Lihat ke Halaman Asli

Saya Muslim, tapi Rupanya Belum Paham Islam

Diperbarui: 22 Desember 2016   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah pesan singkat masuk dari seorang teman. Aktivis mahasiswi di salah satu organisasi mahasiswa Islam, dia bertanya:

“Apa yang dimaksud dengan Islam Kaffah? Saya Muslim tapi rupanya saya belum paham Islam”

Barangkali ini juga masih menjadi pertanyaan bagi teman-teman yang lain, jadi saya menulisnya. Untuk menjawabnya, bukan kapasitas saya untuk menafsirkannya, saya akan membahasnya sesuai sumber hukum Islam, penjelasan tafsir Al-Qur’an, dan dari pakar yang memahami maksud dari Islam Kaffah yang ada di dalam nash Al-Qur’an.

“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara kaaffah. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (QS al-Baqarah: 208)

Perlu kita ketahui, sebab turunnya (sababun nuzul) ayat ini, sesuai riwayat dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun berkaitan dengan para shahabat yang masuk Islam dan dulunya adalah pemeluk Yahudi, Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya. Beliau telah beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW, akan tetapi tetap mempertahankan keyakinan mereka kepada sebagian syariat Nabi Musa AS. Misalnya, mereka tetap menghormati dan mengagungkan hari Sabtu serta membenci daging dan susu unta. Hal ini telah diingkari oleh shahabat-shahabat Rasulullah SAW lainnya. Abdulah bin Salam dan kawan-kawannya berkata kepada Rasulullah SAW, sesungguhnya Taurat adalah kitabullah. Maka biarkanlah kami mengamalkannya. Setelah itu, turunlah firman Allah surat al-Baqarah: 208.

Jadi, siapa saja yang telah masuk Islam, dia wajib masuk Islam secara keseluruhannya. Tidak boleh mempertahankan hukum selain Islam, sebab Islam telah menasakh (menghapus) syariat-syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman:

“(Al-Qur`an itu) membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (QS. al-Maa'idah [5]: 48)

Yang dimaksud batu ujian (muhaiminan) artinya adalah penghapus (nasikhan) bagi syariat-syariat sebelumnya. Dengan demikian, mempertahankan sedikit saja dari syariat-syariat sebelumnya yang tidak diakui Islam berarti mengikuti langkah-langkah syaitan. Firman Allah SWT:

“dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. al-Baqarah: 208)

Oleh karena itu, kaum muslimin diperintahkan untuk hanya berserah diri, ta'at, dan melaksanakan seluruh syari'at Nabi Muhammad SAW (yakni Islam), bukan pada aturan-aturan lain. Jelaslah, seorang muslim dituntut masuk ke dalam Islam secara menyeluruh. Merupakan kesesatan yang nyata, apabila ada orang yang mengaku dirinya Islam, namun mereka mengingkari atau mencampakkan sebagian syari'at Islam.

“Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) serta mengingkari sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat nanti mereka akan dilemparkan pada siksa yang amat keras." (Qs. al-Baqarah: 85)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline