Lihat ke Halaman Asli

Analisis Fenomena Keterbukaan Kelompok Minoritas LGBT di Media Sosial dalam Perspektif Teori Spiral of Silence

Diperbarui: 25 Juni 2024   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu pasar media sosial terbesar di dunia, dengan lebih dari 200 juta pengguna internet aktif. Tingginya angka pengguna ini didorong oleh penetrasi smartphone yang luas dan harga data internet yang semakin terjangkau. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh @websindo.com yang tertulis bahwa media sosial seperti facebook, twitter, instagram, youtube, whatsapp, dan media sosial lainnya yang menjadi salah satu perantara alat dalam menjalin komunikasi, tepat pada tahun 2019 penggunanya mencapai hingga seratus lima puluh juta pengguna, dan jika di persentasekan mencapai 56 % pengguna dengan mengakses melalui mobile phone sekitar seratus tiga puluh juta dan jika di persentasikan maka mencapai 48% pengguna media sosial yang aktif mengakses memalui mobile phone.

Sehingga dalam hal ini, media sosial telah meningkatkan konektivitas di seluruh dunia. Orang-orang dapat berkomunikasi tanpa batas geografis, memungkinkan pertukaran informasi yang cepat dan efisien. Selain itu, media sosial memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik, seperti menjadikan media sosial sebagai sarana menyebar berita bohong (hoax), menebar kebencian dan menjadi alat provokasi yang paling efektif karena jangkauannya yang cukup luas ke lapisan masyarakat. Tetapi, kurangnya tingkat literasi digital yang rendah juga dapat membuat masyakarat mudah terpengaruh oleh berbagai informasi yang didapatnya. 

Selain itu, kelompok minoritas sebelum adanya media sosial yang berpegang teguh untuk bungkam karena merasa takut dan merasa kecil serta hanya mengikuti suara mayoritas mengenai informasi hoax ataupun sebagiannya terutama dalam membahas mengenai dunia LGBT, justru saat ini turut bersuara menyampaikan ketidak setujuannya pandangan buruk kelompok mayoritas mengenai LGBT (Salim, 2020). Maka dari itu, tanpa kita sadari bahwa media sosial menjadi salah satu tempat perkumpulan kelompok minoritas salah satunya LGBT. Dimana kelompok minoritas selama ini hanya diam, samar, tanpa sedikitpun untuk mengutarakan pendapatnya karena media sosial hanyalah kelompok pro dan kontra saat menyampaikan pendapatnya. Tetapi, media sosial memberikan dukungan terhadap adanya eksistensi yang diberikan kaum minoritas melalui media sosial sudah mulai mengutarakan pendapatnya walau mereka sadari akan mendapat hujatan dan kalimat-kalimat tidak pantas dari kelompok mayoritas (Giri, 2019).

Screen shot komentar pada instagram mengenai LGBT

Hal ini kita bisa ambil dari fenomena media sosial LGBT yang sedang hangat dibicarakan oleh masyakarat. Dimana kelompok minoritas ini, sangat percaya diri jika kelompok mereka tidak akan merugikan kelompok mayoritas. Seperti pada screen shot akun bernama @fellfel yang membahas LGBT, terlihat jelas bahwa kaum mayoritas tidak setuju mengenai LGBT yang saat ini sudah merajalela dan bahkan didukung oleh beberapa negara. Namun, terdapat juga salah satu komentar seperti memberi dukungan dari topik yang diangkat akun tersebut, lantas saja komentar yang memberikan dukungan akan eksistensi LGBT tidak lepas dari hujatan akun lain yang mengikuti diskusi tersebut.

Secara umum, kelompok minoritas adalah kelompok dalam suatu masyarakat yang memiliki jumlah anggota yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok mayoritas, serta sering kali memiliki perbedaan dalam hal etnis, agama, budaya, bahasa, atau identitas lainnya. Adapun kelompok minoritas pada artikel ini adalah fenomena mengenai Lebsian, Gay, dan LGBT (Rasnika, 2021). 

Keberadaan mereka sangat bertentangan di masyarakat terkait orientasi seksual yang mereka miliki berbeda dengan masyarakat pada umumnya, stigma negatif yang melekat terhadap keberadaan mereka sehingga sebagian besar masyarakat di Indonesia memandang bahwa LGBT adalah acaman bagi masyarakat yang lebih di dominasi oleh heteroseksual (Rasnika & Quroatun, 2022). 

Berdasarkan data BBC News indonesia mengungkapkan bahwa, pada tahun 2016 hingga akhir tahun 2017 masyakarat indonesia memandang kelompok LGBT sangat membawa ancaman yang meningkat secara signifikan. Dimana terdapat sekitar 46,2% responden menganggap LGBT cukup mengancam, selain itu terdapat juga 41,4% lainnya yang menganggap bahwa LGBT sangat mengancam. Bahkan terdapat juga 41,1% responden katagori yang menganggap dan menilai jika kelompok LGBT tidak berhak untuk hidup di indonesia (bbc.com 20 Juni 2024).

Berdasarkan survei diatas sudah sangat jelas mengapa kelompok minoritas seperti LGBT lebih baik diam, dan lebih memilih mengikuti pendapat kelompok mayoritas, dalam lingkungan masyarakat keberadaan LGBT tidak terlalu mencolok, lain halnya jika di media sosial, justru saat ini sudah banyak para pelaku LGBT secara terang-terangan mengakui bahwa dirinya menjadi bagian dalam kelompok LGBT. Oleh karena itu, penulis tertarik membahas judul "ANALISIS FENOMENA KETERBUKAAN KELOMPOK MINORITAS LGBT DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF TEORI  SPIRAL OF SILENCE" untuk membahas lebih spesifik fenomena keterbukaan kelompok minoritas LGBT di media sosial yang kini sedang merajalela.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline