Lihat ke Halaman Asli

Adinda Maharani

Mahasiswa Fakultas Hukum UTA'45

Bahaya? Maraknya Prostitusi Online di Kalangan Pelajar

Diperbarui: 22 April 2022   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prostitusi bukan merupakan sebuah permasalahan yang baru. Permasalahan mengenai prostitusi ini sudah ada sejak dulu dan sampai sekarang masih belum bisa teratasi. Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan terhadap kesusilaan serta bersifat ilegal dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Praktek prostitusi adalah sebuah kegiatan yang patut dihentikan atau dilarang karena di anggap bertentangan dengan nilai agama dan kesusilaan.   

Dalam opini hukum ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan prostitusi dan beberapa upaya yang bisa dilakukan guna mengurangi dan memberantas tindak pidana prostitusi dikalangan pelajar. Sebuah contoh kasus terjadi di Madiun. Seorang muncikari berinisial ISM (34), seorang ibu rumah tangga, warga Desa Sumberejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun tertangkap atas tindak pidana prostitusi online yang melibatkan anak dibawah umur.

Dari praktik prostitusi daring itu, polisi berhasil menangkap seorang muncikari dan dua saksi korban yang salah satunya masih di bawah umur. Dari penyelidikan, diketahui ISM menawarkan dua saksi korban, yakni SW (20) asal Magetan, dan AN (15) warga Kota Madiun untuk kegiatan prostitusi. Tersangka ISM ini menawarkan SW dan AN yang berprofesi sebagai pemandu lagu untuk mendapatkan pelanggan melalui aplikasi 'WhatsApp' dan 'MiChat'. Praktik prostitusi daring tersebut terbongkar setelah kepolisian mendapat laporan dari masyarakat.

Lalu, Unit PPA Satuan Reskrim Polres Madiun melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan dua saksi korban. Awalnya polisi menangkap kedua saksi korban saat bertransaksi dengan pria pelanggan di salah satu hotel di Kabupaten Madiun. Kejadiannya tanggal 1 Agustus. Dari transaksi itu, total uang yang disita polisi mencapai sebesar Rp1,4 juta, dengan pembagian masing-masing saksi korban mendapat Rp600 ribu dan ISM mendapatkan Rp200 ribu. Dalam kasus tersebut, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya sejumlah ponsel yang digunakan tersangka untuk mengatur transaksi dan 12 kondom merek Sutera berwarna merah.

Menurut contoh kasus diatas, dasar hukum yang dapat dikenakan oleh tersangka adalah:

A). Pasal 88 jo 76 i UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

B). Pasal 45 ayat (1) UURI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2018 tentang ITE

C). Pasal 296 KUHP

D). Pasal 506 KUHP

Menurut Pendapat saya, Sifat hedonisme yang tumbuh dikalangan pelajar ini yang sering kali menjadi faktor pemicu untuk melakukan segala cara agar bisa memenuhi keinginannya, termasuk terjun ke dunia prostitusi ini. Demi bisa mengikuti standar 'orang berada' dan tidak mau kalah saing di lingkungannya, terkadang mereka rela untuk terjun ke bisnis haram ini agar bisa mendapatkan uang yang banyak dengan cara yang relatif 'mudah'.

Dalam melakukan praktik prostitusi ini, mereka sering berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Terkadang, pada saat mereka melakukan pekerjaannya, banyak pelanggan yang menipu dan tidak membayar si pekerja seks itu. Lalu, apabila mereka melakukan hubungan seksual itu tanpa alat kontrasepsi, akan ada resiko yang lebih tinggi lagi yang mengintai, yakni bisa saja menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan dan berujung kepada tindakan aborsi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline