplantasi hati. Dengan cepatnya peningkatan kasus, dapat diartikan jumlah kasus memang bertambah atau timbulnya peningkataan kepekaan dan pemahaman akan virus hepatitis akut ini.

       Faktor penyebab penyebaran hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya ini memiliki gejala dimana penderita hepatitis akut biasanya tidak merasakan gejala sampai beberapa minggu atau telah terjadi gangguan fungsi hati. Gejala yang muncul setelah masa inkubasi sekitar  2 minggu sampai 6 bulan. Adapun gejala umum yang muncul pada penderita hepatitis akut ialah            :

  • Mual dan muntah
  • Demam
  • Mudah lelah
  • Fases berwarna pucat
  • Urine berwarna gelap
  • Nyeri perut
  • Nyeri sendi
  • Kehilangan nafsu makan
  • Penyakit kuning
  • Penurunan berat badan

   Ketika mengalami gejala –gejala tersebut dan memiliki kondisi tubuh yang dapat meningkatkan resiko terkena hepatitis seperti penyakit  autoimun,  kecanduan alkohol, atau sering mengkonsumsi obat-obatan maka sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter.  Jika tidak ditangani dengan baik, maka hepatitis akut ini dapat menimbulkan komplikasi, seperti gagal hati, sirosis, atau kanker hati ( hepatocellular Carcinoma). Oleh karena itu, sangat diperlukan peran antisipasi dari seluruh pihak sebagai upaya pencegahan penyakit hepatitis akut ini di tengah masyarakat.

Laporan kasus diduga terinfeksi hepatitis akut di Indonesia sendiri menunjukkan ada 18 kasus dugaan, dimana 9 kasus dikategorikan dalam status pending classification, 7 kasus discarded,  1 kasus dalam proses verifikasi serta 1 probable.  Dengan merebaknya penyakit hepatitis akut di Indonesia menimbulkan kecemasan, khususnya bagi para orang tua yang khawatir anak-anak mereka akan terinfeksi hepatitis akut ditambah pembelajaran tatap muka sudah diberlakukan di berbagai tingkatan sekolah. Maka dipertanyakan bagaimana peran pemerintah dan lembaga terkait, serta masyarakat ikut aktif berpartisipasi dalam upaya antisipasi atau pencegahan dini penyakit hepatitis akut.

Melihat upaya dari pemerintah dan lembaga terkait dalam hal pencegahan dan antisipasi pada hepatitis akut terbilang cukup baik. Dimana melalui pernyataan dari Juru Bicara Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu dr. Mohammad Syahril, Sp.P,MPH tampaknya Kemenkes melakukan berbagai upaya mitigasi untuk mengantisispasi meluasnya penyakit hepatitis akut ini.

Langkah pertama yang diambil Kemenkes, sejak dilaporkan kasus pertama di Inggris Raya, Kemenkes berkoordinasi dengan lembaga kesehatan dari negara- negara di dunia untuk mendapatkan pembelajaran terkait penyakit ini sekaligus update informasi regional-global melalui informasi oleh organisasi WHO, CDC, dan Pemerintah Inggris.

Kedua, Kemenkes mengupayakan peningkatan kewaspadaan dan kepedulian publik melalui sosialisasi edukasi kepada seluruh dinas kesehatan provinsi terkait langkah-langkah penanggulangan. Tidak hanya itu, Kemenkes juga menerbitkan surat edaran tentang kewaspadaan terhadap temuan hepatitis akut yang belum ditemukan penyebabnya.

Katiga, Kemenkes memperkuat deteksi dengan menyelidiki epidemiologi, analisis pathogen mengggunakan teknologi Whole Genome Sequencing ( WGS), serta malakukan pengembangan pelaporan kasus.

Keempat, Kemenkes menyusun pedoman tata laksana dan menunjuk RSPI Sulianti Saroso sebagai salah satu rumah sakit rujukan kasus hepatitis akut. Rumah sakit ini ditunjuk karena dianggap memiliki tenaga kesehatan yang akseptabel dan fasilitator dengan laboratorium yang memadai. Inilah berbagai upaya mitigasi untuk mengantisispasi meluasnya penyakit hepatitis akut yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait.

Namun jika melihat secara nyata dilapangan, penggalakan pada langkah kedua oleh Kemenkes belum sepenuhnya merata. Dimana masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum mendapat  sosialisasi edukasi  terkait penyakit hepatitis akut ini. Tidak hanya itu, sampai saat ini pun lembaga pendidikan belum memiliki panduan resmi untuk pencegahan penularan dari pemerintah. Kemenkes menyatakan upaya pencegahan hanya dilakukan sesuai prosedur penyakit hepatitis pada umumnya, yaitu melalui pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS). Tentu dengan adanya kesenjangan informasi dan ketidakjelasan panduan resmi dikhawatirkan kasus terinfeksi hepatitis akut terus meningkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline