Lihat ke Halaman Asli

Adinda Aulia Hafsari

Universitas Palangka Raya

Mengelola Ledakan Kredit Kendaraan Listrik di Indonesia Studi Kasus Perbedaan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Makroprodensial

Diperbarui: 29 Oktober 2024   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam beberapa tahun terakhir, kendaraan listrik menjadi tren yang menarik di Indonesia. Pemerintah juga memberikan banyak insentif untuk mendukung pertumbuhan ini, seperti pajak yang lebih rendah dan subsidi untuk kendaraan ramah lingkungan. Namun, dengan peningkatan popularitas ini, banyak masyarakat yang mulai mengambil kredit untuk memiliki kendaraan listrik, meskipun kondisi keuangan mereka mungkin tidak sepenuhnya stabil. Jika tren ini terus berlanjut tanpa kontrol yang memadai, Indonesia bisa menghadapi risiko lonjakan utang konsumtif dan potensi krisis keuangan.

Di sinilah peran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial menjadi penting. Keduanya memiliki perbedaan dalam tujuan dan pendekatan, tetapi sama-sama bertujuan menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan. Mari kita lihat bagaimana keduanya berperan dalam mengelola fenomena ini.

Ledakan Kredit Kendaraan Listrik dan Potensi Risiko Ekonomi

Dengan meningkatnya akses ke kredit kendaraan listrik, masyarakat yang sebelumnya belum mampu membeli kendaraan kini tertarik untuk memilikinya. Namun, tanpa kontrol yang tepat, lonjakan utang konsumtif dapat menyebabkan banyak individu kesulitan membayar kreditnya, terutama jika kondisi ekonomi memburuk. Ketika banyak orang gagal bayar, risiko ini bisa berdampak besar pada stabilitas keuangan nasional, memengaruhi perbankan dan bahkan mendorong resesi.

Menurut teori ekonomi klasik, peningkatan utang konsumtif dapat merangsang permintaan jangka pendek, tetapi juga bisa menjadi masalah jangka panjang jika tidak dikendalikan. Fenomena ledakan kredit kendaraan listrik ini mirip dengan gelembung kredit di sektor lain yang pernah menyebabkan krisis ekonomi di beberapa negara.

Kebijakan Moneter untuk Mengelola Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Bank Indonesia (BI), sebagai lembaga yang menjalankan kebijakan moneter, berfokus pada menjaga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi. Jika kredit kendaraan listrik dianggap terlalu berisiko atau mengarah pada inflasi aset, BI dapat mengambil langkah untuk menstabilkan situasi. Salah satu instrumen utama kebijakan moneter adalah pengaturan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga acuan, BI bisa membuat pinjaman menjadi lebih mahal, sehingga menurunkan minat masyarakat untuk berutang.

Menurut teori monetarisme, pengendalian jumlah uang beredar melalui pengaturan suku bunga dapat membantu mengelola inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi. Dalam kasus kendaraan listrik, kebijakan moneter yang ketat dapat membantu menjaga pertumbuhan kredit pada tingkat yang aman, sekaligus menahan risiko lonjakan utang.

Kebijakan Makroprudensial untuk Mengelola Risiko Sistemik

Sementara itu, kebijakan makroprudensial berfokus pada menjaga stabilitas sistem keuangan. Tujuannya adalah mencegah risiko sistemik yang dapat mengganggu seluruh perekonomian. Dalam kasus ledakan kredit kendaraan listrik, kebijakan makroprudensial mungkin dilakukan dengan cara membatasi jumlah kredit yang bisa diberikan bank untuk kendaraan listrik, atau mewajibkan bank untuk memiliki rasio kecukupan modal lebih tinggi agar tidak rentan terhadap lonjakan utang.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI dapat bekerja sama untuk menerapkan kebijakan ini, seperti yang dilakukan di beberapa negara dalam menghadapi gelembung kredit. Dengan membatasi kredit kendaraan listrik secara bertahap, risiko gagal bayar dapat dikendalikan, menjaga stabilitas keuangan, dan menghindari terjadinya krisis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline