Lihat ke Halaman Asli

Adinda Suenda

Mahasiswa Universitas Airlangga

Cegah Stunting Sejak Dini Melalui Kampanye di Media Sosial

Diperbarui: 28 Juni 2022   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menjaga pola makan kini menjadi suatu tantangan tersendiri di era sekarang. Selain kondisi ekonomi,  munculnya bermacam trend olahan makanan cepat saji yang baru juga salah satu faktor penyebabnya. Konsumsi makan-makanan yang seadanya dan makanan tidak sehat secara berkala akhirnya dapat membuat asupan gizi tubuh menurun terutama pada ibu hamil. Hal ini memberikan dampak buruk pada kesehatan bayinya yang memungkinkan si bayi mengalami stunting.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Hingga saat ini stunting masih menjadi permasalahan yang terjadi di banyak negara terutama di Indonesia. Di lansir dari website Kemenkopmk, menyebutkan "Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita." Angka tersebut masih kurang dari standar WHO yakni 20 persen. 

Berdasarkan dari data Riskesdas, prevalensi stunting pada tahun 2013 hingga 2018 ialah 51,7 persen hingga 42,6 persen kasus dari 35 provinsi. Sedangkan situasi stunting di negara lain seperti di Peru mengalami penurunan dari 28,5 persen menjadi 14,4 persen dalam waktu 9 tahun dan di Brazil prevalensi stunting turun dari 37 persen menjadi 7 persen dalam waktu 30 tahun. 

Dalam hal ini, pengalaman baik internasional telah menunjukkan bahwa kepemimpinan tingkat tinggi perlu diterapkan untuk menurunkan prevalensi stunting. Sehingga penetapan Perpres No. 42/2013  yang berisi 'pemberian mandat kepada Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) untuk memimpin percepatan perbaikan gizi' dibuat guna untuk mewujudkan poin dari pengalaman baik internasional tersebut.

Menekan angka prevalensi stunting juga berarti melakukan pencegahan terhadap kejadian stunting.  Di lansir melalui website Sehat Negriku Kemkes.id, Menteri Kesehatan RI atau dikenal Nila Farid Moeloek menyebutkan, "Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih". Ini artinya pencegahan stunting harus meluas dari berbagai sisi, tidak hanya fokus di satu bagian saja. Namun dalam penyelenggaraan pencegahan stunting tersebut masih terdapat beragam kendala seperti masih minimnya advokasi, kampanye, dan diseminasi terkait stunting, hingga berbagai upaya pencegahannya.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dalam Strategi Nasional selama 2018-2024 telah membuat strategi untuk meningkatkan kesadaran publik dan perubahan perilaku masyarakat sebagai pencegahan stunting yakni :
1. Kampanye perubahan perilaku bagi masyarakat umum yang konsisten dan berkelanjutan; dengan memastikan pengembangan pesan, pemilihan saluran komunikasi, dan pengukuran dampak yang efektif, efisien, tepat sasaran, dan berkelanjutan.
2. Komunikasi antar pribadi sesuai konteks sasaran; dengan memastikan pengembangan pesan sesuai kebutuhan kelompok sasaran.
3. Advokasi berkelanjutan kepada pengambil kebutuhan; dengan memastikan terselenggaranya penjangkauan yang sistematis.
4. Pengembangan kapasitas penyelenggara; dengan memberikan pengetahuan dan pelatihan bagi penyelenggara kampanye dan komunikasi perubahan perilaku yang efektif dan efisien.

Media sosial sebagai alat komunikasi yang saat ini banyak digunakkan oleh masyarakat dapat dijadikan salah satu alternatif. Pemanfaatan media sosial secara efektif dalam melakukan kampanye cegah stunting secara meluas ini lebih efisien penyelenggaraannya. Masyarakat lebih mudah mengakses informasi dari mana saja dan pendiri kampanye juga dapat lebih mudah memantau perkembangan perubahan perilaku masyarakat melalui survei ataupun feedback

Di samping itu, sudah banyak kampanye-kampanye kesehatan online seperti mental health campaign di platform Instagram yang terlaksana dalam bentuk berupa poster digital dan kata-kata edukasi dengan sistem perekrutan volunteer sebagai media penyebaran edukasinya. Video edukasi yang menarik dan mengandung topik stunting mudah dipahami juga dapat ditambahkan untuk menyukseskan program kampanye cegah stunting ini. Namun dalam penggunaan media sosial perlu ditelaah lagi mayoritas penggunanya. Jangkauan juga perlu diperhatikan agar sasaran yang dituju juga dapat tercapai.

Itulah beberapa statement pencegahan melalui media sosial yang bisa dilakukan dalam pemberlakuan pencegahan stunting, semoga kedepannya upaya-upaya tersebut bisa dilaksanakan dan dapat membantu menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline