Cukup aneh memang mengapa tidak ada satupun ulasan tentang film Habar Matan Jogja, meski sudah hampir 8 tahun film ini dibuat. saya menjadi tergugah menulisnya semampu saya hanya untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat dan pecinta seni, serta para seniman, akademisi dan pemerhati budaya serta film di banua agar bisa terbangun dan tergugah, sayang sekali jika rasa ego yang menjadi ciri umum masyarakat dibanua juga akan menjadi ciri umum daripada para pemerhati budaya dan akademisi, memalukan bukan…tapi sekali lagi ego biasanya memang tidak punya rasa malu,. Logika dan karakter kebanyakan orang banua yang lebih suka memuji diri sendiri dan kelompoknya daripada memuji karya orang lain adalah alasan mengapa banua kita sangat tertinggal dari daerah lain, kita jalan ditempat dengan mutu yang rendah. Hal ini lah yang menjadi penyebab banyak orang pintar dari banua yang enggan pulang kampung membangun daerah.
Film ini begitu lucu, dan entah mengapa saya begitu tertariknya hingga membuat saya dengan tertatih-tatih selangkah demi selangkah mencoba menyelidiki asal mula kenapa film ini dibuat. Selama lebih dari enam bulan saya mencari tahu sedikit demi sedikit dari Alumni Jogjakarta yang mengenal pemain dalam Film ini.
link FIlm Habar Matan Jogja di youtube https://www.youtube.com/watch?v=XfEjb30W1MQ
Siapakah pembuat film ini dan siapakah para pemainnya? dimanakah mereka berada saat ini? Kenapa mereka dengan sangat anehnya “sekali lagi dengan sangat anehnya” tidak pernah muncul dan mempublikasikan diri, sekedar resensi biasa mungkin akan sangat membantu, tapi itu pun tidak ada. Logika mereka cukup tidak biasa dan berbanding terbalik dari kebanyakan orang banua yang sering kali ingin eksis, narsis dan menampilkan diri dengan sekuat tenaga dan usaha.
Film ini dibuat di akhir tahun 2006 dan selesai diawal tahun 2007, film ini dibuat oleh para mahasiswa Kalimantan selatan yang menempati Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan Pangeran Hidayatullah di Jalan Krasak Kota Baru Jogjakarta, sebuah asrama paling cantik dab bersih milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang berada tepat di jantung kota Jogja, asrama ini begitu Dekat dengan Malioboro, UGM, Keraton Dan UIN sunan Kalijaga.
Habar matan jogja, dari judul pun seolah kita menyangka bahwa film ini khusus dibuat untuk masyarakat banua, tapi sangkaan itu rupanya keliru, pada awalnya tidak ada niat untuk mempublikasikan film ini, mereka hanya ingin film ini akan menjadi sebuah dokumentasi kenangan tentang asrama, seterusnya ceritapun dibumbui dengan berbagai kisah, tentang cerita asmara, tentang anak-anak asrama yang nakal, dan tentang bahwa ternyata tujuan ke jogja adalah untuk belajar, untuk kuliah, “selamat datang didunia akademik” adalah kata-kata yang membuat saya merenung dan akhirnya tertawa dan membenarkan hal itu, , mahasiswa harusnya harus selalu diliputi dan hanyut dalam dunia ke akademisian.
Film ini sebuah karya yang sesungguhnya mereka dedikasikan hanya untuk diri mereka sendiri, namun hasilnya sungguhlah menakjubkan, diluar ekspetasi. Tidak ada niat untuk mempublikasikannya dan entah bagaimana film itu tersebar sampai kemana-mana. Sedang kebanyakan para pemainnya tidak mempunyai film itu dalam file komputernya. Sekali lagi ini sungguh aneh. Film tersebar luas sampai ke kalteng dan kaltim. Mereka menyukai acting, jalan cerita, gaya bahasa, tampilan pemain yang apa adanya dan tidak berlebihan, dan banyak yang mengira film ini adalah film documenter dan menganggap kejadian di film tersebut adalah hal sebenarnya.
Namun keanehan itu rasanya menjadi lumrah ketika kita memahami jogja, jogja dunia yang mempunyai tradisi kerendah hatian rupanya juga menjangkiti para pemain film ini.
Mari kita coba daftar para pemain film ini:
Raden Andre budiman: sutradara dari film ini muncul sekejap dalam beberapa detik diawal pembuka film adalah orang yang pertama kali mencetuskan ide membuat film ini, kuliah di jurusan film dan mempunyai pengalaman membuat film pendek serta pernah mendapat beasiswa kuliah musim Panas di {rancis, dia jua yang pertama kali mengajak para backpacker singgah ke asrama pangeran hidayatullah, sehingga asrama menjadi salah satu dari dua ambassador backpacker saat itu di Indonesia, (satunya lagi di Jakarta), tentu saja hal ini sebelum ramainya Backpaker di TV one beberapa tahun kemudian.